. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 17 April 2012

Sejenak Dilumat Jeram Cikaniki



Aku tiba-tiba berada di dalam air. Aku sempat melihat gelembung-gelembung udara dari nafasku yang mengarah ke atas. Aku benar-benar merasakan sensasi hanyut terbawa arus lalu muncul ke permukaan berkat memakai pelampung. Andai tidak, mungkin tubuhku sudah ditekan oleh kuatnya arus jeram patah itu. Biar sempat dilumat jeram itu sejenak, tak lantas memadamkan semangatku. Aku justru kian berfijar, berapi-api mengarungi jeram-jeram Cikaniki.

Itulah penggal kejadian yang tak mungkin kulupakan, sepanjang mengarungi jeram-jeram di Sungai Cikaniki yang meliuk-liuk di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu jelang senja (15/4/2012).

Bahkan sensasi kejadian itu melebihi dari apa yang pernah kualami sepanjang berarung jeram di sungai-sungai Indonesia seperti di Sungai Progo (Magelang-Jateng), Sungai Ayung (Ubud-Bali), Sungai Sa’adan (Toraja_Sulsel), Sungai Palayangan (Pangalengan, Jabar), Sungai Cisadane (Bogor), teramasuk tercebur di jeram jumping jack flash di Sungai Citarik, Sukabumi, Jabar.

Padahal kondisi jeram patah di Cikaniki yang berhasil melumatku itu tak sedasyat jeram-jeram di sungai-sungai-yang pernah aku jerami itu. Namun karena saking bersemangatnya mengabadikan perahu karet rekan-rekan lain yang tengah berjuang lampaui jeram patah di sungai berair kecoklatan itu, aku sampai lalai.

Begitu cepat kejadian itu, sampai aku tak merasakan sensasi terhempas dari perahu karet lalu jatuh dan tergulung riak.

Saat berada di pusaran arus, yang kuingat justru keselamatan kameraku. Selamatkah dia? Atau justru ikut tercemplung dan jatuh ke dasar sungai? Entahlah, aku cuma mengira-ngira dan berharap dia ada di perahu karet yang berisi 7 orang termasuk Ahmad, river guide atau pemandu sungai yang biasa disebut skipper dalam olahraga arung jeram.

Setelah kepalaku muncul dari permukaan air, Ahmad segera menjulurkan pangkal dayungnya ke arahku. Pada kesempatan pertama aku belum berhasil meraih ujungnya lantaran jaraknya masih terlalu jauh. Untungnya arus yang deras membawaku mendekati ujung dayung itu. Dan akhirnya tanganku berhasil menggapai ujung dayungnya dan segera merapat ke bibir perahu.

Rekanku segera menarik belakang pelampungku agar bisa terangkat ke badan perahu. Ketika berada di atas perahu, yang kutanyakan pertama kali justru keberadaan kameraku. Rekan-rekanku tak ada yang tahu. Dan memang mereka tidak mengira aku jatuh dan tenggelam.

Setelah ku periksa drybag yang juga berisi beberapa kamera digital poket rekan-rekan lain, di dalamnya ternyata ada kamera DSLR-ku. Alhamduliah dia ada. Tapi aku tidak tahu kondisinya, apakah baik-baik saja atau rusak karena drybag itu kemasukan air.

Sewaktu perahu melaju tenang setelah melewatu jeram itu, Ajhies ketua Savana Adventure yang menggagas acara fun rafting ini, sempat menanyakanku apakah berhasil mengabadikannya.

Rupanya dia yang berada di perahu karet lain, juga terjatuh dan tenggelam dilumat jeram itu, bersamaan saat ku tercebur dan dimain-mainkan arusnya. “Bagaimana bisa motret, saya juga tenggelam, waktunya berbarengan dengan Ajhies jatuh,” terangku.

Selain aku dan Ajhies, ada satu rekan lagi di perahu karet yang lain yang terjatuh di jeram Cikaniki yang lainnya. Bahkan beberapa perahu ada yang terdampar di bibir sungai saat merapat.

Untunglah pengarungan Cikaniki sepanjang 9 Km itu berlangsung lancar sampai di finish. Lokasi finish berada di Kampung Muara Baru, Desa Cidokom, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

Saat perahu-perahu karet menepi, beberapa warga masih asyik mencari pasir dari dasar sungai lalu dikumpulkan dan dijual. “Harga pasirnya lumayan untuk nambah penghasilan. Per 25 liternya Rp 25ribu,” kata Sala (40) salah seorang warga yang mengaku keberadaan operator rafting di kampungnya menguntungkan warga setempat.

Kata Sala yang anaknya juga menjadi skipper bahkan kini menjadi atlit arung jeram dan sedang mengikuti kejuaraan rafting di Pangalengan, keluarganya termasuk yang mendapat keuntungan itu misalnya dari penyewaan rumah yang dijadikan basecamp serta jasa memasak makanan dan kue buat para pengunjung.

Usai berarung jeram selama kurang lebih 2,5 jam. Nasi putih hangat dengan lauk ikan teri asin, tahu-tempe goreng, sayur asam, dan sambal buatan istri Sala, menjadi penyempurna pengaruangan senja itu.

Keistimewaan Cikaniki
Sebenarnya pengaruangan Sungai Cikaniki adalah pengalihan dari sungai tujuan utama. Semula kegiatan ini akan berlangsung di Sungai Cianten, masih di Kabupaten Bogor. Namun karena kondisi sungai tersebut sedang meluap, akhirnya dialihkan ke Cikaniki yang pada pagi itu juga sedang meluap namun kondisinya tak separah Cianten.

“Saya dapat kabar dari operator di sana, Sungai Cianten sedang meluap. Semula grade atau tingkat kesulitannya 3, kini menjadi 4+. Grade ini tidak aman buat fun rafting dan operator menyarankan untuk ke Cikaniki. Jadi teman-teman harap maklum”, jelas Ajhies ketika di dalam bus tua milik Angkatan Laut yang melaju aman dari Bekasi singgah ke Cawang lalu ke Bogor terutama di jalan datar. Namun ketika melaju di jalan, laju bus ini terseok-seok bahkan sempat mogok setelah meluncur mendadak lalu menabrak teras pembatas jalan.

Meski dialihkan ke Cikaniki. Ternyata sungai ini berhasil menjadikan Minggu itu berpelangi. Ternyata sungai ini punya keistimewaan tersendiri. Sebelum mencapai titik start pengarungan, terlebih dulu melewati daerah Prasasti Batu Ciareuteun, yakni sebuah prasasti jaman kerajaan Tarumanagara yang berbentuk sepasang telapak kaki raja Purnawarman dan juga laba-laba.

Cap telapak kaki itu melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu itu sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.

Prasasti Ciaruteun disebut juga prasasti Ciampea, ditemukan di bibir Sungai Ciarunteun, dekat muara Sungai Cisadane. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten, dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampéa (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).

Sayangnya, aku dan rekan lainnya tidak sempat menjambangi prasasti yang replikanya kini ada di Museum Fatahillah Jakarta, lantaran sudah terlalu sore dan harus segera melanjutkan perjalanan lagi untuk merampungkan kegiatan satu lagi yakni bakti sosial ke Majelis Taklim Baitul Ikhwan di Kampung Citeureup, Desa Barengkok, Kecamatan Lewi Liang, Kabupaten Bogor.

Pemberian dana dan sejumlah alat tulis hasil sumbangan sekitar 32 peserta dari berbagai profesi dan kota ini, menutup kegiatan fun rafting di Cikaniki menjadi lebih sempurna.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji-travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP