Happy Salma Nyaman di Dua Wilayah, Komersil dan Seni
Tak sedikit artis yang mampu berada di dua wilayah kreativitas yakni komersil dan seni. Dari yang sedikit itu Happy Salma di antaranya. Dia mengaku nyaman berada di dua dunia itu. Katanya, dia merasa lebih kaya hati. Apa rahasianya?
Perempuan kelahiran Sukabumi 4 Januari 1980 ini semula mengawali debut karirnya di sejumlah judul sinetron dan FTV, sebut saja sinetron Elegi 2 Cinta (1998-99), Keluarga Sabeni (Benyamin Production 2000), Cinta Pertama (2000), Rosalinda (2001), Perempuan Pilihan (2001-02), Nyonya-Nyonya Sosialita (2006), Mualaf (2009), dan UFO (2010). Lalu FTV Pohon Cinta (1998), Atas Nama Cinta (2002), Saos Merah Di Gaun Putih (2003), dan Hikayah ( 2007.
Dia baru memulai debutnya di layar lebar pada tahun (2005) dalam film Gie. Dilanjutkan dengan Hantu Aborsi (2008), Capres (2009), dan Mau Dong Ah (2009).
Prestasinya baru bersinar, ketika dia meraih banyak pujian dan penghargaan untuk perannya sebagai seorang PSK dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 wanita yang sekaligus mengantarkan namanya meraih Piala Citra kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik di festival film Indonesia 2010.
Sebagai pengagum Pramoedya Ananta Toer, tentu Happy ingin juga melahirkan sebuah karya berupa buku. Dan itu dibuktikannya dengan memasuki ranah sastra ketika 4 Nopember 2006 di Galeri Nasional Jalan Medan Merdeka Jakarta, dia meluncurkan sebuah buku kumpulan cerpen berjudul “Pulang”.
Dalam pengantar buku itu, tertulis: Happy Salma adalah seorang selebritis yang dikepung cahaya. Namun ia menulis dalam kesunyian. Baginya yang penting bukan naiknya grafik penjualan, melainkan grafik aktualisasi dirinya… Pada halaman lain juga disampaikan bahwa: Kepenulisan Happy adalah perjalanannya pulang menuju kesahajaan. Kesahajaan yang kini semakin tersamar oleh gempita dunia yang baru ditapakinya.
Dia juga bermain dalam pementasan Teater Nyai Ontosoroh di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Agustus 2007 yang diproduksi oleh The Nyai Ontosoroh Project.
Tahun 2010 dia kembali mengeluarkan buku 'Habib Palsu Tersandung Cinta' dan Hanya Salju dan Pisau Batu.
Istri Tjokorda Bagus Dwi Santana Kertayasa ini pun tampil mukau sewaktu saat bermonolog dengan judul "Inggit Garnasih" tepat pada Hari Ibu Kamis (22/11/2011) di Gedung Kesenian Dewi Asri, STSI, Jln. Buah Batu, Bandung.
Selama dua jam dia sendirian melakoni lakon yang mengisahkan Inggit Garnasih, perempuan kelahiran Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 17 Februari 1888, di awal kisah perjuangan Soekarno, presiden pertama Indonesia. Penampilannya ketika itu memberikan makna soal peran Inggit yang kini sudah meninggal. Sekalipun bercerai tahun 1942, Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Soekarno, termasuk melayat sewaktu Sang Proklamator itu berpulang.
Dan 15 April 2012 lalu di Teater Jakarta, TIM, dia kembali tampil di panggung teater memerankan gadis desa dari Pati, Roro Mendut. Pada pentas yang didukung oleh Djarum Apresiasi budaya ini, Happy tampil menari Tayub dengan luwes.
Happy sukses memerankan Roro Mendut, gadis desa yang pemberani. Dia diceritakan sebagai gadis yang diboyong ke tempat Tumenggung Wiroguna, panglima Mataram, untuk dijadikan selir. Di tempat Tumenggung ini, Roro Mendut harus belajar menari dan mengikuti semua kehendak Wiroguna. Namun, Mendut menampik dijadikan selir. Dia memilih berjualan rokok dan membayar pajak tinggi sebagai hukuman atas pembangkangannya.
Usai tampil pada show pertama Roro Mendut, Happy bercerita tentang keberadaannya di wilayah seni. Dia mengaku berada di sini bukan soal nominal. Katanya ini soal dedikasi juga.
Ketika berteater misalnya, dia harus rela mengikuti latihan sebulan bahkan lebih. Intinya dia mau melakukan yang tidak instan. Berteater itu bukan zona amannya, karenanya dia harus siap belajar lagi, disiplin waktu, konsentrasi, dan berkomitmen.
Dalam perjalanannya di wilayah seni panggung, dia merasa masing-masing punya makna dan kepuasan tersendiri, namun jujur dia merasa lebih puas waktu bermonolog Inggit karena sendirian dan selama 2 jam tanpa menggunakan microphone. Katanya, intensitasnya lebih terasa.
Menurutnya, sarat nyaman berada di dua wilayah. Tidak boleh manja. Ini sudah dibuktikannya dengan mentas di ruangan tanpa AC dan tak kedap suara sehingga terdengar suara bajai.
Dengan mengawinkan dua wilayah, komersil dan seni panggung serta sastra, Happy mengaku lebih kaya. “Ya saya merasa lebih kaya batin,” akunya seraya mengibaskan rambut hitam panjangnya yang menjadi ciri khasnya sejak dulu.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar