Rally Foto Gayo Cultural Heritage, Cara Jitu Lestarikan Nilai Tradisi
Lomba foto adalah salah satu cara jitu memperkenalkan sekaligus melestarikan nilai tradisi budaya dan pariwisata sebuah daerah. Inilah yang dilakukan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisi (BPSNT) Banda Aceh dengan menggelar Lomba Rally Foto 2012 bertema “Gayo Cultural Heritage” selama dua hari, Sabtu dan Minggu, (28-29/4/2012) di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Lomba rally foto ini, lanjutnya baru pertama kali diadakan BPSNT Banda Aceh. Sebelumnya pernah diadakan lomba foto namun tidak dalam betuk rally melainkan peserta mengirimkan hasil fotonya masing-masing lalu dilombakan. “Kali ini sesuai namanya rally foto, waktu pemotretan ditentukan oleh panitia dengan beberapa obyek di sejumlah lokasi di dua kabupaten yang ada dataran tinggi Gayo tersebut,” jelasnya.
Semula acara ini akan dilaksanakan di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Namun ketika mendengar di Kabupten Aceh Tengah ada event Festival Kopi dan Pacu Kuda lokasinya dipindahkan ke Aceh Tengah dan Benar Meriah. “Sayangnya Pacu Kuda tidak diadakan. Sebagai penggantinya, peserta dibawa ke beberapa obyek alam dan budaya untuk difoto,” ujar Djuniat.
Kasubag Tata Usaha BPSNT Banda Aceh Irini Dewi Wanti selaku ketua panitia rally foto menjelaskan, acara rally foto di bagi menjadi dua bagian.
Pada hari pertama, peserta diharuskan mengambil gambar aktivitas berkaitan dengan kopi yang menjadi komoditas utama orang Gayo antara lain pembibitan pohon kopi, pengeringan biji kopi, dan pemetikan buah kopi di Bandar Lampahan yang berlatar belakang pemandangan Burni Telong, dalam Bahasa Gayo yang berarti gunung yang terbakar.
Kemudian peserta rally foto diarahkan ke venue acara Festival Internasional Panen Raya Kopi pertama di Radelong, Ibukota Kabupaten Bener Meriah untuk mengabadikan pameran kerajinaan tangan masyarakat Gayo antara lain Kerawang Gayo atau kain sulaman khas Gayo yang diolah menjadi bermacam cenderamata menarik seperti bahan pakaian, baju, peci, tas, dompet, gelang, selendang, dan lainnya.
“Di festival tersebut, peserta juga mengabadikan beberapa seni budaya Gayo antara lain Tari Saman yang begitu atraktif dan Guru Didong,” jelas Irini.
Lepas makan siang, kemudian dilanjutkan rehat sejenak di Bergendaal, sebuah kedai kopi berkonsep café untuk menikmati olahan kopi Gayo yang diseduh dengan alat modern.
Selanjutnya, peserta dibawa ke Kebayakan, tepi Danau Laut Tawar untuk memotret aktivitas warga memandikan kuda pacu. Sayangnya setibanya di sana, hujan turun. Pemotretan pun dibatalkan.
Peserta kembali ke penginapan di Hotel Bayu Hill untuk istirahat. Malamnya, selepas makan malam, beberapa peserta melanjutkan pemotretan pentas seni budaya Gayo di panggung acara Festival Internasional Panen Raya Kopi di Redelong.
Pada hari kedua, besok Mingggu (29/4/2012). Peserta lomba rally foto dibawa ke Danau Laut Tawar untuk mengabadikan bermacam aktivitas masyarakat setempat seperti mencari depik atau ikan penghuni asli Danau Laut Tawar, pemandangan alam sekitarnya serta memandikan kuda pacu yang pada hari pertama tertunda.
Ali Amran, salah seorang penduduk di tepi Danau Laut Tawar menggambarkan keberadaan danau ini dulu dan sekarang yang mengalami banyak perubahan. “Dulu waktu saya masih kecil airnya benar-benar jernih, tidak ada eceng gondok dan tidak ada jalan serta rumah-rumah di tepi danau ini. Sekarang, meskipun bersih tapi sudah ada sampah plastik, juga ada jalan yang dulunya adalah genangan air danau ini, “ jelasnya.
Kendati begitu, lingkungan danau yang menjadi nadi kehidupan bagi sejumlah warga di tiga kecamatan yakni Kecamatan Kebayakan, Lut Tawar, dan Kecamatan Bintang ini tidak separah danau-danau lain. Pesona alamnya masih menjadi daya tarik bagi wisatawan baik lokal, Nusantara maupun asing berkat keindahan alamnya. “Saya lihat semakin banyak orang bule kesini, sambil motret-motret,” aku ayah tiga anak dan 2 cucu usai mancing di tepi danau itu.
Kasi Promosi Wisata, Disbudparkab Aceh Tengah, Khalis menjelaskan Danau Laut Air Tawar samapai saat ini masih menjadi ikon wisata alam Aceh Tengah, khususnya Takengon. Untuk lebih mengangkat nama danau ini, lanjutnya perlu diadakan sebuah event festival. "Rencananya tahun depan, Disbudparkab Aceh Tengah akan menggelar Festival Lut Tawar 2013," jelas Khalis yang juga jurnalis foto sekaligus peserta rally foto ini.
Hasil lomba rally foto berhadiah total Rp 15 juta ini, lanjut Irini rencananya dipamerkan di Banda Aceh dan Jakarta sebagai bentuk publikasi pra kegiatan agar nilai-nilai tradisi budaya masyarakat suku Gayo dan obyek-obyek wisata di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah terpromosikan.
Pemenang lomba rally foto ditentukan oleh dewan juri yang terdiri dari Akmal Adji Kurniawan dari Koordinator Pewarta Bidang Kebudayaan dan Pariwisata (Kowarbudpar), Bambang Widjarnarko, ketua Komunitas Fotografi Budpar (KFB) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Hasbi Azhar fotografer freelance Aceh.
Menurut Bambang, acara rally foto ini sebaiknya diselenggarakan setahun sekali di tempat berbeda secara bergantian. “Tujuannya agar obyek wisata baik aktivitas budaya maupun pariwisata daerah lain di Aceh juga terpromosikan sekaligus memacu kreativitas komunitas fotografer Aceh khususnya yang selama ini kurang terdengar di tingkat nasional,” imbuhnya.
23 peserta rally foto didominasi pekerja, jurnalis foto, dan mahasiswa dari Kota Banda Aceh, Kabupaten Bireuen, dan Kabupaten Aceh Tengah. Teuku Afie, peserta termuda yang baru lulus SMU mengaku senang ikut kegiatan lomba foto ini. "Asyiknya sambil hunting foto saya bisa sekalian berwisata ke beberapa obyek," aku anak muda berbadan subur yang bercita-cita jadi fotografer profesional ini.
Naskah: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: adji & agoenk
/span>
0 komentar:
Posting Komentar