Promosi Pariwisata Jangan Jeruk Makan Jeruk
Promosi adalah kata kunci untuk memperkenalkan produk dan jasa apapun, termasuk pariwisata. Sebagus apapun pariwisata yang kita miliki tanpa promosi yang dilakukan secara gencar, kontinyu, dan tepat sasaran baik itu waktu, tempat dan pangsapasarnya, maka akan sia-sia. Kesadaran untuk memperomosikan pariwisata kita belakangan ini memang kian membaik kendati masih banyak kekurangan disana-sini. Salah satunya masih banyak promosi pariwisata kita yang justru jeruk makan jeruk. Apa maksudnya?
Khalayak umum disini berarti masyarakat di luar daerah tersebut. Misalnya kalau ingin memperomosikan obyek wisata Indonesia di luar negeri, sebaiknya khalayak yang dituju adalah masyarakat di negara tersebut dengan harapan mereka kelak akan mengunjungi atau berwisata ke Indonesia. Bukan justru masyarakat Indonesia yang tinggal di sana seperti TKI, atau kerabat kedutaan Indonesia di sana. Itu sama saja jeruk makan jeruk.
Contoh lain, kalau ingin mempromosikan obyek wisata Lampung di Jakarta misalnya, pasar yang dituju adalah masyarakat yang ada di Jakarta atau dengan kata lain penduduk Jakarta yang menetap di Jakarta dari berbagai kalangan. Bukan warga Lampung atau tokoh-tokoh Lampung yang ada di Jakarta. Jika itu yang terjadi, itu namanya jeruk makan jeruk.
Untunglah, kesan jeruk makan jeruk itu tidak mengental dalam event bertajuk “Gebyar Pesona Budaya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bandar Lampung” di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (25/4/2012).
Semula kesan itu sempat hinggap dibenak saya termasuk beberapa pewarta senior yang selama ini mengamati perkembangan promosi pariwisata Indonesia dari waktu ke waktu.
Kesan itu berubah, ketika saya melihat yang hadir dalam acara tersebut, ternyata bukan semata dipenuhi oleh panitia baik itu dari pusat dalam hal ini Kementerian Pariwsitata dan Ekonomi Kretaif (Kemenparekraf) dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandar Lampung, pun ada sejumlah duta besar dan wakil dubes dari beberapa negara yang diundang.
Dari buku tamu yang hadir, saya mencatat setidaknya ada delapan (8) dubes yang hadir antara lain dubes Jepang, Kuba, Yaman, Equador, Tunisia, Rusia, Somalia, Bosnia, dan seorang wakil dubes dari Palestina.
Kehadiran mereka inilah yang menghilangkan kesan jeruk makan jeruk tadi. Meskipun sebenarnya jumlah mereka masih kalah besar dengan tamu yang hadir yang didominasi dari Kemenparekraf dan Disbudpar Kota Bandar Lampung. Sehingga kesan jeruk makan jeruk itu masih terasa.
Kenapa bisa ada promosi jeruk makan jeruk? Jawabannya karena masih banyak orang kita (SDM) termasuk di bagian promosi itu sendiri yang belum memahami apa itu 'binatang' bernama promosi.
Masih banyak SDM kita berpikir, promosi itu datang ke tempat orang lain dengan membawa panitia besar berpakaian serba seragam dengan hanya bekal membawa beberapa produk kerajinan dan kuliner, pementasan tari dan lagu serta brosur obyek wisata daerah ala kadarnya.
Yang lebih parah, ada kesan event promosi di luar kandangnya itu sebagai ajang silaturahmi sekalian jalan-jalan, mumpung ditanggung negara.
Masih sedikit yang mau mengkaji lebih jauh, siapa pasar yang semestinya mereka raih, lokasi promosi yang tepat serta didukung kemasan promosi yang menarik dilengkapi dengan paket-paket wisata yang sudah siap jual.
Jika yang dituju adalah kalangan dubes yang ada di Jakarta, undanglah sebanyak mungkin dubes. Berikan suguhan persembahan yang berkesan agar mereka yang datang tertarik untuk membawa minimal keluarganya, koleganya yang ada di kedutaan maupun bangsanya.
Apa yang ditampilkan oleh Disbudpar Kota Bandar Lampung pada malam promosi wisatanya di Jakarta sudah cukup baik. Sayangnya, masih ada beberapa kekurangan, soundsystem yang masih kurang bagus terkesan belum siap begitu juga dengan stand pamerannya yang kurang memikat.
Seharusnya kalau yang dijangkau kelas dubes, suguhannya sudah benar-benar siap tampil dan siap jual. Penampilan Sastra Tutur Lampung yang sebenarnya menjadi daya pikat, sempat ternoda karena sound system yang trouble. Untunglah kemudian ada Gamolan Pring atau gamelan asli Lampung yang terbuat dari bambu tampil menghentak sekalipun performance-nya terasa masih naggung.
Jika yang diundang sekelas dubes, paling tidak ada brosur berupa paket-paket wisata yang sudah siap jual dalam berbagai versi, minimal versi berbahasa Inggris yang kemudian dibagikan kepada seluruh dubes yang hadir dan tamu undangan lainnya. Tidak cukup hanya brosur berupa leaflet ataupun booklet berbahasa Indonesia tentang obyek-obyek wisata di Bandar Lampung atau daerah lain di Provinsi Lampung.
Peran industri parwisata, juga semestinya dilibatkan seperti travel agent, hotel, resto, spa, operator petualangan, rental mobil, dan lainya. Termasuk peran media khusus peliput pariwiata (online, cetak, dan elektronik), baik sebelum pra event, event maupun sesudah event agar kegiatan ini benar-benar terekspose maksimal.
Cik Din, musisi tradisional Lampung yang malam itu mendapat penghargaan, menghimbau promosi yang dilakukan pemerintah Kota Lampung seperti ini harus dilakukan secara kontinyu. Tidak cukup setahun sekali. “Semesatinya diadakan sebulan sekali di tempat berbeda sesuai target pasar yang dijangkau dengan suguhan seni dan budaya yang lebih siap,” imbaunya.
Lula Kamal, artis dan dokter yang pernah 10 tahun tinggal di Bandar Lampung dan sampai sekarang masih bolak-balik ke kota tersebut saban akhir pekan, mengakui pariwsata Lampung tertinggal dengan provinsi lain karena promosinya tidak gencar. “Maklum, Lampung bukan provinsi yang kaya. Baru belakangan ini mulai tancap gas. Saya pikir nanti kalau Jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Jawa dengan Lampung sudah jadi, pariwisata Lampung bakal semakin maju, “ jelas mantan None Jakarta yang malam itu menjadi pembawa acaranya.
Kendati masih ada beberapa kekurangan, paling tidak langkah yang diambil Disbudpar Kota Bandar Lampung dan didukung Kemenparekraf ini menjadi langkah awal untuk memperkenalkan obyek wisata yang ada di KotaBandar Lampung dan obyek-obytek lain yang sudah mendunia seperti Karakatau dan Sekolah Gajah Lampung di Way Kambas. “Saya berharap, lewat ajang ini dubes- dubes yang hadir kelak berkunjung ke Kota Bandar Lampung dan obyek-obyek lain di Provinsi Lampung,” kata Walikota Bandar Lampung Hermawan.
Wamenparekraf Sapta Nirwandara yang asli dari Lampung mengaku langkah ini sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan kepada dunia bahwa potensi parawisata dan ekonomi kreatif yang ada di Bandar Lampung dan daerah lain di Provinsi Lampung sangat besar. “Tinggal dikemas dalam paket-paket wisata seperti paket weekand di Bandar Lampung antara lain mengunjungi Gunung Krakakatau, ke sentra kerajinan kain tapis, mencicipi kuliner keripik pisang Lampung dan lainnya, “ imbuhnya.
Ke depan, biar tidak ada lagi kesan promosi jeruk makan jeruk, sudah semestinya SDM terkait baik di pusat maupun di daerah yang ingin memperomosikan daerahnya di kota lain, benar-benar menyiapkan produk dan jasa yang akan dipromosikan lebih siap, matang dan sudah dalam bentuk paket-paket wisata untuk pangsapasar yang dituju bukan untuk masyarakat dari daerah asalnya sendiri.
Biar lebih praktis, efisien, dan tepat sasaran. Bentuk kepanitian promosi kecil namun benar-benar andal. Jangan terlalu banyak panitia yang jadi penggembira saja. Ini untuk menghindari pemborosan anggaran yang sebenarnya dapat dipakai untuk lebih memaksimalkan promosi itu sendiri.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar