. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 01 April 2012

Perfilman Indonesia Bisa Semaju Korea dan Iran, Asal...


Di Asia, negara yang industri perfilmannya mendunia bukan hanya India. Film-film Korea dan Iran belakangan ini juga menyedot perhatian sineas dunia dan diminati pasar internasional. Kemajuan perfilman kedua negara itu, tak lepas dari campur tangan pemerintahnya yang serius, komit, konsekuen, dan konsisten membantu dan menciptakan iklim yang kondusif bagi kemajuan perfilmannya.

Contoh keseriusan itu dibuktikan oleh pemerintah Korea. “Setiap tahun pemerintahnya memberi subsidi 100 juta US dollar khusus untuk film,” jelas Christine Hakim dalam diskusi perkembangan perfilman Indonesia dalam rangka memperingati Hari Film Nasional di gedung Film Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Jum’at (30/3/2012).

Bukan cuma itu budget promosi film korea juga sangat luar biasa. “Korea setiap tahun membuat Korea night di sejumlah festival film internasional. Jadi bukan booth saja,” tambahnya.

Pemerintahnya, lanjut Christine sangat seriut, konsekuen, dan konsisten sehingga hasilnya juga bagus. “Jangan heran kalau sekarang market film Korea bukan hanya sampai di festival tapi juga pasar international di Eropa,” ungkapnya.

Dan Korea yang penduduknya sekitar 60 juta jiwa, box office filmnya sudah mencapai 10 juta lebih. “Sedangkan Indonesia 5 juta saja belum. Box office film Indonesia Laskar Pelangi 4,5 juta. Berarti 5 persen saja tidak sampai kalau dilihat dari jumlah penduduknya yang 200 juta lebih,” terangnya.

Lain lagi dengan Iran yang Islam-nya kenceng dan tak henti mendapat tekanan dari dunia Barat serta dilanda konflik antarnegara Arab juga tidak berkesudahan namun perkembangan perfilmnnya justru semakin bagus.

“Dialah satu-satu negara yang mempunyai festival film yang semua booth-nya diisi oleh produser-produser film dari negaranya sendiri. Tidak ada satu pun booth dari negara lain,” aku Christine yang baru balik dari Iran sebagai juri salah satu festival di sana.

Kendati tidak ada booth dari negara lain, ada 300 buyers dari dunia internasional yang membeli film-film Iran. “Bukan cuma film-film untuk TV-TV lokal di negar-negara mereka tapi juga untuk pasar internasionalnya,” jelasnya.

Menurut Christine, perfilman Indonesia punya kans maju sebagaimana perfilman Korea dan Iran. “Pasar film kita sangat besar sekali. Jakarta saja yang menjadi market pasar film terbesar di Indonesia penduduknya 20 juta lebih,” jelasnya.

Namun untuk mewujudkan perfilman Indonesia menjadi industri film yang mendunia, perlu perhatian khusus dari pemerintah. “Indonesia terdiri dari ribuan etnik seharusnya kebudayaan itu menjadi kementerian tersendiri. Kalau perlu undang-nya diubah untuk sebuah kebenaran dan untuk sebuah masa depan yang lebih baik,” jelasnya.

Sebagai studi banding, lanjut Christine tak ada salahnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu bersama dengan Wakil Menteri Bidang Kebudayaaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti ke Iran untuk melihat kemajuan perfilmannya.

“Tidak ada alasan, kalau perfilman Indonesia tidak bisa maju seperti perfilman Korea dan Iran. Toh Iran yang keadaan politiknya jungkir balik, industri filmnya tetap jalan bahkan membanggakan. Pasti Indonesia bisa bila kedua iron lady (red: Mari dan Wiendu) bersama dengan insan film Indonesia serius membangun perfilman Indonesia,” pungkas pemeran Cut Nyak Dien ini.

Selain Mari Elka Pangestu dan Wiendu Nuryanti, hadir beberapa insan film tanah air dalam perayaan puncak Hari Film Nasional 2012 seperti Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Roy Marten Christine Hakim, Jajang C Noer, dan Wulan Guritno.

Mari Elka Pangestu mengatakan untuk mengembangakan perfilman Indonesia tidak hanya soal anggaran tapi juga masalah kebijakan dan penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangannya. “Kita (red: Kemenparekraf dan Kemendikbud) memiliki Pekerjaan Rumah untuk memperbaiki kebijakan dan kelembagaan Badan Perfilman Indonesia (BPI) sebagai mitra pemerintah serta memperjuangkan anggaran perfilman yang lebih besar,” jelasnya.

Tahun ini, lanjut Mari anggaran untuk film masih sekitar 65 miliar dari Kemenparekraf sebesar 10 miliar dan dari Kemendikbud sebesar 55 miliar rupiah. "Tahun depan diharapkan anggaran tersebut semakin meningkat. Kita hanya mendukung untuk produksi film-filn yang bergenre penanaman karakter dan jatidiri bangsa bagi anak-anak, mengedepankan moralitas bangsa, bernilai sejarah, dan bermuatan kearifan tradisional atau lokal," tambahnya.

Windu Nuryanti mengatakan, komitmen dua kementrian harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh insan film. Kemendikbud sendiri memandang perfilmanan nasional bisa membentuk karakter bangsa. Untuk itu, perfilman nasional perlu diperkuat di hulunya, menggali kearifan lokal, dan memperbanyak penelitian.

"Saya optimistis akan ada kemajuan perfilman nasional setelah ada 2 kementerian yang hadir di perayaan hari Film Nasional kali ini," tegasnya.

Deddy Mizwar juga optimis perfilman Indonesia bisa maju dengan keberadaan dua kementerian yang menangani sektor perfilman nasional yakni Kemenparekraf dan Kemendikbud. “Untuk mewujudkan impian itu tak ada kata lain merubah paradigma selama ini. Serahkan perfilman Indonesia kepada orang-orang film yang kreatif bukan kepada pedagang,” jelasnya.

Sang Naga Bonar ini berharap, perayaan Hari Film Nasional kali ini dijadikan momentum untuk merubah paradigma itu. “Jangan lagi cuma acara seremonial. Tapi segeralah mencetak SDM bidang film berkualitas yang memahami perkembangan teknologi film yang cepat di era digitalisasi ini, termasuk menyiapkan sertifikasi kompetensi dan lainnya secara berkesinambungan,” imbaunya.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP