Kopi Indonesia Tidak Konsisten Dalam Kualitas
Saat ini produksi kopi Indonesia mencapai 200 ribu ton per tahun dan merambah eskpor hingga ke Jepang, Jerman, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat. Harga kopi Indonesia juga mengalami kenaikan di pasaran, kini harganya berkisar Rp80.000,- per kilogramnya. Tapi sayangnya kopi Indonesia kerap mendapat komplain dari buyers luar karena dinilai tidak konsisten dalam kualitas.
Mutu kopi Indonesia dinilai turun-naik sebagimana penilaian buyers dari Amerika, Eropa dan lainnya. “Sekarang bagus, besok kualitasnya jelek sehingga harganya pun turun naik, kata Executive Director Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI) Ina A. Murwani di Bandung beberapa waktu lalu.
Salah satu yang penting mengenai pengetahuan kualitas kopi itu belum merata dimiliki para pemain kopi mulai dari hilir ke hulu. Oleh karena itu para pemain kopi mulai dari petani sampai coffee teller kumpul bersama dan berkimitmen mengeluarkan specialy kopi yang menekankan pada kualitas. “Kopi special itu, tidak ada cacat dan ketika diseduh mengeluarkan citra rasa yang unik,” terang Ina.
Kopi secara umum ada 4 jenis, yaitu kopi arabica (coffea arabica), kopi robusta (coffea canephora), kopi liberica (coffea liberica) dan kopi excelso (coffea dewevrei). Di Indonesia umumnya dikenal 2 kopi saja yaitu kopi tubruk dan kopi instan atau disebut juga kopi arabica dan kopi robusta.
Kopi yang beredar di dunia saat ini secara umum terbagi menjadi 70% arabica dan 30% robusta. Indonesia merupakan penghasil kopi arabica terbaik di dunia, meskipun bukan penghasil kopi arabica terbesar di dunia.
Kopi Arabica, lanjut Ina biasanya ditanam di ketinggian 900 meter dpl. Contohnya di Gayo, Takengon diAceh, Mandheiling sekitar Danau Toba, Kintamani (Bali), Kawah Ijen (Jatim), Bajawa dan Maggarai di Flores (NTT), Toraja (Sulsel), dan Wamena di Papua.
“Kalau Robusta di dataarn redah seperti di Lampung. Tapi ada juga Robusta yang ditanam di dataran tinggi juga mutunya bagus. Makanya kita mencari specialy robusta juga,” ungkapnya..
Dari segi harga lebih mahal Arabica, karena rasanya unik. Bisa beda 2 dollar per kilo. Harganya lebih mahal dari robusta karena harus dirawat lebih teliti dan rasanya sangat bervariasi.
Rasa kopi Arabica di setiap daerah itu berbeda-beda. “Contohnya ada rasa coklat pada kopi Arabica gayo, dan ada rasa jeruk pada Arabica Kintamani, rasa floral atau rasa bunga di Kopi Arabica Flores, Toraja ada rasa herbal, dan kalau Mandheiling hampir mirip dengan Gayo, cuma lebih asam,” jelasnya.
Dari fisik membedakannnya agak susah. “Kemarin kita juga dapat robusta yang kecil-kecil Padahal biasanya Robusta besar-besar sedangkan Arabica kecil-kecil biji dan warnanya hijau kebiruan,” terangnya.
Indonesia adalah penjual robusta terbesar. Tapi para buyers biasanya mencari Arabica Indonesia.
Kenapa kopi Indonesia tidak menjadi minuman terpopuler di Indoneisa karena nilai produksi kopi Indonesia masih rendah. “Kita produsen ketiga setelah Brazil, Vietnam, baru kita. Sebenarnya dulu kita keempat setelah kolumbia. Tapi karena kolumbia kini sedang ganti pohon atau regenerasi, sehingga produksinya turun, jadi Indonesia bisa melampaui,” ungkapnya.
Produksi kopi arabica Indonesia pertahun arabika 100 ribu ton. Sedangkan Brazil 1-2 juta ton per tahun. Kalau kopi robusta Indonesia mencapai 500 ribu ton per tahun. “Indonesia lebih banyak robusta-nya," ujarnya.
Kopi Arabica Indonesia semuanya unggul cuma jumlah produksinya sedikit. Jumlah Arabica terbesar dari Indonesia berasal dari Aceh dan Sumut dan juga paling banyak dicari para buyers mancanegara. “Kalau Jepang suka kopi Toraja dan Bali. Sedangkan orang Amerika gemar Kopi Sumatera dan Aceh,” terangnya.
Penyelenggaraan Road to Indonesia Coffee Festival di Bandung dan nanti puncaknya di Bali, menurut Ina salah satu cara pemerintah dan para stakeholder kopi untuk memperkenalkan beragam kopi Indonesia yang berkualitas. "Acara ini positif sekali karena masyarakat jadi tahu akan macam-macam kopi Indonesia yang berkualitas, termasuk cara membuatnya yang benar. Dampak minus-nya, permintaan kopi akan meningkat namun tidak dibarengi dengan peningkatan produksi kopi berkualitas," jelasnya.
Kedepan, Ina berharap kemasan acara semacam ini terus ditingkatkan, dengan tetap memberikan penyuluhan tentang kopi Indonesia yang berkualitas baik lewat talk show, workshop maupun selebaran informasi tentang kopi-kopi Indonesia.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar