Film Indonesia Bergenre Drama Religi Diminati Timur Tengah
Film Indonesia bergenre drama religi Islam, pasarnya sangat luas. Peminatnya bukan hanya pasar dalam negeri tapi juga negara-negara Timur Tengah yang berbasis Islam, termasuk negara-negara non Islam yang memiliki komunitas Islam seperti Amerika, Rusia, dan China.
Film bernuansa Islam ini, lanjut Syamsul juga diminati negaar-negara Timur Tengah. “Contohnya film Ummi Aminah diminati Iran,” jelasnya.
Bahkan sejumlah negara yang tidak dominan Islam tapi ada komunitas-komunitas Islamnya seperti Amerika, Rusia, dan China. “Muslim di Rusia saja mencapai 23 juta orang dan merupakan peluang pasar juga. Karena mereka ingin melihat gambaran Islam dalam masyarakat Indonesia seperti apa,” jelasnya.
Dengan kata lain, film drama religi nilai jualnya amat tinggi dan marketnya besar. “Pasar domestiknya jelas sangat besar ditambah pasar dari negera-negara berbasis Islam dan non Islam yang memiliki komunitas Islam,” tambahnya.
Untuk menjaring pasar dalam negeri, lanjut Syamsul produser dan sutradaranya harus jeli mencari celah dalam memasarkannya. Stratregi yang dilakukan Aditya Gumay misalnya, menurutnya sudah tepat dengan mengundang para pemimpin majlis taklim untuk nonton film Ummi Aminah ini.
Sebelumnya, film Aditya Gumay yang bertajuk 'Mak Ingin Naik Haji' diputar di sejumlah masjid. “Ini salah satu strategi pemasaran yang tepat untuk film bergenre ini. Karena dia (Aditya Gumai_red) melihat pasarnya ada di sana maka dia memasuki strategi ke seqment pasar yang lebih spesifik ini,” jelasnya.
Dengan kata lain seorang produser dan sutradara drama religi, lanjut Syamsyul mesti jeli melihat pasarnya seperti apa dengan memasuki celah-celah strategi yang tepat.
Seorang produser, tambah Syamsul jangan hanya menghitung masa putar filmnya itu setahun. “Menurut teori perfilam, masa emas putar sebuah film itu sampai 17 tahun. Sebuah film bisa saja kelak diputar ratusan bahkan ribuan TV di dunia. Contohnya di dalam negeri film-film lama seperti warkop DKI sampai kini masih diputar di beberapa TV swasta. Sekali putar itu bisa puluhan juta biasa tayangnya. Jadi kalau setahun belum dapat hasil jangan frustasi. Karena masih panjang masa edar film itu,” jelasnya.
Aditya Gumay sang sutradara film Ummi Aminah mengatakan sengaja mengajak 100 pimpinan majelis taklim dan pengurus Parfi, pengajian Arafah, produser, orang-orang film dan lainnya sebagai strategi pemasaran film keempatnya ini.
“Saya ingin mencari celah pasar saja. Ibu-ibu pengajian yang jumlahnya ribuanitu akan lebih mudah dan mau datang ke bioskop untuk menonton film Ummi Aminah bila dihimbau oleh pimpinan majelis taklimnya,” jelasnya.
Menurutnya bila pasar ibu-ibu pengajian ini digarap dengan baik, bisa bisa menjadi penonton yang loyal khusus film-film Indonesia yang baik seperti film bergenre drama religi ini.
Aditya berharap film-film bergenre religi ini juga didukung oleh pemerintah dalam hal ini oleh Kemenparekraf. Karena bisa jadi film-film semacam ini tidak terlalu berhasil di bisokop kalau tidak didukung dengan mencari celah-celah pasar yang tepat sasaran.
“Agar film-film jenis ini terus diproduksi, ya subsidi atau dukungan lain dari pemerintah itu perlu,” akunya seraya menambahkan bahwa biaya produksi film Ummi Aminah sekitar Rp 4 miliar tanpa ada bantuan ataupun subsidi dari pemerintah.
Menyoal harapan subsidi untuk film-film religi Islam, Syamsul Lussa mengatakan subsidi pemerintah untuk film itu sebagaimana janji Menbudpar tahun lalu baru diperuntukkan husus untuk film-film bertema kepahlawanan dan anak-anak. “Kalau tahun ini nanti ternyata ingin ditingkatkan, termasuk ke film-film drama religi, kita tunggu instruksi Menparekraf Mari Elka Pangestu,’’ jelasnya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar