Plus Minus TIME 2011 di Lampung
Perhelatan Tourism International Mart & Expo (TIME) 2011 baru saja rampung di Lampung, tepatnya di Hotel Novotel, Bandar Lampung pada 12-14 Oktober 2011. Pasar wisata Indonesia ke-17 yang diikuti puluhan buyers mancanegara ini punya kelebihan sekaligus kekurangan dibanding penyelenggaraan TIME sebelumnya di Lombok, NTB. Apa saja plus minusnya?
Pemilihan Lampung sebagai tuan rumah menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta baik sellers dan buyers untuk mengikuti TIME 2011 ini. Para peserta pastinya mendapatkan atmosfir dan pengalaman baru, termasuk obyek wisata dan budaya Lampung. Terlepas apakah obyek wisata dan budaya yang dikunjunginya belum ataupun sudah dikemas dengan baik, aksesnya sulit ataupun mudah dijangkau dari pusat kota.
Lokasi Lampung yang cukup strategis dan dekat dengan Jakarta punya keuntungan tersendiri. Para peserta tak perlu membuang waktu untuk menjangkaunya. Dari Jakarta cuma 45 menit lewat udara dari Bandara Halim Perdana Kusuma dengan pesawat berbadan kecil Merpati M60, bahkan tak sampai 30 menit dari Bandara Internasional Soekarno Hatta dengan pesawat berbadan besar seperti Garuda dan Batavia Airlines.
Kelebihan lain, provinsi paling Selatan di Pulau Sumatera ini memiliki obyek wisata yang sudah mendunia seperti Gunung Krakatau, Way Kambas dengan sekolah gajahnya, dan Museum Lampung. Belum lagi dua obyek wisata bahari yang belakangan ini tengah naik daun seperti Tanjung Setia yang diminati para peselancar mancanegara dan Teluk Kiluan dengan atraksi alami lumba-lumba dan pausnya.
Tak bisa dipungkiri, obyek wisata tersohor dan atau sedang digandrungi wisatawan menjadi daya tarik tersendiri bagi para peserta untuk mengikuti pasar wisata Indonesia ini. Mereka, khususnya buyers dapat menilai keistimewaan sekaligus kekurangan usai melihat langsung obyek wisata yang bakal mereka beli dan pasarkan. Buktinya peserta TIME 2011 ini selain diikuti muka-muka lama juga hadir pendatang baru seperti dari Korea, Slovenia, Slovakia, Yunani, Republik Ceko, dan Meksiko.
Kesohoran Gunung Krakatau dan Way Kambas tak perlu diragukan lagi. Tapi bila yang dijual Lampung cuma itu tentu saja wisatawan bakal jenuh.
Untungnya ada Teluk Kilauan dan Tanjung Setia yang namanya kian mencuat ke permukaan. Kendati akses ke kedua obyek ini terbilang jauh dari Kota Bandar Lampung. Namun tak mengurangi minat wisatawan untuk mengunjunginya. Apalagi kalau aksesnya dibenahi, terutama jalannya, pasti pemintanya bakal bertambah.
Kedua obyek wisata ini punya seqment pasar tersendiri. Pasar utama Tanjung Setia agak spesifik yakni para penggila selancar, baik itu para surfer profesional, amatir maupun yang baru belajar. Sementara pasar Teluk Kiluan lebih luas, para pecinta hewan terutama lumba-lumba dengan pesona keindahan pantainya.
Bagi mereka yang menyukai kegiatan pemacu adrenalin dengan gelombang laut, soal jarak tempuh yang jauh dengan akses jalan yang belum seluruhnya beraspal mulus dan akomodasi terbatas, bukanlah penghalang. Para peminat kegiatan special interest ini bakal tetap enjoy menikmati fasilitas yang apa adanya asal kondisi alamnya tetap asri dan bersih serta masyarakatnya wellcome dengan mengedepankan rasa aman, nyaman, dan menyenangkan.
Lain halnya bagi wisatawan bergenre manja, yang menginginkan semuanya serba ada dan mudah. Mungkin mereka akan mengeluh dengan akses yang masih sulit itu. Tapi tak ada salahnya mendengarkan suara hati mereka.
Bila aksebilitasnya baik, akomodasinya beragam mulai dari homestay, kelas melati sampai hotel berbintang serta dilengkapi fasilitas pendukung lain seperti rumah makan, alat trasnportasi umum, warnet, money changer, obyek wisata buatan, special event, dan lainnya. Pasti Lampung akan meraup seqment pasar yang semakin luas dan beragam dari kedua obyek wisata ini.
Venue TIME
Dibanding venue TIME sebelumnya, Hotel Novotel yang menjadi lokasi penyelenggaraan TIME 2011 di Bandar Lampung sudah sangat memadai. Selain lokasinya strategis dan pemandangannya indah langsung ke Selat Sunda, salah satu hotel termegah di Lampung ini pun dilengkapi ballroom-nya elegan dan mewah, ditambah one stop entertainment di bagian bawah hotel berupa bilyar, karoke, live music room, dan lainnya.
Soal venue, Hotel Novotel, Bandar Lampung tak ada cacatnya. Bahkan lebih baik dibanding venue TIME sebelum-sebelumnya.
Sayangnya, ada beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan TIME 2011. Misalnya akomodasi buat rombongan media yang meliput acara ini terpisah jauh dengan Novotel. Belasan wartawan yang dibawa oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar), Jakarta termasuk travel writer dari Jepang misalnya ditempatkan di Bumi Kedaton Resort yang berada di pinggiran Kota Bandar Lampung. Waktu tempuh dari Kedaton ke Novotel dengan bis Damri yang kurang nyaman sekitar 30 menit. Jelas ini menggangu mobilitas wartawan yang ingin meliput TIME 2011.
Andai saja tim wartawan diinapkan di Novotel atau di hotel lain yang dekat dengan Novotel, pastinya akan jauh lebih baik dan praktis. Tidak buang-buang waktu untuk pergi-pulang dari tempat inap ke lokasi venue TIME 2011.
Berdasarkan pengamatan Travelplusindonesia juga beberapa sellers dan buyers, panitia pelaksana dalam hal ini Event Organizer (EO)-nya masih kedodoran dalam melaksanakan semua kegiatan selama TIME berlangsung. Sejumlah sellers dan buyers mengaku bingung mau melakukan apa hari ini dan seterusnya.
Kelemahan ini bisa jadi karena panitia belum menguasai medan venue dan Kota Bandar Lampung khususnya serta Lampung secara umum.
Kelemahan lain, entah kenapa Pemprov Lampung terlihat kurang greget, kurang aktif mempromosikan obyek-obyek wisatanya. Padahal hampir semua kabupaten di Lampung punya obyek wisata alam dan budaya yang layak dijual.
TIME merupakan kesempatan bagus untuk menjual semua obyek wisata tuan rumah, baik yang sudah tersohor maupun yang belum agar sellers dan buyers termasuk sejumlah media yang meliput, minimal mengetahuinya. Harusnya Pemprov Lampung lebih proaktif. Harus menyambut bola, jangan menunggu bola.
Dibanding TIME sebelumnya di Lombok, jumlah seller yang ikut juga jauh lebih banyak terdiri atas hotel, resort & Spa, airlines, disbudpar, travel agent, tour operator, cruise line operator, dan lainnya. Suasananya lebih ramai di Lombok dibanding di Lampung. Wajar bila transaksi yang dicapai ketika itu sebesar 17,8 juta dolar AS.
Tak bisa dipungkiri lagi, semakin banyak selller dan buyers yang ikut semakin meriah dan tentunya semakin tinggi transaksi yang bakal dicapai.
Untuk meramaikan TIME, sekurangnya harus diikuti 100 sellers dan 100 buyers. Dan sayangnya target itu tidak tercapai dalam TIME 2011 ini yang hanya diikuti 77 buyers dari 27 negara dan 84 sellers dari Indonesia. Jumlah itu jelas menurun dibanding peserta TIME di Lombok yang diikuti 118 buyers dari 22 negara dan 104 sellers dari Indonesia. Tuan rumah NTB, ketika itu begitu antusias mempromosikan sektor pariwisatanya, dibuktikan dengan menjadi peserta sellers terbanyak.
Pelaksanaan TIME ke-17 yang berbarengan dengan Festival Krakatau ke-21, di satu sisi ada nilai plus-nya. Pesertanya dapat sekaligus menyaksikan rangkaian acara yang disuguhkan dalam Festival Krakatau seperti grand opening yang disemarakkan dengan bermacam suguhan tari dan lagu serta pesta kembang api di Lapangan Korpri Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Bandar Lampung pada Rabu malam (12/10/2011.
Acara pembukaan dua event ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Lampung Sjachroedin ZP dan dihadiri Dirjen Pemasaran Kemenbudpar Sapta Nirwandar yang mewakili Menbudpar Jero Wacik. Selain itu bisa melihat Parade Budaya Nusantara pada hari berikutnya, dan mengikuti Tour Krakatau pada penutupan Festival Krakatau, Sabtu (15/10/2011). Minus-nya, panitia dan pesertanya jadi kurang fokus.
Andai saja acara ini terpisah, selain lebih fokus, Pemprov Lampung akan mendapat 2 keuntungan berbeda yakni dari kunjungan wisatawan yang datang khusus melihat Festival Krakatau, dan peserta TIME baik sellers dan buyers beserta panitia dan rombongan media yang meliputnya.
Melihat hasil pelaksanaan TIME 2011, Lampung masih pantas menjadi tuan tumah TIME berikutnya. Dengan catatan memperbaiki semua kekurangan penyelenggaraan TIME 2011.
Jadual semua acaranya harus jelas. Panitia pendamping buat sellers, buyers, tim wartawan, dan untuk tim travel writers mancanegara harus tersedia dan profesional.
Begitupun dengan penginapan buat seluruh peserta, tim wartawan, dan tim travel writers harus praktis, dekat dengan venue. Dan tak kalah penting penyediaan alat transportasi untuk kebutuhan mobilitas peserta, tim wartawan, dan tim travel writers termasuk penyediaan konsumsi (makan dan minumnya) harus benar-benar teratur dan tepat waktu.
Nasi Bungkus di Hotel Mewah
Jangan sampai terjadi lagi kejadian tim wartawan dan seorang travel writer dari Jepang telat santap siang dengan menu cuma nasi bungkus di hotel setaraf bintang 5. Kontras sekaligus ironi. Semestinya panitia harus sadar, tanpa ada keterlibatan media, gaung TIME pertama di Lampung sekaligus di Sumatera ini, tidak akan terdengar.
Bila Lampung dan panitia TIME 2011 tak mampu melakukan perbaikan, tak ada salahnya memberi kesempatan kepada provinsi dan EO lain yang lebih siap menjadi tuan rumah TIME dan panitia pelaksana berikutnya.
Berdasarkan penilaian beberapa sellers dan buyers, Kota Medan dan Padang adalah kandidat kuat untuk menjadi lokasi TIME di Sumatera berikutnya jika Lampung tak siap lagi menjadi tuan rumah yang jauh lebih baik dan profesional.
Perlu diingat, TIME yang digelar pertama kali tahun 1994 di Jakarta sudah terdaftar dalam kalender travel mart internasional bersama-sama dengan ITB Berlin, WTM London, Arabian Travel Mart (ATM), PATA travel mart, dan lainnya.
Sudah sepatutnya TIME sebagai pasar wisata Indonesia berskala dunia ini tergarap seprofesional mungkin dan menyenangkan semua pesertanya termasuk tim wartawan dan travel writers yang meliput. Apalagi sudah 17 kali terselenggara, dan tahun berikutnya TIME ke-18. Bila itu terwujud, jumlah peserta dan transaksinya dipastikan bakal meningkat, dan gaungnya pun turut mengangkat citra positif pariwisata Indonesia ke dunia internasional.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar