Ketika Lodong Bambu Bermesra dengan Keyboard
Cuma di Festival Musik Bambu Nusantara 5, Lodong bambu yang biasa digunakan orang Sunda untuk mengambil air, dirangkai menjadi sebuah alat musik pukul inovatif dan kemudian dikolaborasikan dengan keyboard. Hasilnya adalah komposisi musik yang tak biasa, elegan, dan tetap menghentak.
Itulah yang terjadi ketika Ozenk Percussion yang gawangi Ozenk pada perkusi dan vokal utama, Agus (kohkol parongong dan suling), Engkus (lodong), Agus (drum), Acep dan Ijo pada bras berkolaborasi dengan Dwiki Dharmawan, sang maestro keyboard Indonesia di hari kedua Festival Musik Bambu Nusantara 2011 yang digelar Kemenbudpar dengan Republik Entertainment di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Minggu (2/10/2011).
Musik Ozenk Percussion biasa menghentak, ngebeat, dan macho. Sedangkan Dwiki yang oleh Ozenk biasa disapa Kang Iki, terlanjur nge-jazz. Alhasil ketika kedua pengusung musik berbeda mahzab ini menyatu, yang terdengar di telinga dan tertangkap di mata bukan saja meriah, pun elegan.
Taburan bumbu jazz dari perminan keyboard suami penyanyi Ita Purnamasari ini, tak menghilangkan kesan laki dan gagah yang menempel di setiap hentakan musik dan penampinan Ozenk Percussion.
Ozenk dan Agus pada drum bukan kali pertama berkolaborasi dengan Dwiki. Keduanya pernah menjadi bagian dari kehebatan Band Krakatau yang dikomandoi Dwiki beberapa waktu silam. Atas ide Dwiki, Ozenk pun membuat grup musik sendiri yang menitikberatkan pada perkusi sehingga diberi nama Ozenk Percussion.
Tapi kolaborasi musik bambu Ozenk Percussion dengan Dwiki, inilah yang kali pertama terjadi di Festival Musik Bambu Nusantara kelima berlabel World Music Festival yang diikuti sejumlah negara antara lain Amerika Serikat, Jepang, dan Chili.
Komposisi pertama bertajuk Dongeng menjadi pembuka awal penampilan Ozenk Percussion featuring Dwiki Dharmawan. Dalam lagu bertema lingkungan ini, cuma alat musik tiup suling yang mewakili unsur musik bambu, berkolaborasi dengan keyboard Dwiki dan alat musik modern lainnya. Jadi sentuhan alat musik bambu belum begitu terasa.
Sebelum Ozenk Percussion membawakan lagu kedua bertajuk Tarung, tanpa Dwiki. Salah satu peniup suling-nya, Agus memperkenalkan dua alat musik bambu yang diberi nama Kohkol Paranggong yang biasa digunakan oleh orang Sunda sebagai kentungan untuk ronda malam, menjadi sebuah alat musik perkusi bambu yang unik. Satu lagi Lodong yang dimainkan Engkus, salah satu personil Ozenk Percussion yang berbadan besar.
Suara Ozenk yang rada nge-rock, dengan lagu berirama nge-rap ditambah musik yang menghentak dan dua tiupn bras, menjadikan kompisisi ini begitu ramai dan bikin semangat. Di nomor ini justru lebih dominan alat musik bambunya.
Lagu berikutnya, masih tanpa Dwiki, Ozenk Percussion membawakan lagu Minang Maya yang terinspirasi dari musik Minang, Sumatera Barat. Warna Minang begitu terasa ketika Agus beraksi dengan tiupan sulingnya. Sedangkan lagu keempat yang bertajuk Yang, warna Jawa Timur-annya terasa sekali terutama di melodi lagunya. Namun karakter musik Ozenk tetap kuat.
Sebelum membawakan komposisi terakhir lagu kelima, Ozenk meminta Dwiki kembali naik pentas. Sebelum beraksi mengawinkan musik bambu dengan keyboardnya, Dwiki sempat mengatakan semestinya setiap festival menghasilkan alat musik baru sebagaimana Festival Musik Bambu Nusantara kelima ini yang senimannya (Ozenk Percussion) berhasil membuat alat musik dari Lodong dan Kohkol Paronggong ini.
Dwiki pun meminta Engkus memainkan Lodong secara solo. Dilanjutkan Agus memperagakan keahliannnya memukul Kohkol dengan Paronggong-nya. Baru kemudian mereka bertiga berkolaborasi.
Meski singkat, aksi dadakan mereka bertiga mendapat applaus meriah penonton, di antaranya Dirjen Pemasaran Pariwisata Kemenbudpar Sapta Nirwandar yang menutup festival ini, didampingi Direktur Promosi Dalam Negeri Kemenbudpar M. Faried yang sehari sebelumnya membuka festival ini bersama dengan Wagub Jawa Barat Dede Jusuf, dan Ketua panitia Festival Musik Bambu Nusantara 2011 Dadang Jauhari.
Tepuk tangan kembali bergema sewaktu Ozenk Percussion kembali berkolaborasi dengan Dwiki di lagu terakhir. Pada komposisi ini, Dwiki tampil cukup dominan kendati tak sampai menenggelamkan ke-macho-an musik Ozenk Percussion.
Dalam nomor ini, Ozenk menunjukkan kebolehan lainnya memainkan Karinding, alat musik tiup dari bambu berukuran kecil. Suarannya begitu khas, bergaung seperti bunyi serangga hutan yang bernyanyi jelang malam hari.
Di nomor ini, tiga alat musik dari bambu yakni Suling, Lodong, Karinding, dan Kohkol Paronggong benar-benar kawin dengan keyboard dan berhasil menyuguhkan harmonisasi komposisi yang berbeda, tradisional tapi elegan.
Sejumlah penonton, termasuk beberapa orang bule yang rela merogoh koceknya Rp 50 ribu atau tiket terusan dua hari sebesar Rp 75 ribu untuk menyaksikan Ozenk Percussion duet dengan Dwiki Dharmawan ini, kembali bertepuk tangan sebagai tanda mereka puas atas sajian musik bergenre world music ini.
Melihat performa keduanya, belum lagi suguhan penampil lain pada malam kedua itu yakni Belawan dengan Gamelan Maestro Project-nya serta Saung Jabo, rasanya sudah pantas Festival Musik Bambu Nusantara ini diboyong ke Jakarta tahun depan, agar gaungnya lebih go international dan citranya kian berkelas.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Itulah yang terjadi ketika Ozenk Percussion yang gawangi Ozenk pada perkusi dan vokal utama, Agus (kohkol parongong dan suling), Engkus (lodong), Agus (drum), Acep dan Ijo pada bras berkolaborasi dengan Dwiki Dharmawan, sang maestro keyboard Indonesia di hari kedua Festival Musik Bambu Nusantara 2011 yang digelar Kemenbudpar dengan Republik Entertainment di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Minggu (2/10/2011).
Musik Ozenk Percussion biasa menghentak, ngebeat, dan macho. Sedangkan Dwiki yang oleh Ozenk biasa disapa Kang Iki, terlanjur nge-jazz. Alhasil ketika kedua pengusung musik berbeda mahzab ini menyatu, yang terdengar di telinga dan tertangkap di mata bukan saja meriah, pun elegan.
Taburan bumbu jazz dari perminan keyboard suami penyanyi Ita Purnamasari ini, tak menghilangkan kesan laki dan gagah yang menempel di setiap hentakan musik dan penampinan Ozenk Percussion.
Ozenk dan Agus pada drum bukan kali pertama berkolaborasi dengan Dwiki. Keduanya pernah menjadi bagian dari kehebatan Band Krakatau yang dikomandoi Dwiki beberapa waktu silam. Atas ide Dwiki, Ozenk pun membuat grup musik sendiri yang menitikberatkan pada perkusi sehingga diberi nama Ozenk Percussion.
Tapi kolaborasi musik bambu Ozenk Percussion dengan Dwiki, inilah yang kali pertama terjadi di Festival Musik Bambu Nusantara kelima berlabel World Music Festival yang diikuti sejumlah negara antara lain Amerika Serikat, Jepang, dan Chili.
Komposisi pertama bertajuk Dongeng menjadi pembuka awal penampilan Ozenk Percussion featuring Dwiki Dharmawan. Dalam lagu bertema lingkungan ini, cuma alat musik tiup suling yang mewakili unsur musik bambu, berkolaborasi dengan keyboard Dwiki dan alat musik modern lainnya. Jadi sentuhan alat musik bambu belum begitu terasa.
Sebelum Ozenk Percussion membawakan lagu kedua bertajuk Tarung, tanpa Dwiki. Salah satu peniup suling-nya, Agus memperkenalkan dua alat musik bambu yang diberi nama Kohkol Paranggong yang biasa digunakan oleh orang Sunda sebagai kentungan untuk ronda malam, menjadi sebuah alat musik perkusi bambu yang unik. Satu lagi Lodong yang dimainkan Engkus, salah satu personil Ozenk Percussion yang berbadan besar.
Suara Ozenk yang rada nge-rock, dengan lagu berirama nge-rap ditambah musik yang menghentak dan dua tiupn bras, menjadikan kompisisi ini begitu ramai dan bikin semangat. Di nomor ini justru lebih dominan alat musik bambunya.
Lagu berikutnya, masih tanpa Dwiki, Ozenk Percussion membawakan lagu Minang Maya yang terinspirasi dari musik Minang, Sumatera Barat. Warna Minang begitu terasa ketika Agus beraksi dengan tiupan sulingnya. Sedangkan lagu keempat yang bertajuk Yang, warna Jawa Timur-annya terasa sekali terutama di melodi lagunya. Namun karakter musik Ozenk tetap kuat.
Sebelum membawakan komposisi terakhir lagu kelima, Ozenk meminta Dwiki kembali naik pentas. Sebelum beraksi mengawinkan musik bambu dengan keyboardnya, Dwiki sempat mengatakan semestinya setiap festival menghasilkan alat musik baru sebagaimana Festival Musik Bambu Nusantara kelima ini yang senimannya (Ozenk Percussion) berhasil membuat alat musik dari Lodong dan Kohkol Paronggong ini.
Dwiki pun meminta Engkus memainkan Lodong secara solo. Dilanjutkan Agus memperagakan keahliannnya memukul Kohkol dengan Paronggong-nya. Baru kemudian mereka bertiga berkolaborasi.
Meski singkat, aksi dadakan mereka bertiga mendapat applaus meriah penonton, di antaranya Dirjen Pemasaran Pariwisata Kemenbudpar Sapta Nirwandar yang menutup festival ini, didampingi Direktur Promosi Dalam Negeri Kemenbudpar M. Faried yang sehari sebelumnya membuka festival ini bersama dengan Wagub Jawa Barat Dede Jusuf, dan Ketua panitia Festival Musik Bambu Nusantara 2011 Dadang Jauhari.
Tepuk tangan kembali bergema sewaktu Ozenk Percussion kembali berkolaborasi dengan Dwiki di lagu terakhir. Pada komposisi ini, Dwiki tampil cukup dominan kendati tak sampai menenggelamkan ke-macho-an musik Ozenk Percussion.
Dalam nomor ini, Ozenk menunjukkan kebolehan lainnya memainkan Karinding, alat musik tiup dari bambu berukuran kecil. Suarannya begitu khas, bergaung seperti bunyi serangga hutan yang bernyanyi jelang malam hari.
Di nomor ini, tiga alat musik dari bambu yakni Suling, Lodong, Karinding, dan Kohkol Paronggong benar-benar kawin dengan keyboard dan berhasil menyuguhkan harmonisasi komposisi yang berbeda, tradisional tapi elegan.
Sejumlah penonton, termasuk beberapa orang bule yang rela merogoh koceknya Rp 50 ribu atau tiket terusan dua hari sebesar Rp 75 ribu untuk menyaksikan Ozenk Percussion duet dengan Dwiki Dharmawan ini, kembali bertepuk tangan sebagai tanda mereka puas atas sajian musik bergenre world music ini.
Melihat performa keduanya, belum lagi suguhan penampil lain pada malam kedua itu yakni Belawan dengan Gamelan Maestro Project-nya serta Saung Jabo, rasanya sudah pantas Festival Musik Bambu Nusantara ini diboyong ke Jakarta tahun depan, agar gaungnya lebih go international dan citranya kian berkelas.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar