. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 30 September 2011

Rekomendasi World Batik Summit 2011 untuk Pengembangan Batik Indonesia



Seminar World Batik Summit (WBS) 2011 yang diikuti pembicara dalam dan luar negeri dari beragam profesi seperti peneliti, perancang busana, antropolog, kolektor, dan pengusaha batik, melahirkan sejumlah rekomendasi dalam upaya pengembangan batik Indonesia. Hani Winotosastro sebagai salah satu pembicara menyampaikan lima langkah yang harus dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan batik Indonesia. Apa saja?

Lima langkah untuk melestarikan dan mengembangkan batik Indonesia versi Hani Winotosatro yang disampaikan Gaura Mancacaritadipura di Jakarta Convention Center, sebelum penutupan WBS 2011, Jumat, (30/9/2011) adalah pertama, menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja dan perajin batik. Kedua, menggunakan warna alami. Ketiga, mengolah dan mendaurulang ulang limbah batik. Keempat, meningkatkan kreasi dan model produk batik seperti pakaian, sprei, gorden, taplak meja, dan lainnya. Dan kelima, memindahkan motif batik ke bahan lain seperti kayu, fiber, dan lainnya.

Sehari sebelumnya, Kamis (29/2011), Hani yang mewakili pengusaha batik kecil dan menengah di Jogja menyampaikan makalah berjudul “Batik sebagai Percakapan Warisan Budaya dan Modernitas”. Hani memiliki gagasan untuk menginventarisasi batik di seluruh Indonesia sebagai cara lain melestarikan Batik Indonesia.

Dia berhasil mengumpulkan pola dan motif batik Jogja dan juga menghidupkan kembali penggunaan warna alami dengan mengumpulkan tanaman-tanaman yang ada warnanya. Ada lebih dari 100 tanaman yang dapat dipakai untuk pewarnaan batik yang berhasil dikumpulkan Hani.

Hani menyampaikan makalahnya itu dalam sidang bertema “Kebudayaan Batik; Konservasi dan Modernitas” dengan 3 pembicara lainnya yakni seniman batik asal Inggris Noel Dyrenaforth, akademisi dan peneliti batik dari Jepang Prof. Masakatsu Tozu (Jepang), dan kolektor batik dari Jerman Rudolf G. Smend dengan moderator Gaura Mancacaritadipura, seorang penggemar batik.

Menurut Gaura, masing-masing pembicara menyampaikan sudut pandang yang jauh berbeda. Hani mewakili pengusaha batik UKM dan praktisi batik tradisional menyampaikan upaya-upaya pelestarian batik tradisional dan pengembangannya, Noel dari kaca mata sebagai seniman batik yang sudah berkarya selama 50 tahun, Prof. Masakatsu Tozu melihat batik dari sisi sejarahnya, dan Rudolf menyampaikan adanya akulturasi budaya dalam selembar batik yang kaya motif dan pola.

Maria Wronska Friend, antropolog dari Inggris yang tampil sebagai pembicara dalam sidang bertema lain yakni “Menciptakan Kreativitas Batik Menuju dunia” memberikan rekomendasi antara lain batik yang telah mampu bertransformasi secara luas, harus terus menciptakan produk-produk lain sesuai kebutuhan zaman. Rekomendasinya itu disampaikan Prof. Wiendu Nuryanti.

Setelah bersidang, para pembicara dan peserta WBS 2011 yang dibagi tiga kelompok, masing-masing mengunjungi Museum Tekstil di Tanah Abang, rumah batik Parang Kencana di Kemang, dan Museum Danar Hadi di Melawai, Kebayoran Baru. Di ketiga tempat tersebut, para panelis dan peserta melihat pameran, demo pembuatan batik, dan dialog interaktif.

WBS 2011 ditutup oleh Dirjen Nilai, Seni dan Budaya (NBSF), Kemenbudpar Ukus Kuswara yang berharap lewat forum ini batik bukan semata semakin menguatkan identitas dan karakter bangsa Indonesia di mata dunia, pun kian mampu meningkatkan perekonomian Indonesia, terutama para pengusaha dan perajin batik.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP