Memanjakan Mata dengan Biru dan Hijau Alami Pulau Weh
Pulau wisata tersohor banyak. Tapi tak semua berpanorama menawan dan mencuatkan warna biru dari air laut dan langit serta hijau dari hutan lebat di sepanjang perbukitannya. Satu di antara pulau cantik itu adalah Pulau Weh, di ujung Aceh. Birunya meneduhkan jiwa. Hijaunya menyejukan mata.
Dari Pelabuhan Ulee Lheu, Banda Aceh, Pulau Weh sudah terlihat dari kejauhan. Puncak-puncak perbukitannya berwarna kebiruan, bak tengah melambai-lambaikan tangan memanggil siapapun untuk segera menyambanginya.
Setibanya di Pelabuhan Ferry Sabang, warna asli perbukitannya baru terlihat jelas yakni ijo royo-royo, begitu kalau orang Jawa menyebutnya yang berarti hutan hijau yang rimbun dengan aneka pepohonan besar.
Dan setelah kita telusuri jalan menuju Danau Weh Aneuk Laot, Tugu Kilometer Nol Indonesia, Teluk Gapang, Iboih maupun ke Kota Sabang, kerapatan hutannya lebih jelas terlihat.
Rupanya beberapa bagian wilayah Pulau Weh sudah menjadi kawasan cagar alam dan hutan lindung yang keberadaannya sangat dilindungi. Namun di luar kawasan konservasi tersebut, kondisi hutannya tetap terpelihara dengan baik.
Beberapa perkebunan pinang, pisang, kelapa, coklat, dan tanamam komoditi utama lain milik warga, seakan menyatu dengan kerimbunan hutannya. Semuanya kompak menyuarakan warna senada HIJAU.
Ketika mobil menyusuri jalan berliku dan menurun menuju Danau Weh Aneuk Laot, sepintas mirip jalan di Ngarai Sihanok, Bukittinggi, Sumbar. Bedanya, suasana alam di danau ini lebih asri dan hijau. Sementara di sekitar Ngarai Sihanok, Bukittinggi semakin ramai dengan perumahan penduduk dan pembangunan lainnya.
Kesan hijau juga terasa di Kota Sabang. Sepanjang jalan utama di muka Kantor Walikota Sabang misalnya ditumbuhi pepohonan besar semacam pohon asam yang menawarkan suasana teduh dan asri.
Rupanya warga Pulau Weh menyadari betul arti menjaga kelestarian hutan baik di sekitar perbukitan maupun di halaman belakang rumahnya. Kalau hutan rusak otomatis bukan saja cadangan air bersih berkurang, perairan laut ikut tercemar, dan sejumlah bencana seperti longsor mengikutinya.
Sementara warna biru alami, hampir menyelimuti perairan yang mengelilingi pulau berbentuk huruf ‘W’ ini. Ada beberapa lokasi terbaik untuk mendapatkan warna biru alami tersebut, antara lain di Teluk Gapang.
Di perairan yang menjadi lokasi penyelenggaraan event lomba kapal layar Sabang International Regatta (SIR) 2011 ini, kita bukan cuma mendapatkan warna biru dari air laut yang jernih pun dari langitnya yang biru bening dan bersih.
Di teluk ini kombinasi biru laut, hijau hutan perbukitan, dan biru langit menjadi sebuah lukisan alam yang sempurna. Terlebih ada beberapa perahu layar yang menghiasi perairannya. Lengkap sudah pesona keindahannnya. Dan itu diakui sejak dulu oleh wisatawan mancangera termasuk peserta SIR 2011 dari Australia, Selandia Baru, Malaysia, Amerika Serikat dan lainnya.
Keasrian alam pulau seluas 153 Km persegi inilah yang memikat wisman bertandang. Agar terus diminati dan kunjungan wisman dan wisnus meningkat, tak ada pilihan selain terus menjaga alamnya.
Jangan sampai alam pulau yang dihuni sekitar 35.000 orang ini rusak sebagaimana terjadi di pulau atau detinasi lain akibat pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang membabibuta.
Untuk menghindari itu, pemerintah dan warga Pulau Weh harus mengantisipasi sedini mungkin kemungkinan terjadinya perubahan alam akibat peningkatan populasi dan pertumbuhan pembangunan. Bila terlambat, dipastikan nasibnya bakal serupa dengan pulau atau destinasi wisata alam lainnya yang semraut dan kemudian perlahan ditinggalkan wisatawannya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Dari Pelabuhan Ulee Lheu, Banda Aceh, Pulau Weh sudah terlihat dari kejauhan. Puncak-puncak perbukitannya berwarna kebiruan, bak tengah melambai-lambaikan tangan memanggil siapapun untuk segera menyambanginya.
Setibanya di Pelabuhan Ferry Sabang, warna asli perbukitannya baru terlihat jelas yakni ijo royo-royo, begitu kalau orang Jawa menyebutnya yang berarti hutan hijau yang rimbun dengan aneka pepohonan besar.
Dan setelah kita telusuri jalan menuju Danau Weh Aneuk Laot, Tugu Kilometer Nol Indonesia, Teluk Gapang, Iboih maupun ke Kota Sabang, kerapatan hutannya lebih jelas terlihat.
Rupanya beberapa bagian wilayah Pulau Weh sudah menjadi kawasan cagar alam dan hutan lindung yang keberadaannya sangat dilindungi. Namun di luar kawasan konservasi tersebut, kondisi hutannya tetap terpelihara dengan baik.
Beberapa perkebunan pinang, pisang, kelapa, coklat, dan tanamam komoditi utama lain milik warga, seakan menyatu dengan kerimbunan hutannya. Semuanya kompak menyuarakan warna senada HIJAU.
Ketika mobil menyusuri jalan berliku dan menurun menuju Danau Weh Aneuk Laot, sepintas mirip jalan di Ngarai Sihanok, Bukittinggi, Sumbar. Bedanya, suasana alam di danau ini lebih asri dan hijau. Sementara di sekitar Ngarai Sihanok, Bukittinggi semakin ramai dengan perumahan penduduk dan pembangunan lainnya.
Kesan hijau juga terasa di Kota Sabang. Sepanjang jalan utama di muka Kantor Walikota Sabang misalnya ditumbuhi pepohonan besar semacam pohon asam yang menawarkan suasana teduh dan asri.
Rupanya warga Pulau Weh menyadari betul arti menjaga kelestarian hutan baik di sekitar perbukitan maupun di halaman belakang rumahnya. Kalau hutan rusak otomatis bukan saja cadangan air bersih berkurang, perairan laut ikut tercemar, dan sejumlah bencana seperti longsor mengikutinya.
Sementara warna biru alami, hampir menyelimuti perairan yang mengelilingi pulau berbentuk huruf ‘W’ ini. Ada beberapa lokasi terbaik untuk mendapatkan warna biru alami tersebut, antara lain di Teluk Gapang.
Di perairan yang menjadi lokasi penyelenggaraan event lomba kapal layar Sabang International Regatta (SIR) 2011 ini, kita bukan cuma mendapatkan warna biru dari air laut yang jernih pun dari langitnya yang biru bening dan bersih.
Di teluk ini kombinasi biru laut, hijau hutan perbukitan, dan biru langit menjadi sebuah lukisan alam yang sempurna. Terlebih ada beberapa perahu layar yang menghiasi perairannya. Lengkap sudah pesona keindahannnya. Dan itu diakui sejak dulu oleh wisatawan mancangera termasuk peserta SIR 2011 dari Australia, Selandia Baru, Malaysia, Amerika Serikat dan lainnya.
Keasrian alam pulau seluas 153 Km persegi inilah yang memikat wisman bertandang. Agar terus diminati dan kunjungan wisman dan wisnus meningkat, tak ada pilihan selain terus menjaga alamnya.
Jangan sampai alam pulau yang dihuni sekitar 35.000 orang ini rusak sebagaimana terjadi di pulau atau detinasi lain akibat pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang membabibuta.
Untuk menghindari itu, pemerintah dan warga Pulau Weh harus mengantisipasi sedini mungkin kemungkinan terjadinya perubahan alam akibat peningkatan populasi dan pertumbuhan pembangunan. Bila terlambat, dipastikan nasibnya bakal serupa dengan pulau atau destinasi wisata alam lainnya yang semraut dan kemudian perlahan ditinggalkan wisatawannya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar