Memupuk Multikulturalisme di Lembah Hijau
Sejumlah pelajar Sekolah Mene-ngah Pertama (SMP) se-DKI Jakarta baru saja mengikuti kegiatan sosialisasi budaya damai dalam masyarakat multikultural di Indonesia dalam bentuk dialog interaktif dan outbond. Acara yang digelar Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ini berlangsung di Lembah Hijau Mountain Resort Hotel, Ciloto, Puncak, Jawa Barat, selama 2 hari Sabtu-Minggu (3-4/4).
Ada 30 SMP se-DKI Jakarta yang mengikuti kegiatan ini. Masing-masing sekolah diwakili 2 pelajar berprestasi yang ditunjuk oleh masing-masing sekolah dan mendapat ijin dari orang tua. Karena sesuatu hal, antara lain sakit, 3 pelajar berhalangan hadir sehingga jumlah peserta yang mengikuti kegiatan ini 57 pelajar berbeda suka, budaya, dan agama.
Rombongan pelajar berangkat dengan 3 bus dari halaman Gedung Sapta Pesona, Jakarta pukul 7.20 WIB menuju Puncak Bogor. Setibanya di lokasi, langsung menuju aula Lembah Hijau Resort untuk mengikuti acara pembukaan.
Acara dibuka secara resmi oleh Sekretaris Jenderal Kemenbudpar, Wardiyatmo setelah Staf Ahli Menteri Bidang Multikultur Kemenbudpar Sri Rahayu Budiarti menyampaikan laporan kegiatan ini. Menurut Sri Rahayu Budiarti dengan kegiatan ini diharapkan Kemenbudpar mendapat masukan mengenai potret pelajar khususnya para siswa SMP mengenai pandangannya sebagai anak Indonesia baik kendala, peluang maupun harapannya. “Berdasarkan itu, Kemenbudpar dapat menyusun kebijakan multikulturalisme yang bermuara pada pembangunan karakter dan jatidiri bangsa sejak dini,” jelasnya.
Dalam sambutannya Wardiyatmo berpesan kepada panita untuk menyampaikan pembekalan sosialisasi budaya damai ini dengan bahasa sederhana sesuai tingkatan pelajar SMP “Bisa lewat mendongeng, diselingi pantun atau puisi dan permainan yang menarik agar makna multikurlturasilme mudah diserap pelajar dalam prilaku nyata,” imbuhnya. Sedangkan bagi peserta, Wardiyatmo berpesan agar pelajar menceritakan kepada teman-temannya apa saja yang didapat dalam pembekalan sosialisasi budaya damai ini.
Usai makan siang, peserta mengikuti dialog interaktif dengan menghadirkan 3 narasumber yang dipandu Asep Kambali, pendiri Komunitas Historia Indonesia, pencinta bangunan bersejarah sebagai moderator. Pembicara pertama pendongeng anak sekaligus guru besar UI Murti Bunanta yang membawakan beberapa dongeng terkait multikulturalisme.
Pembicara kedua pemuda berprestasi Shofwan Al Banna Choiruzzad yang menyajikan makalah bertajuk "Jangan Cuma Superter Bola!" yang mengajak peserta untuk menjadikan agama sebagai inspirasi bagi kemajuan dan kedamaian.
Dilanjutkan pembicara ketiga Aisah Dahlan dengan mengetengahkan bahasan "Multikulturalisme Dalam Perspektif Nasional" yang mengajak peserta untuk memahami bahwa manusia diciptakan Tuhan dalam keanekaragaman kebudayaan, oleh karena itu pembangunan manusia harus memperhatikan keanekaragaman tersebut. “Dalam konteks pembangunan Indonesia, harus didasarkan atas multikulturalisme mengingat kenyataan negeri ini berdiri di atas keragamanan budaya,” jelas Aisah.
Dalam dialog interaktif, sejumlah pelajar ikut aktif berdialog dengan melontarkan pertanyaan yang menarik dan membuat narasumber tercengang.
Selepas makan malam, acara dilanjutkan dengan pengumuman juara lomba esai. Menurut Sri Rahayu Budiarti, esai yang dibuat masing-masing pelajar bagus semuanya, sesuai dengan tema multikulturalisme. Tim juri akhirnya menentukan 6 pemenangnya, yakni:
-Harapan III Umi Latifah dari SMU 84 Jakarta Utara, judul “Aku Bangga Indonesia Kaya akan Alam dan Budaya”.
-Harapan II Adityo Binowo dari SMP Kolese Kanisius Jakarta Pusat, judul “Memandang Masa Depan Indonesia”.
-Harapan I Hani Ramadhani dari SMP 75, judul “Jadikan Indonesia Permata Dunia Melalui Museum”.
-Juara II Muhammad Arlis dari SMPN 115 Jaksel, judul “Menjaga Potensi Bangsa Indonesia dan Melestarikan Menjaga Keanekaragaman Budaya”.
-Juara I, A. Szami Ilham dari SMP Labschool Kebayoran, judul “Aku Ingin Berbuat Sesuatu untuk Indonesia yang Lebih Baik”.
-Juara I Irfan Fadillah dari SMP Budi Luhur, judul “Mengapa Kasus Pengklaiman Budaya Indonesia oleh Negara Lain Dapat Terjadi?”. Pemenang pertama berhak atas hadiah uang sebesar Rp 750.000.
Dalam esainya, Irfan yang berhasil menjadi juara pertama mempertanyakan mengapa banyak budaya Indonesia yang diklaim oleh negara lain seperti angklung, batik dan lainnya. Pelajar kelas 1 ini juga mengungkapkan keperhatiannya terhadap realita banyaknya Warga Negara Indonesia yang tidak bangga dengan kebudayaannya sendiri. “Buktinya kalau berwisata banyak orang Indoensia yang lebih senang ke Singapura atau Malaysia, cuma untuk belanja. Padahal di Indonesia lebih banyak dan indah obyek wisata dan budayanya,” jelasnya.
Mendaki Bukit
Pada hari kedua, usai sarapan, peserta melakukan kegiatan outbond dengan mendaki bukit di belakang penginapan. Peserta di bagi menjadi beberapa kelompok. Peserta harus mendaki medan menanjak dan berhutan pinus serta melewati beberapa pos yang dijaga panitia. Di setiap pos, kelompok peserta diberi pertanyaan seputar obyek wisata dan budaya serta menyanyikan lagu daerah dan nasional.
Kemudian peserta kumpul di tengah lapang rumput untuk memainkan sejumlah games yang bertujuan membentuk kerjasama kelompok (team building). Lagi-lagi, panitia yang dipandu oleh Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) selaku event organizer kegiatan ini, memberikan permainan yang bermuatan multikulturalisme. Seluruh peserta nampak begitu antusias menikmati permainan di lapangan rumput hijau berudara sejuk pegunungan, berpemandangan indah berlatar Gunung Gede dan Pangrango serta sejumlah perbukitan khas kawasan Puncak.
Sebelum kegiatan ini ditutup secara resmi oleh Sri Rahayu Budiarti yang mengikuti acara dari awal hingga akhir. Panita memberikan penghargaan baik kepada peserta, tim juri, dan panitia RISKA. Ada penghargaan untuk peserta terbaik, teraktif, dan peserta tergokil (tergila).
Terpilih sebagai peserta terbaik dalam kegiatan Sosialisasi Budaya Damai ini, A. Szami Ilham dari SMP Labschool Kebayoran. Menurut pelajar kelas 2 berusia 13 tahun ini, banyak manfaat yang didapat dari kegiatan ini antara lain mendapat banyak teman, ilmu, dan rasa cinta tanah air serta pemahaman keragaman suku dan budaya bangsa ini. “Saya berharap kegiatan ini dapat diteruskan setiap tahun dan kalau bisa waktunya diperpanjang lagi agar lebih banyak kegiatan yang didapat,” imbaunya.
Usai makan siang, rombongan peserta menuju Istana Bogor. Sepanjang perjalanan menuju istana presiden tersebut macet. Untungnya rombongan tiba pukul 4 sore lebih dan petugas istana masih mengijinkan masuk.
Selepas menikmati sejumlah koleksi di dalam dan di luar serta serta berfoto bersama di depan Istana Bogor, rombongan kembali ke Jakarta. Sepanjang perjalanan, nampak kehangatan antar pelajar berbeda sekolah ini terjalin lebih akrab, tidak seperti sewaktu berangkat. Canda dan gurau tercipta di dalam bus yang diisi kelompok 1 dan 2, menghadirkan tawa tiada putus. Rupanya kegiatan Sosialisasi Budaya Damai yang baru saja dilakukannya, berhasil memupuk mutikulturalisme di antara mereka.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar