. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Kamis, 08 April 2010

Pengembangan Obyek Minat Khusus Luar Jawa & Bali



Selain destinasi yang sudah populer di 14 provinsi, tahun ini Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan (Kemenbudpar) juga akan fokus mengembangkan sejumlah obyek wisata minat khusus yang kian favorit antara lain Raja Ampat dan Wakatobi. Namun untuk urusan biaya masuk, akomodasi, dan tarif kegiatan di masing-masing obyek tersebut diserahkan pihak pengelola atau investornya.

Selain destinasi yang sudah populer di 14 provinsi, tahun ini Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan (Kemenbudpar) juga akan fokus mengembangkan sejumlah obyek wisata minat khusus yang kian favorit antara lain Raja Ampat dan Wakatobi. Namun untuk urusan biaya masuk, akomodasi, dan tarif kegiatan di masing-maing obyek tersebut diserahkan pihak pengelola atau investornya.

Demikian disampaikan Sekretaris Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenbudpar Winarno Sudjas disela-sela diskusi dengan sejumlah media yang tergabung dalam Forum Wartawan Kebudayaan dan Pariwisata (Forbudpar) di Hotel Ambhara, Jakarta, (8/4).

Pengembangan obyek wisata minat khusus di luar Jawa dan Bali tersebut, lanjut Winarno terkait adanya perubahan tren atau prilaku wisatawan. “Dulu banyak wisatawan yang berwisata konvensional seperti ke Borobudur kemudian melihat tari-tarian. Belakangan ini banyak yang berwisata special interest atau minat khusus seperti diving, hiking, dan lainnya,” jelasnya.

Dalam pengembangan obyek wisata minat khusus tersebut, tambah Winarno, Kemenbudpar bersinergi dengan kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kelautan, dan Pekerjaan Umum (PU). “Dari Perhubungan misalnya menyediakan kapal laut atau pesawat ke obyek wisata tersebut, sedangkan PU membuat fasilitas umum seperti toilet, tempat sampah, dan lainnya di masing-masing obyek,” terangnya.

Menyoal mahalnya biaya wisata di obyek-oyek minat khusus seperti di Raja Ampat yang kerap dikeluhkan wisatawan domestik, Winarno menjelaskan itu tergantung kelengkapan dan kualitas fasilitas obyek tersebut. “Bisa jadi investor yang membangun obyek tersebut, sejak semula memang membidik pangsapasarnya untuk wisatawan asing dengan tarif sesuai kualitas dan kelengkapan fasilitasnya. Kalau tarifnya diturunkan, mungkin mereka sulit balik modal atau dapat untung,” jelasnya.

Kemenbudpar, lanjut Winarno tidak bisa campur tangan dalam urusan penetapan biaya atau tarif dalam menikmati obyek tersebut, karena itu urusan investor atau pengelolanya. “Pemerintah hanya mengembangkan supaya obyek tersebut semakin berkembang dan dikunjungi wisatawan dengan cara menyediakan sarana dan prasarananya,” ungkapnya.

Menjual paket wisata minat khusus dengan harga murah, menurut Winarno juga bukanlah solusi tepat untuk menjaring banyak wisatawan. “Biarlah paket tersebut mahal karena memang tidak ada di negara lain. Yang terpenting bagaimana kita mengemas keunikan setempat dengan baik dan menarik serta menjaga keamanan dan kenyamanan agar wisatawan betah dan lebih lama tinggal,” terangnya.

Menyinggung diskusi hari ini yang juga menghadirkan pembicara wartawan senior H Khodiyat dengan moderator Koko Sudjatmiko, Winarno menjelaskan tujuannya antara lain untuk meningkatkan wawasan pers khusus Budpar sekaligus peranan Humas Budpar dalam mempermudah kinerja wartawan dalam peliputannya. “Diskusi ini sebagai titik awal membuka wacana baru kerjasama antara Kemenbudpar dengan media. Dan akan dilanjutkan dengan diskusi-diskusi berikutnya,” janjinya.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP