. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 19 Juli 2022

Curug Bunar, Sepenggal Surga di Gunung Cakrabuana


Sepenggal surga tersembunyi di Gunung Cakrabuana itu bernama Curug Bunar.

Begitu kesan pertama ketika saya tiba di air terjun (curug) Bunar, Senin (18/7/2022) pagi bersama tiga anak muda berdarah Sunda Maulana, Acha, dan Suhud.

Kenapa bisa muncul kesan seperti itu? Ya karena curug bertingkat dua yang sering juga disebut Curug Gedong itu letaknya tersembunyi, masih asri dalam artian belum ada fasilitas atau sarana prasarana (sarpras) sebagai objek wisata, namun menawarkan keindahan yang masih begitu alami dan indah, bak sepotong surga.

Airnya jernih dan dingin mengalir dari sungai alami di pedalaman hutan Gunung Cakrabuana, lalu tumpah dan meluncur bebas di antara tebing bebatuan berwarna hitam setinggi sekitar 7 meter di tingkatan pertama.

Mengingat tumpahan airnya tidak terlampau besar dan deras, tebing di curug tingkatan pertama ini kabarnya pernah dipakai untuk latihan turun tebing atau rappelling dengan menggunakan tali karmantel, carabiner, harness, webbing, dan peralatan turun tebing lainnya.

Di kiri kanannya, tumbuh berbagai tanaman hutan, seperti pakis dan lainnya yang menambah keartistikan parasnya.


Tumpahan air dari tingkatan pertama kemudian melewati bebatuan beragam bentuk, lalu kembali terjun bebas menjadi air terjun tingkatan kedua yang tingginya sekitar 3 meter.

Tumpahan airnya di tingkatan kedua membentuk kolam alami yang bisa kita gunakan untuk berendam sekaligus berenang sepuasnya. 

Mandi di kolam alaminya, dijamin mampu mengembalikan kesegaran badan, usai treking melewati perkampungan, perkebunan teh, dan hutan di kaki Gunung Cakrabuana.

Sebenarnya rencana saya ke Curug Bunar itu, terjadwal hari Minggu (17/7/22) usai mengikuti "Aksi Penanaman 1000 Pohon" di Puncak Jamiaki, Kabupaten Ciamis. Namun urung, lantaran tiba di Kampung Cibunar, Desa Sukapada, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, tepatnya di kaki Gunung Cakrabuana sudah kesorean.

Akhirnya keesokan paginya, setelah bermalam di salah satu rumah penduduk setempat, saya yang berdomisili di Jakarta bersama Maulana dari Tasikmalaya, Acha (Parung), dan Suhud dari Garut berniat bulat ke Curug Bunar sekalipun sama-sama tidak tahu jalur treknya karena memang keempatnya belum pernah ke sana.

Berbekal informasi dari beberapa rekan yang sudah pernah ke Curug Bunar dan ditambah data dari penduduk Kampung Cibunar, akhirnya dari tempat menginap kami berangkat dengan dua sepeda motor menuju rumah terakhir di kampung tersebut yang berbatasan dengan bumi perkemahan (bumper) dan perkebunan teh Cibunar.

Setelah parkir motor, kami langsung jalan kaki menuju perkebunan teh melewati bumper yang saat itu penuh dengan tenda dome untuk tidur, pleton, toilet, dan tenda khusus untuk mandi.

Rupanya di bumper itu sedang ada kegiatan Women Jungle Survival Course (WJSC) 2022 yang diadakan oleh salah satu merek produk peralatan kegiatan alam bebas ternama. 

Kabarnya kegiatan yang bertujuan untuk melatih perempuan yang menyenangi kegiatan alam bebas agar mampu bertahan hidup dalam situasi darurat di gunung dan hutan ini, diikuti puluhan peserta perempuan dari seluruh Indonesia dengan memberikan sejumlah materi teknik hidup di alam bebas atau survival, baik di kelas maupun di lapangan/alam, tepatnya di hutan Gunung Cakrabuana yang memiliki keanekaragaman hayati melimpah.


Selepas melewati bumper, kami terus menuju bagian atas perkebunan teh. Pagi itu kabut Gunung Cakrabuana turun sampai menutupi bagian atas perkebunan teh. Sungguh menawarkan pesona berbeda, jelas lebih artistik.

Suhud menyempatkan waktu mengabadikan pemandangan menawan itu dengan HP yang diletakkan di atas sebuah batu di tengah perkebunan teh.

Setelah melewati perkebunan, ada tiga anak jalan ke kiri, kanan, dan ke atas. Kami  memilih arah ke atas dengan trek menanjak. 

Tak lama berselang, kami bertemu dengan perkebunan kopi. Setelah itu melewati trek yang benar-benar bikin saya jatuh cinta, lantaran seketika mengingatkan saya akan trek alami (natural trail) hutan Gunung Salak yang ada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Trek itu begitu rimbun dengan aneka tanaman, sampai membentuk terowongan semak belukar. 

Acha menemukan beberapa tanaman dan buah hutan yang dapat dimakan dan atau sebagai obat-obatan seperti blueberry hutan yang sudah matang, pakis/paku muda, dan lainnya.

Akhirnya kami tiba di sebuah  tanah datar seperti tempat nge-camp atau berkemah alami.

Sadar kalau trek itu bukan menuju ke Curug Bunar, kami memilih kembali ke trek sebelumnya lalu mengambil trek alami lainnya menuju suara gemuruh air terjun. 

Rupanya trek yang kami pilih itu langsung menuju bagian bawah Curug Bunar. Lantaran tak ingin cepat sampai dan ingin melihat bagian atas curug tersebut, kami kemudian mencari trek alami lainnya menuju bagian atas.

Kali ini treknya pun tak kalah seru. Sepertinya jarang sekali dilewati orang. Lagi-lagi saya bergumam, trek seperti inilah yang didamba pendaki gunung/pecinta alam yang berjiwa petualang, bukan trek wisata. 

Setiap kali melewati trek menanjak, tak lupa saya berzikir dengan berucap "Allahu Akbar". Dan ketika melalui trek menurun yang curam dan licin, tak lupa pula berkata "Subhanallah". 

Cara itu selalu saya terapkan di alam saat mendaki gunung dan lainnya, sebagai tanda selalu mengingat dan memuji-Nya baik dikala senang maupun susah, sekaligus sebagai "obat" penguat fisik dan mental yang ampuh.

Akhirnya kami tiba di sungai yang menjadi hulu dari Curug Cibunar. Kondisi sungainya sebenarnya tidak terlalu lebar namun airnya mengalir jernih, sepertinya tak pernah kering sepanjang musim lantaran hutan di bagian atasnya masih terjaga keasriannya, lebat dan rapat.

Usai mengabadikan sungai tersebut, termasuk tumpahan airnya yang membentuk Curug Bunar tingkatan pertama, kami kembali ke trek awal menuju lantai Curug Bunar tingkatan kedua.

Setibanya di sana, saya langsung berucap kagum: "Masya Allah indah dan asrinya, Alhamdulillah masih diberi kesempatan menikmati maha karya-Mu".

Tak kuasa menahan godaan kolam alami yang ada di bawah tumpahan Curug Bunar tingkatan kedua, saya langsung lepas rain coat, kaos, dan celana panjang, hanya menggenakan sempak (celana dalam) lalu mandi di bawah guyuran air terjun yang bersuhu dingin. (Tapi sebelum mandi saya sempatkan berdoa supaya aman dan tidak ada "penghuni" yang mengganggu). 

Tak lama kemudian, Suhud menyusul, ikut mandi. Sementara Acha dan Maulana langsung menuju Curug Bunar tingkatan pertama.

Puas melihat-lihat pesona Curug Bunar tingkatan pertama, Acha dan Maulana kembali menuju Curug Bunar tingkatan kedua lalu masak air untuk menyeduh kopi dan mie goreng buat sarapan di atas bebatuan.

Selepas mandi, saya dan Suhud bergabung dengan mereka lalu menikmati kopi dan mie goreng yang dicampur kacang goreng dan daun pohpohan yang tumbuh subur di sekitar curug. Alhamdulillah, nikmatnya.


Selesai sarapan, giliran Acha dan Maulana yang mandi di curug tingkatan kedua. Acha bahkan melakukan aksi petualangan dengan memanjat tebing curug tingkatan kedua menuju curug tingkatan pertama. Dan dia berhasil. Sementara Maulana yang berambut panjang lurus sebahu, melakukan aksi teatrikal kocak yang bikin kami tertawa.

Sebagai bentuk kesadaran menjaga keasrian Curug Bunar, kami sama sekali tidak menggunakan shampoo dan sabun saat mandi. Satu lagi, sisa sampah logistik seperti bungkus mie, kopi, dan lainnya, kami masukkan dalam kantong plastik, lalu kami bawa turun.

Kami berharap, siapapun yang berkunjung ke Curug Bunar yang indah dan masih alami ini pun melakukan hal yang sama seperti yang kami terapkan, agar keasrian sepenggal surga tersembunyi di Gunung Cakrabuana ini tetap terjaga.

Buat Anda yang ingin menikmati pesona asri Curug Bunar, bisa memulainya dari pusat Kota Tasikmalaya yang berjarak sekitar ±35.32 Km dari Kantor Walikota Tasikmalaya. Dari pusat kota Tasikmalaya mengambil arah ke jalan Ciawi, kemudian belok ke kanan menuju Kecamatan Pageurageug. Dari jalan raya Pageurageung selanjutnya belok ke kiri menuju arah Desa Sukapada.

Sekitar 14 kilometer melewati jalan yang meliuk-liuk, menurun, dan menanjak dengan kondisi beberapa jalannya tak lagi beraspal mulus, Anda akan sampai di parkiran area rumah perkampungan. 

Usai parkir kendaraan langsung treking menuju curug. Kalau Anda belum pernah ke sana, ada baiknya dipandu warga setempat. Kecuali kalau Anda nekat dan berjiwa petualang, boleh-boleh saja menjajal menyusuri treknya tanpa bantuan pemandu seperti yang kami lakukan. Namun harus pandai membaca jejak alam, orientasi medan, dan tentunya diiringi dengan doa serta kesabaran. 

Sebelum pulang, Anda bisa beli kopi bubuk ataupun teh khas Cibunar sebagai oleh-oleh. 


Jalur Pendakian & Status
Mengingat Gunung Cakrabuana yang berketinggian 1.721 meter di atas permukaan laut (Mdpl) berada di tapal batas antara 3 kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut (Malangbong), Kabupaten Tasikmalaya (Pagerageung) dan Kabupaten Majalengka (Lemah Sugih), membuat jalur pendakian ke puncaknya pun banyak, salah satunya Jalur Bunar yang berada di Kampung Cibunar, Desa Sukapada, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya. 

Pilihan jalur pendakian lainnya, ada Jalur Sukanyiru yang berada di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang; Jalur Cakrawati Lemah Putih, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka; dan jalur dari arah Barat dari Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut.

Sebagai pengingat, Gunung Cakrabuana pernah diusulkan statusnya menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) oleh sejumlah warga  yang daerahnya berbatasan langsung dengan gunung tersebut.

Usulan itu tentu bukan tanpa sebab. Soalnya kekayaan alam Gunung Cakrabuana bukan hanya sejumlah curug, pun menjadi hulu dari Sungai Citanduy dan Cimanuk yang keberadaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup dan perekonomian ribuan warga yang tinggal di bawahnya.


Hutan Gunung Cakrabuana pun penyimpan banyak tanaman endemik, di antaranya pohon aren yang menjadi bahan baku pembuatan gula merah.

Di sekitar Gunung Cakrabuana juga terdapat beberapa objek wisata yang tersebar di beberapa kabupaten seperti Cipanas Cipacing yang berada di Cipacing, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya; Situ Lengkong di Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis; Air Terjun Cilutung Talagakulon di Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka; Situ Batu di Kecamatan Babakan Jawa, Kabupaten Majalengka; Museum Talaga Manggung di Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka; Makam Pangeran Muhammad di Kecamatan
Majalengka Kulon, Kabupaten Majalengka; Panorama Cikebo di Sagara, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka; dan Makam Dayeuh Luhur di Dayeuh Luhur, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang.

Apapun status Gunung Cakrabuana, satu hal yang harus kita lakukan sebagai pengunjung yang baik dan peduli lingkungan adalah tetap menjaga keasrian alamnya saat berkunjung. Minimal tidak nyampah, membawa turun sampah logistik, tidak melakukan vandalisme, dan tidak menggunakan shampoo/sabun/odol saat mandi di curugnya.

Selain itu kita juga bisa mengingatkan terus semua pihak terkait termasuk warga serta pemerintah setempat untuk terus merawat hutan, sungai, curug, dan semua jenis flora dan fauna yang menghuninya agar tetap lestari, demi kehidupan generasi kini dan nanti.

Naskah & foto: Adji TravelPlus @adjitropis & @travelplusindonesia



0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP