City Tour ke Dua Kota Ini, Insya Allah Bikin Sadar Tsunami
Banyak cara untuk mengetahui lebih jauh tentang apa dan bagaimana bencana tsunami itu, salah satunya dengan berkunjung ke kota-kota yang pernah dihantam bencana alam mengerikan itu.
Bertepatan dengan Hari Kesadaran Tsunami Sedunia (World Tsunami Awareness Day) yang diperingati sejumlah negara termasuk Indonesia setiap tanggal 5 November, kali ini TravelPlus Indonesia @adjitropis menyuguhkan tulisan wisata kota (city tour) ke dua kota di Tanah Air yang pernah diterjang gempa lalu disusul tsunami hebat.
Kota pertama yang TravelPlus pilih tentu saja Banda Aceh, Ibukota Provinsi Aceh.
Kenapa? Alasannya ada dua. Pertama, rasanya sebagian besar orang Indonesia dari Aceh sampai Papua bahkan di sejumlah negara sudah tahu, kalau sejumlah kabupaten dan kota di Aceh termasuk Banda Aceh pernah diguncang gempa tektonik berkekuatan 9,2 SR dan kemudian dihantam tsunami dahsyat, hampir 17 tahun lalu, tepatnya pada 26 Desember 2004.
Kedua, karena di kota berjuluk Serambi Mekkah ini memiliki sederet objek wisata terkait tsunami.
Kalau Anda baru pertama kali ke Aceh lewat Bandara Internasional Iskandar Muda yang pernah menyandang predikat sebagai Bandara Internasional Paling Ramah Wisatawan Muslim Tingkat Dunia dari World Halal Tourism Award (WHTA) 2016, TravelPlus sarankan utamakan ke objek-objek tsunami yang ada di Banda Aceh.
Objek-objeknya antara lain Museum Tsunami di sebelah Makam Belanda (Kherkhof) tepatnya di Jalan Iskandar Muda, Kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel (PLTD) Apung I di Gampong Punge Blang Cut, Kuburan Massal korban Musibah Tsunami Ulee Lheu di Kecamatan Meuraxa, objek Kapal Di Atas Rumah di Desa Lampulo, dan pastinya ke Masjid Raya Baiturrahman.
Museum Tsunami, satu-satunya museum yang menyajikan bermacam informasi terkait gempa dan tsunami khususnya yang terjadi di Aceh.
Di museum ini, Anda bisa melihat antara lain peragaan proses terjadinya tsunami dan dokumentasi tsunami Aceh, berkunjung ke perpustakaan, ruang alat peraga, dan ruang empat dimensi, serta melihat beragam sarana pengetahuan gempa dan tsunami berbasis iptek.
Tak cuma itu, Anda dapat merasakan secara langsung suasana mencekam sebelum tsunami datang serta melihat nama-nama korban tsunami yang terukir di dinding.
Keberadaan museum berarsitektur seperti gelombang tsunami kalau dilihat dari atas, dan menyerupai kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai escape building jika dilihat dari samping (bawah) ini selain untuk bermanfaat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, pun menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi Banda Aceh khususnya dan Aceh secara keseluruhan.
Selain ke Masjid Raya Baiturrahman, sempatkan pula ke Masjid Rahmatullah, Lhampuuk yang tetap berdiri kokoh walau dihantam gempa dan tsunami. Lalu ziarah ke makan Syiah Kuala yang tetap utuh saat diterjang bencana Tsunami. Kemudian ke Rumah Cut Nyak Dhien, sekalian belanja souvenir dan oleh-oleh Aceh di area itu.
Cukup 3 hari 2 malam untuk wisata merekam semua objek itu.
Anda bisa menyewa mobil travel lalu minta dijemput di bandara terus langsung ke ceck-in hotel, baru kemudian keliling.
Kalau tak mau repot, Anda bisa beli paket wisata city tour tsunami Aceh di travel agent setempat.
Urusan isi perut, TravelPlus sarankan sebaiknya Anda sekalian berwisata kuliner masakan khas Aceh seperti Mie Aceh, Nasi Goreng Aceh, Ayam Tangkap, Kuah Beulangong, Sie Reuboh, Dendeng, Sop Sumsum Langsa, Sate Matang dan lainnya serta tak ketinggalan minum kopi Aceh (kopi hitam, sanger, kupi khop) dan ngemil panganan khasnya (kue thimpan, keukarah, dll) di kedai-kedai kopi yang menjamur di sejumlah tempat.
Kalau sudah selesai merekam sisa-sisa kedasyatan kedua bencana itu di Banda Aceh dan Anda masih punya banyak waktu, lanjutkan saja perjalanan Anda ke pesisir Barat Aceh yang termasuk lokasi terparah terhempas tsunami kala itu.
Kawasan pantai Barat Aceh mencakup pantai yang ada di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Aceh Barat.
Di sana Anda akan menemukan pantai-pantai nan menawan yang jelas parasnya mengalami perubahan setelah diterjang tsunami.
Berharap Ada Museum Likuifaksi
Kota kedua adalah Palu. Kenapa? Alasannya juga ada dua.
Pertama, karena Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini juga pernah diguncang gempa berkekuatan 7,4 SR lalu disusul tsunami dan likuifaksi. Bukan cuma Kota Palu, pun Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala atau disingkat Pasigala pada 3 tahun lalu, tepatnya 28 September 2018.
Alasan kedua karena di Palu masih ada sisa-sisa bangunan yang terdampak gempa dan tsunami tersebut antara lain Masjid Arkam Babu Rahman yang berdiri menjorok ke arah laut sehingga masyarakat menyebutnya masjid apung tersebut.
Masjid tersebut menjadi salah satu saksi bisu bencana gempa dan tsunami di Palu.
Kalau Anda dari Jakarta, Kota Palu ini bisa Anda jangkau dengan naik pesawat dari Bandara Soetta langsung ke Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie atau Mutiara SIS Al-Jufrie Airport yang terletak di Jl. Abd. Rahman Saleh, Palu Selatan.
Selanjutnya menyewa mobil travel untuk keliling. Akomodasi banyak pilihan dari hotel kelas melati sampai berbintang.
Untuk wisata kuliner Sop Kaledo atau Kaki Lembu Donggala, Uta Kelo atau Sayur Kelor yang berkuah santan dan biasanya dicampur dengan Palola Ngura atau Terong Muda, Kasubi (Ubi), Lamale (Udang Kecil), Pusu (Jantung Pisang), dan Loka Ngura atau Pisang Muda.
Menu lainnya Duo Sole (Teri Goreng), Bau Ngau (Ikan Kering), dan Palu Mara (Sayur Ikan.
Lewat tulisan ini dan bertepatan dengan peringatan Hari Kesadaran Tsunami Sedunia yang tahun ini mengusung tema Sendai Seven Campaign, TravelPlus berharap di Kota Palu berdiri Museum Likuifaksi yang tak kalah keren dibanding Museum Tsunami Aceh. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana alam, khususnya likuifaksi atau pencairan tanah.
Naskah & foto: Adji TravelPlus @adjitropis
0 komentar:
Posting Komentar