Sesarahan Hutan, Cara Warga Desa Pa'au Menjaga Rimbanya
Sejumlah masyarakat di Tanah Air mempunyai cara tersendiri atau kearifan lokal dalam menjaga kelestarian hutan di sekitarnya. Contohnya warga Desa Pa'au dengan cara melaksanakan Sesarahan Hutan.
Setiap setahun sekali, masyarakat desa yang berada di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel) ini mengadakan Sesarahan Hutan, yaitu upacara adat yang mengandung filosofi dan nilai-nilai luhur untuk selalu menjaga hubungan manusia dengan alam dengan tetap memelihara dan melestarikan keberadaan hutan.
Menurut Aspiani Alpawi, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penyaluhan Indah Desa Pa'au, Sesarahan Hutan dilaksanakan setahun sekali secara swadaya oleh warga Desa Pa'au dan warga desa lainnya yang berdekatan.
"Upacara adat ini sudah berlangsung cukup lama bahkan sudah berabad-abad dilakukan oleh datuk-datuk pendahulu di Desa Pa'au namun masih dipertahankan sampai sekarang," terangnya kepada TravelPlus Indonesia @adjitropis, Senin (13/9/2021)
Upacara ini, lanjutnya biasanya dilaksanakan pada saat pasca-panen. "Sarasehan Hutan dipimpin oleh Tutus atau Zuriat yang diberi amanat untuk melaksanakan upacara adat ini dibantu oleh warga secara gotong royong," jelasnya.
Dalam pelaksanaan upacara ini, sambungnya, peran para laki-laki dewasa biasanya khusus membuat tempat anjungan untuk seserahan. Sedangkan para perempuan atau kaum ibu membuat kue dari ketan bermacam bentuk menyerupai binatang dan lainnya yang dianggap sebagai simbol kesejahteraan dalam kehidupan warga setempat.
berlokasi di Rumah Balai Batu Balian.
Rumah tersebut berjarak sekitar 3 Km dari Desa Pa'au yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 jam atau 15 menit bila naik perahu klotok.
Dalam profil Lembaga Adat Desa Pa'au,
Sesarahan Hutan Desa Pa'au merupakan sebuah tradisi budaya yang dihasilkan oleh nenek moyang warga setempat yang diduga berasal dari perpaduan dan akulturasi orang biaju, orang bukit dan Melayu Banjar yang berdiam di Hulu Kayutangi (nama sebelum Sungai Martapura). Warisan tradisi itu sampai sekarang masih hidup dan bisa disaksikan.
Dijelaskan pula ada beberapa larangan atau pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh warga dalam pelaksanaan Sesarahan Hutan.
Pantangan itu antara lain perempuan yang sedang menstruasi dilarang mengikuti upacara ini. Dibolehkan tapi melihat
dari kejauhan.
Berikutnya, pada saat proses pembuatan ketan menjadi tepung tidak boleh dimakan manusia, ayam atau hewan lainnya. Oleh karena itu pembuatannya dilakukan pada malam hari dengan bergotong royong membawa halu (alu) dan lesung digunakan untuk menumbuk padi ketan.
Terdapat kue ketan sesarahan tertentu yang hanya boleh dibuat oleh seorang
perempuan yang sudah menopause dan selama pembuatannya tidak boleh disapa atau ditegur apalagi dibantu orang lain.
Larangan selanjutnya, selama 3 hari sebelum dan 7 hari setelah Sesarahan Hutan, warga dilarang memasuki
dan beraktivitas di hutan belantara atau hutan bagian dalam.
Setelah hari ke-7, tatuha adat akan memerintahkan seseorang untuk masuk ke dalam hutan seraya mengucapkan kalimat-kalimat tertentu yang menjadi pertanda bahwa hutan kembali dibuka atau sudah bisa dimasuki oleh manusia.
Hutan merupakan sumber penghidupan bagi warga desa kala itu. Mencari rotan dan
damar adalah diantara dari mata pencarian orang-orang tua dulu untuk dijual
guna memenuhi kebutuhan dan agar dapat bertahan hidup di wilayah Pegunungan Meratus ini.
Amatan TravelPlus, upacara Sesarahan Hutan yang dilakukan warga Desa Pa'au ini tak bisa dipungkiri kian menambah ragam daya tarik wisata bagi Kabupaten Banjar dan Kalsel sebagai objek wisata budaya yang dikombinasikan dengan kegiatan menarik lainnya, sehingga mampu menarik kunjungan wisatawan.
Tahun ini, Sesarahan Hutan Desa Pa'au akan digelar selama 2 hari, 20 - 21 September.
Teks: Adji TravelPlus @adjitropis
Foto: dok. Lembaga Adat Desa Pa'au & Pokdarwis Penyaluhan
Indah Desa Pa'au
0 komentar:
Posting Komentar