Tak Hanya Punya Karantina Haji, Pulau Rubiah Amat Potensial Jadi Destinasi Religi Andalan
Sebelum pandemi, Pulau Rubiah yang terletak di Sabang, Aceh dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam bawah laut yang indah dan amat tersohor. Berkat daya tariknya itu, peminat wisata bahari dari dalam dan luar negeri berdatangan.
Padahal di pulau yang dapat dicapai tak sampai 5 menit dengan boat penyeberangan dari dermaga Teupin Layeu Iboih (daratan Sabang) ini terdapat bangunan berstatus cagar budaya. Bangunan tersebut dulunya bekas karantina haji zaman kolonial Belanda.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Sabang, Faisal mengatakan lokasi Pulau Rubiah sangat dekat dari Pantai Iboih.
"Pulaunya kelihatan dari Pantai iboih. Biasanya pengunjung yang ingin ke Pulau Rubiah naik boat pergi-pulang, ongkos per trip-nya sekitar Rp 200 ribu," terang Faisal, Senin (7/6/2021).
Berdasarkan foto-foto situs karantina haji di Pulau Rubiah yang TravelPlus Indonesia terima dari Faisal, terlihat cukup jelas kondisi bangunan karantina haji tersebut.
Foto-foto itu hasil jepretan Rajudin yang kini menjadi Kasie Cagar Budaya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sabang, sewaktu pria yang akrab disapa Raju ini mendampingi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh melakukan pendataan bangunan bekas karantina haji di Pulau Rubiah pada 2018.
Di foto-foto tersebut terlihat bangunan tua bercat putih, berarsitektur ardeko yang masih berdiri kokoh di tengah hutan di Pulau Rubiah.
Lokasinya bangunan itu terletak sekitar 100 meter dari dermaga Pulau Rubiah. Begitu turun dari boat, tinggal berjalan kaki menyusuri jalanan terbuat dari semen yang kiri-kanannya hutan.
"Ini gedung karantina haji yang dibangun oleh penjajah Belanda sekitar tahun 1920 Masehi. Statusnya cagar budaya. Bangunannya memang masih asli dari zaman kolonial Belanda. Cuman atapnya saja yang diganti karena sudah rusak berat," terang Raju.
Selain cagar budaya karantina haji yang pertama di Indonesia dan kabarnya termewah pada era itu, di Pulau Rubiah juga ada beberapa benteng dan Makam Siti Rubiah. "Kondisi bentengnya ada yang masih utuh, ada pula yang tinggal puing-puing," jelas Raju lagi.
Melihat bangunan cagar budaya karantina haji tersebut dan beberapa situs lainnya serta potensi lain di sekitarnya, TravelPlus menilai Pulau Rubiah amat potensial sebagai destinasi wisata religi berbasis sejarah yang bakal jadi andalan/tumpuan.
Tentu untuk mewujudkan itu, perlu beberapa langkah antara lain melakukan perbaikan bagian-bagian bangunan karantina haji tersebut, membersihkan semak belukar di sekitar bangunan, dan menyiapkan information center tentang sejarah bangunan tersebut termasuk petugas informasi yang ramah dan selalu siap memberikan penjelasan kepada pengunjung serta para pemandu wisata terkait yang berkompeten.
Tak kalah penting membuat spot-spot foto yang menarik, perlengkapan protokol kesehatan era pandemi, dan tempat-tempat sampah yang ramah lingkungan serta menyediakan aneka merchandise khas seperti kaos dan lainnya sebagai suvernir buat buah tangan pengunjung.
Selanjutnya menyiapkan paket wisata religi berbasis sejarah yang khusus (hanya kunjungan ke cagar budaya karantina haji ditambah kunjungan ke Masjid Agung Kota Subulussalam yang dibangun pada 2010 dan diresmikan pada 2019 oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah ketika itu).
Pilihan paket lainnya adalah paket kombinasi yakni paket khusus di atas yang dikombinasikan dengan aktivitas wisata lain seperti snorkeling, diving, keliling pulau dengan boat, kulineran khas Sabang, dan kunjungan ke objek-objek wisata lain yang ada di Sabang.
Mengingat masih pandemi, sebaiknya target pasar yang dibidik untuk paket wisata religi berbasis sejarah di Pulau Rubiah ini adalah pasar lokal terlebih dahulu, mulai dari anak-anak pelajar SD sampai mahasiswa perguruan tinggi berikut para pendidik/pengajar (guru dan dosen).
Buat mereka (kalangan pelajar-mahasiswa), siapkan paket study tour dengan harga terjangkau dalam kemasan yang menarik, ringan, dan menghibur namun tetap punya nilai edukasi.
Kenapa pasar tersebut yang utama harus disasar? Ya supaya jangan sampai generasi muda penerus bangsa yang ada di Sabang justru tidak tahu keberadaan Pulau Rubiah yang ternyata menyimpan sejarah berikut bangunan berstatus cagar budaya.
Sasaran berikutnya kalangan pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum (termasuk mereka yang sudah menyandang gelar haji/hajjah maupun calon haji) di kota Banda Aceh dan kota-kota lain di daratan Aceh. Menyusul kemudian kota-kota besar di Sumatera, Jawa, bahkan negara tetangga yakni Malaysia.
Langkah berikutnya, mempromosikan paket-paket wisata tersebut dengan beragam cara antara lain bekerja sama dengan pewarta (jurnalis/blogger/pegiat medsos khusus kepariwisataan dan kebudayaan) untuk meliput dan menyebarluaskannya dan melibatkan media online lokal dan media yang ada di kota-kota besar di Jawa, Sumatera, Kalimantan bahkan Malaysia dengan menggelar press tour.
Selain itu dengan cara pemasaran langsung (direct marketing) ke sekolah/kampus, pasar wisata, atau ke kota yang menjadi target pasar paket wisata religi berbasis sejarah Pulau Rubiah tersebut.
Ditambah lagi membuat special event Pulau Rubiah yang dikaitkan dengan bangunan karantia haji tersebut dan tinggalan bersejarah lainnya secara kontinyu agar semakin bergaung.
Jika langkah-langkah itu serius dilakukan dan terus ditingkatkan, suatu hari nanti pasti citra Pulau Rubiah bakal bertambah, bukan semata sebagai destinasi wisata bahari pun wisata religi berbasis sejarah andalan Sabang bahkan Aceh.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.rajudin & @pulaurubiah
0 komentar:
Posting Komentar