Penataan Sarpras Loh Buaya Berada di Zona Pemanfaatan, Ini Sederet Fakta Terkini Lainnya
Pelaksanaan penataannya pun dilakukan dengan penuh kehati-hatian, lokasinya jauh dari sarang aktif Komodo (veranus komodoensis), dan tidak sampai menghilangkan natural trail yang selama ini diminati wisatawan untuk melihat Komodo sekaligus pesona keindahan pemandangannya.
Itulah sebagian fakta yang TravelPlus Indonesia peroleh usai meninjau langsung penataan sarpras tersebut bersama Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem @konservasi_ksdae, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) @kementerianlhk Wiratno @inungwiratno di Loh Buaya, Sabtu (31/10/2020).
"Penataan sarpras di Loh Buaya, Pulau Rinca ini berada di zona pemanfaatan yang secara aturan boleh dibangun untuk sarpras pengelolaan," terang Wiratno yang datang didampingi Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Nandang Prihari @nprihadi dan Kepala Balai TN Komodo Lukita Awang.
Sejak dulu, di sini sudah ada sarpras cuma tidak terpadu. "Sekarang dibangun secara terpadu, lengkap dengan jalan atau elevated deck, information center, kantor resor, kafetaria, dan lainnya. Elevated deck akan lebih memudahkan pergerakan pengunjung dari dermaga. Bahkan pengunjung difabel bisa pakai kursi roda lewat elevated deck menuju pusat informasi," ungkapnya.
Elevated deck yang akan dibangun dari dermaga ke pusat informasi panjangnya sekitar 350 meter, lebar 4 meter, dan tingginya 2 meter dengan material struktur beton dan lantai serta hand railing dari kayu.
Semua lokasi penataan dipagar begitupun jalur pengangkutan material kecuali ada lintasan-lintasan satwa liar seperti Komodo, Rusa, Babi Hutan, dan Kerbau.
"Itu merupakan satu upaya kehati-hatian. Bahkan di jalur untuk mengangkut bahan bangunan, tidak ada batang pohon yang ditebang kecuali rantingnya terpaksa dipapas. Para pekerja sampai membelokkan jalur untuk menghindari penebangan pohon besar mengingat pohon tersebut bermanfaat buat Komodo kecil atau muda," terangnya.
Desain elevated deck yang akan dibangun setinggi 2 meter itu, lanjutnya, bertujuan agar satwa di Loh Buaya bisa melintas tanpa hambatan serta untuk mengadaptasi kondisi pasang surut di lokasi.
Arsitektur bangunan pusat informasinya sendiri mengambil bentuk Komodo yang sedang beristirahat, dengan kata lain mengangkat kekhasan lokal.
Semua kegiatan penataan sarpras tersebut dijadwalkan selesai pada bulan Juni 2021.
Menurut Wiratno penataan sarpras ini nantinya juga tidak akan menghilangkan natural trail atau jalan setapak alami yang selama ini digunakan wartawan untuk menjelajahi Pulau Rinca berangkat dari dan berakhir di pusat informasi di Loh Buaya.
Pemandu wisata setempat, Ridwan yang memandu tim peninjau pun mengatakan sarpras yang tengah ditata tidak menghilangkan natural trail.
"Alhamdulillah, natural trail baik jarak pendek, sedang, apalagi jauh dari pusat informasi di Resor Loh Buaya tetap ada. Jadi pekerjaan kami sebaga pemandu tidak akan hilang. Justru kami bersyukur sarpras yang lagi dibangun nanti akan menambah kenyamanan kami, petugas TN Komodo, maupun pengunjung," terangnya.
Ungkapan senada juga diutarakan pemandu lainnya, Amsul. "Benar, natural trail yang selama ini sangat disukai pengunjung untuk melihat Komodo dan pemandangan, ga hilang koq," ungkapnya seraya menambahkan selama ini (sebelum Covid-19), seorang pemandu bertugas memandu satu kelompok terdiri atas 1-5 pengunjung saat ikut paket natural trail tour di Pulau Rinca.
Peneliti satwa Komodo Achmad Ariefiandy dari Komodo Survival Program yang turut meninjau mengatakan penataan sarpras jauh dari sarang aktif Komodo.
Berdasarkan hasil monitoring dan penelitian yang dilakukan pria kelahiran Bandung, lulusan University of Melbourne dan Gadjah Mada University ini selama 15 di TN Komodo, khusus di lembah Loh Buaya sekurangnya ada 6 sarang Komodo yang setiap tahun diamati.
"Empat sarang di antaranya aktif dipakai bersarang tahun ini," jelasnya.
Menurut Achmad yang ditemani Deni Purwandana rekannya yang juga peneliti Komodo, jarak terdekat sarang aktif Komodo dengan sarpras di Loh Buaya sekitar 300 - 500 meter.
"Jarak itu dianggap masih cukup jauh dari lokasi penataan," ungkapnya lagi.
Dalam peninjauan, Wiratno selain bersama tim antara lain Staf Ahli Menteri I LHK Bidang Hubungan Antar-Lembaga Pusat dan Daerah Prof. Winarni Manoarfa, Staf Khusus Kementerian LHK Bidang Konstitusional Masyarakat dan Kemitraan Kelik Wirawan, Kepala Subbagian Data dan Informasi, Bagian Program dan Evaluasi, Sekretariat Direktorat Jenderal KSDAE, Ditjen KSDAE, Iskandar, juga membawa serta pihak-pihak terkait antara lain tokoh masyarakat Pater Marsel Agot, tokoh pemuda dan kader konservasi Fery Adu, Direktur Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo Flores Shana Fatina, dan sejumlah media serta ditemani pihak Kemen-PUPR.
Fery Adu menilai penataan sarpras ini bukan hanya untuk menjaga keberadaan Komodo pun keselamatan masyarakat serta pengunjung.
"Wisatawan lebih mudah menuju pusat informasi sekaligus nyaman melihat Komodo jika enggan keliling Rinca," ujarnya.
Pater Marsel Agot menambahkan penataan sarpras di Loh Buaya sudah ramah lingkungan dan tujuannya juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Jadi kenapa ditolak. Selama ini TN Komodo juga sudah turut membangun Manggarai Barat," ujarnya.
Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula berharap penataan sarpras yang tengah dilakukan dan nanti setelah jadi harus melibatkan penduduk setempat (kampung Rinca_red). "Jangan sampai masyarakat lokal hanya jari penonton tapi harus diikutsertakan agar perekonomian mereka meningkat," imbaunya.
Direktur PJLHK Nandang Prihadi menjelaskan TN Komodo sebagai daya tarik wisata yang sudah mendunia, selama ini memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang luar biasa besar bukan hanya untuk masyarakat sekitar kawasan konservasi tersebut, pun buat para pelaku usaha/jasa di sektor pariwisata dan juga bagi perolehan devisa negara.
"Pendapatan yang diperoleh pemerintah pusat/TN Komodo amat kecil, justru sebagian besar buat masyarakat sekitar kawasan dan para pelaku usaha/jasa wisata seperti hotel, resto, toko souvernir, travel agent, kapal, pemandu dan lainnya," terang Nandang.
Kepala Balai TN Komodo Lukita Awang mengingatkan saat ini kunjungan wisata ke Pulau Rinca ditutup sejak 26 Oktober 2020 sampai dengan 30 Juni 2021.
Penutupan tersebut sehubungan dengan berlangsungnya penataan sarpras.
Wisatawan yang ingin melihat Komodo bisa Resor Loh Liang, Pulau Komodo. Begitupun yang ingin diving bisa di perairan kawasan dengan mengacu peraturan yang berlaku.
"Harga tiketnya untuk wisnus Rp 5.000 saat weekday dan Rp 7.500 weekend, buat wisman Rp 150.000 hari biasa dan Rp 225.000 per orang saat akhir pekan, dan bisa registrasi online ," jelasnya.
Beberapa hari sebelum peninjauan langsung, KLHK lewat Wiratno pun sudah menjelaskan mengenai penataan sarpras di Loh Buaya ini lewat siaran pers, media briefing secara daring, dan juga lewat wawancara yang ditayangkan beberapa stasiun TV serta diskusi dengan berbagai pihak terkait di Labuan Bajo agar publik paham.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar