Kubro Siswo Semarakkan Penyerahan Barang CHSE dari Kemenparekraf di Desa Wisata Karangrejo
Kesenian tradisional Kubro Siswo menyemarakkan acara penyerahan dukungan barang CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety & Environmental Sustainability) yang diberikan
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) lewat Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur kepada empat desa wisata di Destinasi Super Prioritas (DSP) Borobudur.
Menariknya, para penarinya bukan para remaja apalagi orang dewasa, melainkan siswa-siswi SD setempat, antara kelas 2 hingga 4.
Mereka tampil di awal acara di Taman Buah, Desa Wisata Karangrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah,
Selasa (23/9/2020), mengenakan kaos dan celana pendek seperti pakaian bola.
Gerakan mereka cukup enerjik seperti gerakan yang menggambarkan suasana perang.
Tarian mereka diiringi beberapa lagu yang dinyanyikan bdua pria dewasa. Kedua penyanyinya kadang membunyikan peluit untuk memberikan aba-aba pergantian gerakan tarian.
Lagu yang dibawakan diiringi musik yang dimainkan beberapa pria dewasa di tepi bawah kanan panggung. Alat musik tradisional yang dimainkan antara lain suling, jedhor, kendang, dan bende.
Sebagai informasi, Kubro Siswo merupakan kependekan dari Kesenian Ubahing Badan Lan Rogo yang memiliki arti “kesenian mengenai gerak badan dan jiwa”.
Kesenian Kubro Siswo yang mirip kuda lumping ini berkembang di daerah Magelang dan Yogyakarta.
Pada awalnya kesenian tradisional ini menggambarkan penyebaran Islam di Pulau Jawa.
Lagu-lagu pengiring tarian Kubro Siswo umumnya berisikan ajakan untuk melakukan ibadah salat lima waktu, sedekah, dan ajakan kebaikan lainnya.
Biasanya tarian ini dipentaskan oleh para penari lelaki yang terdiri atas 15-20 orang di acara-acara penting seperti peringatan hari kemerdekaan Indonesia, pesta pernikahan, khitanan, dan pembukaan acara peresmian sebagai hiburan.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Dr. Ir. Hari Sungkari menjelaskan pihaknya sengaja meminta kesenian tradisional Kubro Siswo yang ditampilkan dibawakan oleh para pelajar SD dengan tujuan untuk melestarikan dan memperkenalkannya ke masyarakat luas serta sekaligus mengangkat kearifan lokal yang ada di desa wisata ini.
"Setiap desa wisata semestinya memang harus mengangkat kearifan lokal dan kesenian tradisionalnya yang dibungkus dengan kemasan kekinian agar kaum milenial mau melihat dan mendengarkan. Itulah ekonomi kreatif atau Ekraf karena pariwisata era sekarang digabungkan dengan Ekraf," jelas Hari.
Mengingat kondisi saat ini masih pandemi Covid-19 dan harus menerapkan protokol kesehatan, maka pertunjukan seni baik musik, tari dan lainnyabisa dilakukan secara virtual.
"Jangan karena belum ada atau masih sedikit wisatawan yang datang terus tidak ada pertunjukan seni yang bermuatan lokal. Sebagai solusinya bisa dengan pertunjukan virtual atau secara daring supaya desa wisata di DSP Borobudur ini bisa tetap eksis dan terpromosikan aktivitasnya di medsos dan lainnya," pungkas Hari.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar