Dewa Budjana Rekaman 11 Album Solo di Amerika, Koq Bisa? Ini 3 Rahasianya
Dewa Budjana mencetak sebanyak 11 album solo instrumental di Amerika dan berkolaborasi dengan sejumlah musisi kelas satu dunia, itu sudah banyak yang tahu. Tapi sebenarnya apa yang membuat dia bisa melakukan hal itu di saat usianya justru sudah memasuki 40 tahun ketika itu, sepertinya banyak yang belum.
Nah, dalam virtual talkshow “ORKESMU” (Obrolan Kreatif Seputar Musik) bertajuk "Tetap Asik Bermusik dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru", Kamis (9/7/2020), sang gitaris band Gigi ini membocorkan rahasianya.
Berdasarkan uraiannya, TravelPlus Indonesia mencatat ada 3 hal yang membuat musisi berdarah Bali ini mampu mencetak belasan album solo dengan mengeksplorasi jazz, fusion, dan progresif-nya yang lebih berani sejak tahun 2002 hingga berhasil berkolaborasi dengan musisi ternama di Amerika.
Tiga hal itu, pertama dia terpacu dengan ucapan sekaligus pecutan dari Harry Roesli ketika dia diwawancari musisi senior itu untuk sebuah majalah ternama sekitar tahun 1989.
Ketika itu umur Dewa Budjana masih 24 tahun.
"Sekarang ini saatnya kamu lebih kreatif nanti umur 30 tahun ke atas, kamu tidak bisa sekreatif sekarang. Begitu pesan Kang Harry Roesli ketika itu. Dan sewaktu saya berusia 30 tahun, saya teringat terus kata-kata Harry Roesli hingga membuat saya tercambuk untuk terus berkarya," terang Dewa Budjana.
Akhirnya dia membuktikannya. Ketika menjelang umur 40 tahun (2002), dia membuat album solo instrumental di Amerika Serikat.
Hal kedua, nekat. "Saya memutuskan untuk rekaman di AS dengan modal nekat," aku Dewa Budjana.
Kata dia ternyata dalam berkesenian ada banyak faktor yang bisa membuat orang terkenal dan akhirnya punya brand atau nama, yaitu kemampuan, kenekatan, dan keberuntungan.
"Ada musisi yang nekat tapi tidak beruntung, ada yang beruntung padahal tidak punya kemampuan baik modal maupun skill. Ada juga yang punya kemampuan tapi tidak nekat. Nah, kalau saya saat itu hanya punya tekad dan nekat sementara kemampuan relatif. Intinya lebih ke nekat," bebernya.
Kenapa dibilang nekat? Karena dia rekaman di Negeri Paman Sam itu tidak melalui agency.
"Saya langsung kontak musisinya dengan Bahasa Inggris seadanya. Hasilnya dari 2002 sampai sekarang sudah 11 album solo rekaman di Amerika saya buat," terangnya.
Bukan cuma itu, di setiap albumnya selalu ada kolaborasi dengan musisi jazz kelas 1 di dunia. "Semua drummer kelas 1 dunia sudah saya ajak rekaman, dan mereka semua mau," ungkapnya lagi.
Hal ketiga, Dewa Budjana mengaku lebih senang berkarya daripada bermain. Dan andaipun bermain, dia memilih setia memainkkan karya sendiri.
"Saya punya prinsip sejelek-jeleknya karya sendiri, saya lebih bangga membawakanya. Dan itu saya temui di Gigi yang setia memainkan karya sendiri," ujarnya.
Bagi Dewa Budjana, genre musik apapun pasti punya penikmatnya. Besar kecil masanya, itu bukan soal.
"Contohnya Slank dan Iwan Fals yang bisa mengumpulkan orang se-GBK itu luar biasa. Kalau musik instrumental yang saya mainnya penontonnya 10 orang itu pun bukan soal, justru itulah penonton yang sejati, dan kualitas penonton itu lebih penting buat saya," terangnya.
Secara garis besar, dia ingin menggarisbawahi bahwa pada intinya semua seni itu ada ruang dan peminatnya.
"Agar eksis dan punya brand, ya harus terus berkreasi atau berkarya," pesannya.
Selain Dewa Budjana, Virtual Talks Orkesmu juga menghadirkan narsum Plt Deputi bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf Frans Teguh, composer Tya Subiakto; jurnalis musik senior sekaligus pendiri koran Slank Buddy Ace, dan CEO Deteksi Production Harry Koko serta Toar RE Mangaribi selaku moderator.
Dukung Musisi Kembangkan Kreativitas
Frans Teguh mengatakan pihaknya akan terus berupaya mendukung para pekerja seni untuk terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas. Salah satunya, dengan pelaksanaan pertunjukan musik virtual di masa pandemi Covid-19.
“Virtual itu pasti sesuatu yang sangat penting, tapi mengasah rasa ini membutuhkan kerja-kerja yang prima dari semua stakeholder,” ujar Frans.
Kemenparekraf, sambung Frans, juga mempersiapkan protokol kesehatan yang mengedepankan prinsip CHSE (Cleanliness, Health, and Safety Environment) sehingga para promotor acara musik, musisi, dan penikmat musik dapat menikmati konser di tempat terbuka dengan tetap menjaga diri agar tidak terjangkit Covid-19.
Buddy Ace menilai dalam rangka mengembangkan kreativitas dalam berkarya, seorang musisi harus menonjolkan identitas kulturalnya yang dapat membedakannya dengan musisi lain.
“Kalau kita mau bersaing dengan Korea, kita harus memperkuat identitas akar kultural, itulah makna yang berkembang menjadi brand,” ungkap Buddy yang juga Ketua Indonesia Musik Forum.
Harry Koko juga memberikan masukan mengenai penerapan protokol kesehatan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan konser musik di masa normal baru, yaitu pembuatan surat pernyataan patuh protokol kesehatan yang ditandatangani oleh pengunjung konser.
“Di masa adaptasi kebiasaan baru ini, selain protokol kesehatan, pembeli tiket juga disuruh membuat pernyataan agar mau diatur promotor. Jika mereka tidak patuh protokol kesehatan akan kami perlihatkan bukti pernyataan mereka yang mereka tandatangani,” ujar Harry.
Sementara, Tya Subiakto mengajak para musisi untuk senantiasa berinovasi dan tidak kaku dalam berkarya.
“Kita harus menyikapi bencana sebagai kesempatan. Semoga kita semua bisa survive dan bangkit dan menghadapinya dengan apa yang ada di kita. Ayo kita asah skill kita, ayo kita manfaatkan dan mencari rezeki di bidang kita yaitu kreatif,” ajak Tya.
Direktur Pengembangan SDM Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Muh. Ricky Fauziyani menambahkan kedepannya pihaknya akan terus menghadirkan acara serupa dalam upaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia khususnya di sektor ekonomi kreatif.
"Setiap kegiatan akan dibuat sebagaimana layaknya seminar offline dengan memberikan 'panggung' kepada para pelaku seni. Tidak hanya sebagai daya tarik dalam acara, tapi juga memberi peluang bagi pekerja seni tetap berkarya di tengah pandemi," terang Ricky.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar