Pahami Faktor Penyebab Laka Danau dan Laut Agar Selamat Sampai Tujuan
Tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara, Senin (18/6/2018) masih dalam rentang liburan Lebaran, menambah panjang deret laka danau dan laut di Tanah Air. Sebelumnya Kapal Motor Penumpang (KMP) LCT Rafelia 2 juga tenggelam di Selat Bali, Jumat (4/3/2016) silam.
Resiko laka danau dan laut di negeri ini memang cukup tinggi mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang masyarakatnya masih sangat mengandalkan transportasi laut dalam melakukan perjalanan antarpulau.
Dari beberapa kasus laka danau dan laut yang terjadi, TravelPlus Indonesia mencatat beberapa faktor penyebabnya dari hasil pengamatan dan informasi berbagai sumber terkait.
Pertama faktor kondisi kapal. Bisa jadi kapalnya sebenarnya kurang laik beroperasi lantaran sudah uzur, mesinnya kurang sehat atau body-nya masih mengalami kebocoran namun ternyata tetap dioperasikan.
Kedua, jumlah penumpang dan barang yang angkut tidak sesuai dengan daya tampung kapal, alias kelebihan kapasitas.
Ketiga, nahkoda tidak memahami kondisi alam. Sudah tahu cuaca buruk seperti badai, ombak tinggi dan besar ditambah kabut yang membuat jarak pandang terbatas, namun tetap memaksakan untuk menyeberang.
Keempat, SDM kapal dalam hal ini nahkoda dan awak kapalnya bisa jadi kurang memiliki pengetahuan, pemahaman, kecakapan, dan keterampilan mengantisipasi resiko kecelakaan, dan meminimalisir kesalahan manusia (human error) sebagai salah satu faktor laka danau dan laut.
Misalnya tidak menyiapkan perahu sekoci yang cukup, pelampung atau life jacket yang memadai, dan perlengkapan keselamatan lainnya.
Sudah sadar kurang akan semua itu, anehnya tetap saja nekat menyeberang.
Kelima, tidak mematuhi informasi lalu lintas kapal dan kondisi cuaca dari petugas/pengelola pelabuhan atau dermaga. Alhasil bukan hanya terjadi keterlambatan kedatangan dan keberangkatan kapal, penumpukan penumpang dan antrian panjang, pun kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Keenam, bisa jadi kapal tersebut tidak memiliki sertifikasi Badan Kelaikan Indonesia (BKI) yakni sebuah badan independen yang mensurvei kelaikan kapal.
Ketujuh, faktor dari sisi penumpang kapal itu sendiri. Sudah tahu kapal yang dinaiki misalnya mengangkut penumpang dan barang (mobil, motor, bus, truk, dan lainnya) yang melebihi kapasitas, tidak dilengkapi perahu sekoci, dan life jacket serta kondisi cuaca sedang buruk, tetap saja menaiki kapal tersebut.
Kebanyakan laka danau dan laut yang terjadi selama ini, adalah akibat dari jumlah penumpang dan barang yang melebihi kapasitas angkut dari kapal tersebut. Dengan kata lain jumlah manifes penumpang tidak akurat atau tidak sesuai ketentuan.
Misalnya kapal dengan berat di bawah 1.000 ton, idealnya hanya bisa mengangkut maksimal 14 kendaraan seperti bus, truk, dan tronton. Tidak boleh lebih dari itu.
Khusus kapal jenis Landing Craft Tank (LCT), sebenarnya lebih tepat digunakan hanya untuk mengangkut angkutan barang tanpa penumpang. Sebab kapal tersebut hanya memiliki satu pintu yang tentunya berpengaruh terhadap faktor keselamatan.
Kapal angkutan penyeberangan yang mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya harus memiliki paling sedikit 2 pintu rampa yang digunakan sebagai jalan masuk dan keluar kendaraan bermotor.
Terlebih saat liburan seperti Lebaran, biasanya penumpang kapal membludak untuk berwisata, mudik/balik, dan lainnya.
Peluang emas itu tentunya tidak disia-siakan pemilik/perusahaan/nahkoda kapal untuk meraup untung besar, sampai ada yang lalai atau tidak mengindahkan daya tampung kapal tersebut.
Ditambah lagi cuaca sedang tak bersahabat dan atau kondisi kapalnya kurang sehat, akhirnya petaka itu pun terjadi hingga menelan banyak korban.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Siap naik kapal menyebrang selat.
2. Ke pulau dengan kapal kecil.
0 komentar:
Posting Komentar