Cara Sunarya Ley Berjuang Menjaga Eksistensi Dambus dan Tutur Bangka
Buat orang Melayu Bangka jaman dulu, mungkin Dambus tidak begitu asing. Ketika itu, alat musik petik tradisional seperti gitar ini kerap dimainkan sambil bertutur ataupun berpantun untuk menghibur masyarakat saat istirahat di kebun.
Dambus yang dipengaruhi alat musik Gambus dari Timur Tengah ini, kala itu dekat sekali dengan kehidupan masyarakat Bangka yang semula mayoritas mata pencahariannya berkebun.
Namun setelah masyarakat berbondong-bondong beralih menambang timah, Dambus pun terabaikan.
Untunglah ada sejumlah seniman yang berupaya melestarikan keberadaan Dambus dan Tutur bangka, salah satunya Sunarya Ley (28).
Bujang asli Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang akarab disapa Moley ini, mulai mahir memainkan Dambus sejak berusia 9 tahun.
Sadar Dambus semakin berkurang peminatnya, kemudian dia pun mengajarkan kebisaannya itu ke anak-anak sekolah mulai dari tingkat SMP.
“Saya guru kesenian di SMPN % Air gegas Kabupaten bangkas Selatan. Di sana ada semacam ekstra kulikuler, dan saya mengajak anak-anak bergabung mendalami musik tradisi Melayu Bangka termasuk mengajarkan bermain alat musik Dambus ini,” ujarnya kepada TravelPlus Indonesia usai tampil dalam pementasan Bala’: Restoration of Behaviour produksi Ali Dance Company yang dipimpin rekannya, Irfan Setiawan di Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Ada sekitar 15 pelajar yang berlatih bermain Dambus dengannya. "Yang sudah mahir ada sekitar 3 sampai 4 orang," akunya dengan mimik senang.
Menurutnya sekarang mulai banyak remaja di Bangka yang tertarik untuk mempelajari Dambus.
“Tapi bukan lagi untuk menghibur warga di kebun sebagaimana dulu, melainkan untuk tampil di event-event budaya tertentu. Fungsinya sudah berbeda karena kondisinya juga sudah tak sama,” akunya.
Kata dia, biasanya di setiap event budaya yang ada di Bangka seperti Festival Sepintu Sedulang yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata setempat setiap setahun sekali, dan juga Festival Serumpun Sebalai se-Babel, dipastikan ada suguhan seni tradisi musik Dambus berikut dengan tutur Bangka.
Upaya Sunarya menjaga eksistensi Dambus didukung kakaknya yang ahli membuat Dambus.
“Kebetulan kakak saya pengrajin alat musik Dambus. Hasil karyanya dijual, harganya ada yang sampai 2, juta rupiah tergantung ukuran panjang Dambus,” terangnya.
Kekhasan Dambus Bangka, setiap ujung tangkainya selalu diberi pahatan kepala hewan rusa yang bertanduk.
“Rusa bertanduk ini, lambang daerahnya. Jadi selalu ada di ujung tangkai Dambus meskipun itu cuma pahatan,” jelas Sunarya.
Dalam pementasan Bala’: Restoration of Behaviour yang ditarikan 2 penari perempuan dan seorang penari laki-laki di auditorium Galeri Indonesia Kaya (GIK), Grand Indonesia West Mall lantai 8, Jakarta Pusat itu, Sunarya kebagian memainkan Dambus sambil bertutur Bangka.
Tutur yang disampaikannya dengan Bahasa Melayu Belinyu itu menceritakan kehidupan masyarakat Bangka tempo dulu, sewaktu masyarakatnya mayoritas masih berladang dan berkebun.
“Dambus ketika itu dimainkan sebagai pengiring bertutur ataupun berpantun untuk menghibur para pekebun di kebun. Jadi sebagai pelipur lara usai berkebun saat istirahat,” terang Sunarya.
“Tapi sejak masyarakat Bangka beralih menambang timah, tradisi bertutur Bangka dengan Dambus untuk menghibur para pekebun itu tak ada lagi,” tambahnya.
Sunarya berharap seni pertunjukan Bala’: Restoration of Behaviour bisa ditampilkan di Bangka agar masyarakat dan pihak terkait termasuk pemerintah setempat tahu bahwa akibat pertambangan timah bertahun-tahun dan sampai sekarang masih berlangsung, sangatlah merugikan.
“Bukan hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan lahan perkebunan serta hutan di Bangka semakin berkurang, pun menghilangkan kehidupan berkebun termasuk tradisi bertutur dengan iringan Dambus yang biasa dimainkan masyarakat di kebun,” terangnya.
Sunarya pun berharap masyarakat di Bangka bisa mengembalikan lahan yang hancur akibat penambangan timah, menjadi seperti semula.
Caranya, sejumlah kolong (lubang bekas galian timah) diuruk lagi atau bisa juga dijadikan obyek wisata dan pertambakan ikan.
Menurut Sunarya, solusi pengganti mencari nafkah sebagai penambang timah, masyarakat bisa kembali lagi ke profesi semula menjadi pekebun, misalnya berkebun sayur mayur, mengingat tanah di Bangka subur dan cocok untuk itu.
“Pemerintah terkait pun harus mendukung masyarakat yang ingin kembali berkebun dengan memberi subsidi pupuk, bibit sayur mayur, dan lainnya,” imbaunya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: adji & @alidanceco
Captions:
1. Sunarya Ley yang akrab disapa Moley, seniman asli Belinyu, Bangka yang berupaya menjaga eksistensi alat musik petik Dambus dan Tutur Bangka.
2. Sunarya Ley memainkan Dambus sambil bertutur Bangka saat tampil dalam pementasan Bala': Restoration of Behaviour produksi Ali Dance Company dengan koreografer Irfan Setiawan di GIK, Jakarta.
3. Tiga penari Bala': Restoration of Behaviour berdiri di atas pipa menjaga keseimbangan.
4. Irfan Setiawan founder Ali Dance Company sekaligus koreografer menjelaskan konsep yang diangkat dalam Bala': Restoration of Behaviour.
5. Seorang penari pria dan dua penari perempuan beraksi dengan properti rangkaian pipa dalam Bala': Restoration of Behaviour.
0 komentar:
Posting Komentar