Overland Sumatera - Jawa dengan Bus Umum: Senang, Kesal, Seru Jadi Satu (#1)
Berkali-kali ke Sumatera Barat (Sumbar) untuk liputan plus pelesiran dan petualangan, selalu naik pesawat pergi-pulang. Setiap kali mencoba lewat darat (overland) dengan bus umum, kandas. Niat itu baru terwujud usai jelajahi ranah Minang selama 15 hari, belum lama ini. Pulangnya, overland lewat jalur lintas tengah (Jalinteng) Sumatera dengan salah satu bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP).
Sehari sebelum overland, saya dibantu rekan-rekan sepetualang Bojex dan Ari cari tiket bus AKAP di kota wisata berhawa sejuk, Bukittinggi.
Sehari sebelum overland, saya dibantu rekan-rekan sepetualang Bojex dan Ari cari tiket bus AKAP di kota wisata berhawa sejuk, Bukittinggi.
Beberapa pool bus AKAP, kami singgahi untuk mengecek harga tiketnya antara lain pool bus NPM, ANS, dan Lorena. Rata-rata bus-bus AKAP tersebut memasang tarif Rp 400 ribu untuk tujuan Jakarta per orang.
Pilihan saya jatuh ke bus NPM karena petugas penjual tiketnya di pool bilang, busnya turun di Terminal Kalideres, Jakarta Barat sebelum ke Terminal Rawamangun, Jakarta Timur dan seterusnya. Sementara bus yang lain hanya turun di Rawamangun.
Saya sempat mencari tahu apa singkatan NPM itu. “NPM itu singkatan Naikilah Perusahaan Minang,” kata petugas penjual tiket itu.
Berdasarkan informasi petugasnya, NPM merupakan salah satu perusahaan bus AKAP di Sumatera yang sudah lama beroperasi namun masih bertahan hingga sekarang.
Perusahaan bus yang didirikan Baharuddin Sutan Barbangso Nan Kuniang pada tahun 1937 ini berkantor pusat di Kota Padangpanjang.
Belakangan NPM tak hanya melayani rute-rute antar kota, namun juga telah merambah ke bisnis bus pariwisata.
Hari itu saya langsung beli tiket Bus NPM tujuan Jakarta turun di Terminal Kalideres untuk esok hari. Saya harus membayar lunas, tidak boleh DP.
Usai membayar lunas saya mendapatkan tiket berwarna hijau kombinasi kuning muda dengan foto bus tersebut.
Keesokannya, pukul 9 pagi saya menunggu bus tersebut di Simpang Marapi, Koto Baru, tidak ke pool busnya di Bukittinggi. Hampir 1,5 jam menunggu akhirnya Bus NPM datang.
Keesokannya, pukul 9 pagi saya menunggu bus tersebut di Simpang Marapi, Koto Baru, tidak ke pool busnya di Bukittinggi. Hampir 1,5 jam menunggu akhirnya Bus NPM datang.
Saya duduk di kursi no 7, deretan kedua dari depan. Sebelah kursi saya no 8, ada pria paruh baya. Namanya Damon asal Pasaman yang hendak ke rumah adiknya di Cipadu, Tangerang.
Bus NPM dengan 2 sopir secara bergantian setiap 5 jam sekali dan seorang kenek/kondekturnya melaju dengan kecepatan sedang saat masih berada Koto Baru menuju Kota Padangpanjang, dan seterusnya.
Bus masuk ke Terminal Padangpanjang untuk mengambil penumpang. Terminal di kota berjuluk Serambi Mekkah dan Kota Hujan ini terlihat sepi. Hanya ada pedagang Sate Padang dengan gerobak dan beberapa toko yang buka, serta beberapa pedagang asongan yang menjual parkedel berukuran kecil-kecil, tahu Sumedang yang rasanya beda dari aslinya, aneka keripik, dan juga kacang.
Bus kemudian melaju dengan kecepatan sedang melewati beberapa kabupaten di Sumbar antara lain Solok dan Damasraya.
Selama overland dengan bus ini, ada sekitar 6 restoran yang disanggahi untuk istirahat makan, shalat, kencing, buang air besar, mandi, dan lainnya.
Rumah makan (RM) pertama yang disinggahi adalah RM Umega di daerah Gunung Medan, Kabupaten Damasraya, tepat pada jam makan siang.
Restoran yang dilengkapi dengan hotel, mini market, MCK, dan mushola serta halaman parkir ini terbilang besar, mampu menampung ratusan pengunjung.
Damon yang selalu bolak-balik Sumbar-Jakarta dengan bus, tahu betul kondisi restoran di sepanjang Jalinteng Sumatera, termasuk restoran Umega ini.
Menurutnya menu yang disajikan restoran ini lebih beragam dan enak dibanding restoran lainnya yang nanti akan disinggahi Bis NPM. “Saya suka sop dagingnya, lamak bana,” akunya dialek Minang.
Parkir di halaman restoran ini pun lumayan luas, bisa menampung puluhan bus AKAP yang rata-rata setiap bus berisi 40 penumpang bahkan lebih.
Hampir setiap bus-bus AKAP jurusan Jakarta-Padang, Medan, dan Banda Aceh, singgah di restoran yang namanya merupakan kependekan dari Usaha Menambah Gaji (Umega), milik pengusaha Haji Zubir Sutan Bagindo yang mantan pejuang itu.
Ada sekitar 30 menit Bus NPM singgah di RM itu, baru kemudian melanjutkan perjalanan menuju wilayah Jambi.
Tengah malam bus kemudian singgah di RM Budi Setia di Muara Bungo, Jambi. Saya sempat makan dengan menu lele goreng dan teh manis Rp 30 ribu di RM yang juga dilengkapi MCK dan mushola serta halaman parkir ini.
Tak sampai 30 menit, bus kembali bergerak menuju Sumatera Selatan (Sumsel). Untung perjalanan malam aman-aman saja.
Bus baru berhenti di RM Sumbar Jaya di Desa Muara Lawas, Kabupaten Lahat, wilayah Sumsel pukul 5 pagi.
Di Kabupaten Lahat ada beberapa objek wisata menarik, salah satunya yang mengundang perhatian saya adalah Bukit Jempol.
Dinamakan begitu, karena bentuknya seperti kepalan tangan sampil mengacungkan jari jempol. Tapi bus ini tidak melewati jalur ke bukit tersebut.
Dinamakan begitu, karena bentuknya seperti kepalan tangan sampil mengacungkan jari jempol. Tapi bus ini tidak melewati jalur ke bukit tersebut.
Selepas subuhan di mushola yang ada di belakang RM tersebut, saya pun sarapan mie rebus dan kopi susu.
Menurut Damon, biasanya masing-masing bus AKAP punya tempat pemberhentian RM sendiri-sendiri yang berbeda kondisi kebersihan, kelengkapan fasilitasnya, dan kelezatan serta keberagaman menu masakannya.
Sopir dan kenek bus AKAP yang membawa penumpang ke RM, lanjut Damon biasanya mendapatkan jatah makan dan minum gratis dari pemilik RM. “Sopir dan kondektur-nya ditempatkan di ruang terpisah dengan pengunjung RM,” terangnya.
Selepas singgah di RM yang buka setiap hari mulai 3 pagi sampai 10 malam ini, Bus NPM kemudian menuju Muara Enim dan wilayah lain masih di wilayah Sumsel.
Kondisi jalan lintas tengah Sumatera terbilang kecil. Cuma satu jalan dan masih digunakan untuk 2 jalur. Parahnya yang melewati bus-bus AKAP dan truk berukuran besar.
Lintasan terberat antara lain di Sumsel setelah Kabupaten Lahat. Lintasannya melewati perbukitan berhutan lebat, berkelok-kelok. Sudah sempit, jalannya pun banyak yang berlubang bahkan ada yang longsor.
Bus NPM sempat hampir terserempet salah satu truk berwarna kuning.
Kata Damon, Buus NPM termasuk bus lama yang bermain di Jalinteng Sumatera. “Sejak saya kecil bus ini sudah ada,” akunya.
Kendati pemain senior, namun Bus NPM yang saya tumpangi belum ada fasilitas WiFi gratis. Lucunya lagi, bagian kaca depan busnya diberi jeruji kawat untuk menghindari timpukan batu, hewan yang melintas atau mungkin tabrakan agar tidak terlalu parah menimpa sopir dan penumpang bagian depan.
Lantaran jalan sempit dan berkelok-kelok, bus melaju pelan dan setiap tikungan membunyikan klakson utuk memberi sinyal kepada truk atau kendaraan lain.
Saat berpapasan dengan bus besar atau truk, salah satu harus mengalah atau sama-sama berjalan pelan.
Bus NPM yang ber-motto Travel in Comport seperti yang tertera di bungkusan penutup bagian atas kursinya ini, juga tidak memiliki fasilitas colokan listrik. “Padahal colokan listrik sangat diperlukan untuk perjalanan panjang. Soalnya batere HP kerap habis sebelum sampai Jakarta jadi sulit menghubungi saudara,” terang Damon.
Salah satu penghibur di bus ini hanya karoke dan TV yang menyetel lagu-lagu berbahasa Minang antara lain Barek Solok, Ayam Den Lapeh, Anak Daro, Kabanglah Bungo, dan lainnya yang dibawakan penyanyi Pop Daerah Minang seperti Ria Amelia, Ratu Sikumbang, dan lainnya.
Pilihan lain cuma lagu-lagu jadul milik Dian Pishesa, Endang S. Taurina, Ratih Purwasih, The Mercys, D'loyd, dan Obbie Meshak.
Bus NPM kelas executive ini dilengkapi toilet di bagian belakang tapi tidak ada smoking room. Bagi perokok kesempatan merokok hanya bisa saat bus singgah untuk makan dan lainnya di restoran.
Di
Sumsel setelah melewati Bukit Barisan, disuguhkan persawahan dan kampung-kampung dengan rumah panggung kayu khas Sumsel.
Kondisi jalannya tetap banyak yang berlubang. Laju bus pun jadi lamban. Di sebelah kanan ada RM Tahu Sumedang dengan parkir yang cukup luas.
Bus NPM sempat berhenti beberapa saat di bengkel tepi jalan dan berikutnya sempat mampir di pedagang penjualan aneka pisang karena ada penumpang, seorang ibu yang terlihat kenal dengan sopir dan keneknya yang ingin membeli pisang.
Akhirnya bus memasuki wilayah Lampung, lalu mampir di Rumah Makan Wisata Minang di jalan lintas tengah KM. 192, Way Kanan, Lampung.
Bus NPM sempat berhenti beberapa saat di bengkel tepi jalan dan berikutnya sempat mampir di pedagang penjualan aneka pisang karena ada penumpang, seorang ibu yang terlihat kenal dengan sopir dan keneknya yang ingin membeli pisang.
Sebelum naik ke kapal roro di Pelabuhan Bakauheni, untuk menyeberangi Selat Sunda menuju Pelabuhan Merak, Banten, bus ini singgah di RM Wisata Minang cabang Kalianda setelah 6 jam melewati Way Kanan, dan sejumlah daerah di Lampung.
Selepas makan bus langsung menuju Pelabuhan Bakauheni. Sebelum masuk pelabuhan, sopir mengingatkan kepada seluruh penumpang untuk tidak membawa senjata tajam, senjata berapi, ganja, dan segala macam bentuk narkoba karena kalau tertangkap tanggung resiko sendiri.
Betul saja, sewaktu mau masuk Pelabuhan Bakauheni, petugas keamanan pelabuhan memerika bawaan penumpang di dalam bus. Untunglah semua aman.
Setelah bus masuk kapal dan parkir di geladak, seluruh penumpang naik ke bagian atas kapal. Saya lebih memilih ke bagian atas kapal roro bersama puluhan penumpang lain sambil minum kopi dan mendengarkan petugas penyuluh penggunaan life jacket.
Nama petugasnya Ferry berdarah Sunda. Awalnya dia memang memberi penjelasan cara menggunakan life jacket dan memberitahu dimana life jacket itu bisa diambil atau dikenakan saat kapal dalam kondisi darurat.
Namun setelah selesai memberi pengarahan, Ferry enawarkan berbagai produk seperti minyak untuk obat pusing-pusing. “Bapak-bapak dan ibu-ibu minyak ini harganya 15 ribu sebotolnya, kalau di apotik Rp 30 ribu,” ujarnya.
Lelaki berperawakan kurus tinggi itu membawakannya dengan jenaka seperti orang berceramah sehingga penumpang kapal roro terhibur dan tertawa. Dia juga mengajak penumpang untuk berdoa.
Dia juga menawarkan mainan anak, buku anak, kamus, toke buff, tas multi fungsi yang bisa dijadikan peci, blangkon, tas selempan, tas ransel, dan lainnya. “Ujung-ujungnya dagang dan duit alias UUD ya Om,” ujarnya.
Dua jam lebih kapal roro melintasi Selat Sunda, sampai di Pelabuhan Merak. Bus keluar kapal menuju RM Rajawali, Jalan Raya Merak KM.3, Gerem, Merak, Banten untuk makan malam.
Ini merupakan RM terakhir sebelum akhirnya Bus NPM menuju Kalideres dan Rawamangun.
Entah kenapa tiba-tiba di RM tersebut, keneknya bilang bus ini tidak sampai ke Terminal Kalideres melainkan langsung ke Rawamangun. “Kalau mau ke Terminal Kalideres, pindah ke bus lain,” ujar kenek itu dengan ketus dan wajah tak ramah.
Beberapa penumpang termasuk saya jelas kecewa karena tidak sesuai dengan janji mereka.
Melihat kekecewaan kami, akhirnya sopi bus mau mengantarkan ke Kalideres tapi tetap saja tuidak sampai ke terminal. Bus NPM itu putar balik dan langsung menuju tol, sebelum sampai Terminal Kalideres. Kejadian itu jelas membuat kesan tidak profesional langsung hinggap di benak saya.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar