Menpar Arief Yahya: Indonesia Bisa jadi Global Champion untuk Halal Tourism, Asal...
Indonesia sangat mungkin menjadi negara tujuan wisata halal (halal tourism destination) paling unggul di dunia. Posisi Indonesia naik dua peringkat berdasarkan penelitian indeks perjalanan muslim dunia atau Global Muslim Travel Index (GMTI) 2016, dari peringkat keenam tahun lalu menjadi keempat dunia tahun ini.
Demikian disampaikan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya pada malam Anugerah Pariwisata Halal Indonesia, pemberian piala kepada para pemenang Kompetisi Pariwisata Halal Nasional (KHPN) 2016 di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Arief Yahya Indonesia bisa mengalahkan Malaysia yang tahun ini berhasil mempertahankan posisinya di peringkat pertama halal tourism destination versi GMTI yang mengukur minat wisatawan di 10 negara OIC (Organization of Islamic Cooperation).
“Indonesia bisa berada di peringkat pertama sekaligus mengalahkan Malaysia tahun 2017. Tidak perlu menunggu 2019, kelamaan,” tegas Arief Yahya.
Berdasarkan peringkat destinasi pariwisata halal teratas negara Islam (OIC) dalam GMTI 2016, Malaysia berada diposisi pertama dengan nilai 81,9. Disusul UEA (74,7), Turki (73,9), dan Indonesia diurutan ke mpat dengan nilai 70,6.
Posisi kelima hingga ke-10 ditempati Qatar (70,5), Arab Saudi (70,4), Oman (70,3), Maroko (68,3), Jordan (65,4), dan Bahrain (63,3).
“Saya selalu bilang, kita bisa mengalahkan Malaysia dengan mata setengah ngantuk, asal.., kita bisa serius dikit dan tidak malas. Kita ini bangsa yang pintar tapi kadang malas,” tambah Arief Yahya.
Untuk mengalahkan Malaysia, lanjut Arief Yahya, Indonesia tidak perlu mengerahkan semua kekuatan provinsinya. Cukup 3 provinsi yang Indonesia andalkan yakni Aceh, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat. “Awas ya kalau sampai ketiga provinsi itu enggak bisa kalahkan Malaysia,” ancam Arief Yahya.
Untuk memenangkan persaingan hingga menjadi global player, selain serius dan tidak malas, Indonesia harus mengetahui posisinya di global market.
Indonesia harus menggunakan global standard yang diakui dunia, salah satunya GMTI. “Jangan standar-nya menurut standar kita, tapi standar GMTI yang sudah diakui dunia,” tegasnya.
Kata Arief Yahya meskipun Indonesia mayoritas muslim, tidak serta merta orang-orang atau wisman muslim berbondong-bondong itu datang ke Indonesia.
“Siapapun yang memberikan pelayanan terbaik. Mohon maaf tidak peduli negara itu mayoritas muslim atau tidak, maka dialah yang akan memenangkan persaingan. Sedangkan bangsa pemalas meskipun dia negara mayoritas muslim pasti yang kalah,” tambah Arief Yahya.
Buktinya Thailand yang negaranya nonmuslim, jumlah wisman muslimnya yang datang lebih dari 4 juta, tahun lalu. Sementara Indonesia, sambung Arief Yahya yang mayoritas muslim cuma 2 juta, itu pun sebenarnya tidak sampai.
"Kita pun kalah dengan Singapura yang wisman muslimnya mencapai 3,5 juta apalagi dengan Malaysia yang sudah 7 juta wisman muslimnya," ungkap Arief Yahya.
Hal lain yang perlu diperhatikan, Indonesia harus tahu kekuatan dan kelemahannya. “Kekuatan kita adalalah negara mayoritas muslim dan kelemahan kita juga mayoritas muslim. Jadi kekuatan sekaligus kelemahan kita adalah mayoritas muslim. Itu yang kemarin saya kritik sewaktu ke Aceh,” ungkapnya.
“Maksud kekuatan sekaligus kelemahan kita itu mayoritas muslim begini, karena mentang-mentang sudah merasa mayoritas muslim, lalu kita merasa semuanya otomatis sudah halal dan tidak perlu sertifikasi halal. Itu jelas salah. Sebab buktinya tidak begitu, wisman muslim tetap butuh sertifikasi halal dengan pelayanan dan fasilitas yang baik walaupun itu ada di negara mayoritas muslim,” terang Arief Yahya.
Indonesia optimistis angka kunjungan wisman muslimnya diperkirakan akan meningkat tahun 2019 yang mencapai 5 juta wisman muslim atau sekitar 25 persen dari total wisatawan yang diperkirakan mencapai 20 juta orang.
Halal tourism menjadi fokus Indonesia karena memenuhi syarat 3S (size, sustainable, dan spread). "Size pasar wisata halal dari 6,8 miliar penduduk dunia, 1,6 miliar di antaranya adalah muslim dan 60% usianya di bawah 30 tahun," katanya.
Data Comcec Report February 2016, Crescentrating, tahun 2014 ada 116 juta pergerakan halal traveler dan diproyeksikan tahun 2020 akan menjadi 180 juta perjalanan atau naik 9,08 persen, sementara di Indonesia dalam 3 tahun terakhir ini juga naik rata-rata 15,5 persen.
Tercatat total pengeluaran wisatawan muslim dunia tahun 2014 mencapai 142 miliar dolar AS.
Adapun pertumbuhan halal tourism mencapai 6,3 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan pariwisata dunia sebesar 4,4 persen ataupun pariwisata ASEAN sebesar 5,5 persen.
Begitu pula spread atau benefit halal tourism sangat besar. Untuk pengeluaran wisman dari Arab Saudi rata-rata 1.750 per dolar AS per kunjungan per wisman dan wisman UEA 1.500 dolar AS per kunjungan per wisman atau lebih besar dibandingkan pengeluaran wisman dari Asia 1.200 per dolar AS wisman per kunjungan.
Modal Indonesia menjadi destinasi wisata halal dunia, selain 3 penghargaan World Halal Travel Awards (WHTA) 2015, Indonesia juga telah membuat KPHN 2016 yang pemenangnya akan mewakili Indonesia di WHTA 2016 yang juaranya akan diumumkan 7 Desember di Abu Dhabi, UEA.
“Dua Provinsi Aceh dan Sumbar, yang disiapkan sebagai destinasi wisata halal andalan, kita harapkan akan mendapat World's Best Award di WHTA 2016 melengkapi NTB yang lebih dulu pada tahun lalu meraih 2 penghargaan World's Best Halal Tourism Destination dan World's Best Halal Honeymoon Destination,” kata Arief Yahya.
Dalam penilaian sebuah destinasi termasuk destinasi halal Indonesia, lanjutnya selama ini hanya menggunakan rumus 3A yakni ketersediaan atraksi, akses, dan amenitas.
“Tapi kalau saya selalu tambahkan satu lagi yakni CEO Commitment. Kenapa? Karena saya selalu yakin transformasi itu akan sangat efektif kalau CEO Commitment. Siapa CEO itu, ya presiden, menteri, gubernur, bupati dan atau walikota,” pungkas Arief Yahya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
Foto: adji & fikri-humaskemenpar
0 komentar:
Posting Komentar