Belajar dari Kematian 3 Pendaki di Semeru: Kenali Kemampuan Diri, Jangan Remehkan Gunung
Kegiatan pendakian gunung di Indonesia kembali menelan korban. Kali ini menimpa pendaki asal Depok, Jawa Barat bernama Sahat M. Pasaribu yang tewas di Pos Kalimati saat melakukan pendakian di Gunung Semeru, Jawa Timur (Jatim), Sabtu (8/10/2016). Mengapa duka terjadi lagi?
Kematian warga Sidamukti RT 3 RW 22 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok ini diduga karena sakit sehingga fisiknya tidak kuat melanjutkan pendakian kemudian meninggal saat dievakuasi. Jenazah Sahat kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Lumajang untuk divisum.
Kematian warga Sidamukti RT 3 RW 22 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok ini diduga karena sakit sehingga fisiknya tidak kuat melanjutkan pendakian kemudian meninggal saat dievakuasi. Jenazah Sahat kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Lumajang untuk divisum.
Sahat dikabarkan mendaki Semeru bersama 12 rekannya. Mereka tiba di Pos Perizinan Ranu Pane pada Rabu 5 Oktober. Setelah mendapat pengarahan dari petugas, rombongan itu berangkat mendaki sekitar pukul 16.00 WIB.
Kematian Sahat menambah daftar pendaki yang tewas di gunung tertinggi di Pulau Jawa yang berketinggian 3.676 Meter diatas permukaan laut (Mdpl) ini, sepanjang 2016.
Beberapa hari sebelumnya, Selasa 3 Oktober lalu, pendaki asal Jakarta, Chandra Hasan juga tewas lantaran sakit sewaktu melintas di jalur Landengan Dowo dari Ranu Pane, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jatim.
Pendaki berusia 35 tahun yang beralamat di Kampung Pengarengan RT 004/ RW 012, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur ini dikabarkan mendaki Semeru bersama 3 rekannya dari Ranu Pane.
Sebulan sebelumnya, pendaki asal Pekalongan, Jawa Tengah, Zimam Arofik, juga meninggal di gunung aktif ini karena sakit.
Pendaki yang beralamatkan Jalan WR Supratman 123 RT 005/RW 012 Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan ini meninggal dunia di Kalimati, pos terakhir sebelum Mahameru, puncaknya Semeru.
Zimam mendaki bersama 6 rekannya asal Pekalongan pada Sabtu (10/9/2016). Mereka mendaftar di Pos Ranupane, dengan persyaratan yang lengkap, termasuk surat keterangan dokter.
Beberapa bulan lalu, pendaki asal Swiss, Lionel du Creux juga dikabarkan tersesat dan sampai sekarang belum ditemukan setelah dilaporkan hilang pada 7 Juni lalu.
Kematian 3 pendaki Indonesia (Zimam, Chandra, dan Sahat) di Gunung Semeru tahun ini semestinya menjadi pelajaran berharga bagi para pegiat alam bebas, utamanya pendaki gunung, bahwa mendaki gunung bukan sekadar siap secara perlengkapan mendaki, termasuk bekal (logistik), melainkan juga siap fisik dan mental. Dalam artian tidak dalam kondisi kurang sehat, apalagi sakit.
Selain dalam kondisi sehat fisik dan mental, disarankan mendaki gunung tidak sendirian, terlebih bagi pemula. Minimal berdua atau dalam kelompok kecil (small group), 4-6 orang.
Perlu diingat, jika melakukan pendakian dalam rombongan sedang hingga 15 orang dan atau pendakian massal (penmas) di atas 20 orang, jangan merasa itu sudah aman, lalu bergantung dengan rekan sependakian.
Jangan sampai berpikiran, kalau sakit nanti juga ada banyak rekan yang bantu. Akhirnya pendaki itu nekad ikut penmas padahal sudah tahu kondisi fisiknya sedang kurang sehat. Pikiran itu jelas salah, itu namanya meremehkan gunung.
Pendakian gunung, baik dilakukan sendiri (solo) maupun rombongan (penmas), setiap pendakinya harus dalam kondisi sehat, siap fisik dan mental.
Jika memang berniat mendaki sendiri, apalagi tidak tahu jalur pendakiannya, sebaiknya ditemani pemandu lokal. Dan kalau tidak kuat membawa perlengkapan, usah sungkan menggunakan tenaga angkut atau porter.
Intinya, kenali kemampuan diri sendiri sebelum berniat mendaki. Seberapa siapkah fisik, seberapa besar pengalaman mendaki, seberapa kuat ketahanan mental, seberapa dewasa dalam bersikap, seberapa tinggi peduli ramah lingkungan, seberapa lengkap peralatan dan perlengkapan termasuk logistik, serta seberapa paham survival skill atau tehnik hidup di alam bebas dalam hal ini bertahan hidup di gunung dalam kondisi darurat.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
Foto: adji & dok.gunungindonesia
Jadi bukan sekadar semangat ingin foto-foto narsis di puncak gunung, ingin membanggakan diri karena sudah sampai di puncak gunung lalu pamer foto-fotonya di sosial media, dan bukan pula karena pelarian atas masalah pribadi dan lainnya, lalu pergi mendaki tanpa bekal di atas.
Satu lagi, jangan berniat “kotor” sewaktu mendaki. Dan jangan lupa berdoa agar pendakian berjalan lancar, bercuaca cerah, bermanfaat, dan tentunya sampai ke puncak lalu kembali turun hingga tiba di rumah dengan selamat.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
Foto: adji & dok.gunungindonesia
0 komentar:
Posting Komentar