Soal STP Harus Jadi Politeknik, Prof. Ahman Sya: "Kami Tidak Akan Mengubah Dulu"
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dalam waktu dekat akan menelurkan Peraturan Pemerintah (PP). Adapun rancangan isi PP tersebut di antaranya Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Kementerian Lain (KL) dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) wajib mengubah bentuk menjadi politeknik atau akademi paling lama dua (2) tahun sejak PP tersebut diundangkan.
Sanksinya ada dua, jika dalam jangka waktu 2 tahun perguruan tinggi tersebut tidak berubah bentuk/status, yakni tidak dilayani dalam hal pelayanan perguruan tinggi oleh Kemenristek Dikti dan dicabut status akreditasinya sehingga tidak bisa menerbitkan ijazah.
Terkait hal itu Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisatan (PKK), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Prof. Dr. H.M. Ahman Sya mengatakan untuk sementara ini tidak akan melakukan perubahan bentuk atau status perguruan tinggi menjadi politeknik sesuai keinginan Kemenristek Dikti.
“Kami tidak akan mengubah dulu. Kami sedang fokus menata dulu yang akademi jadi poltek (politeknik-red),” terang Ahman Sya lewat pesan WA kepada TravelplusIndonesia di Jakarta, Senin (25/7) malam.
Untuk Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) yang dikelola Kemenpar, lanjut Ahman Sya jenjangnya juga sudah boleh Diploma, S1, S2, maupun S3, dan kontennya juga sudah vokasi. “Jadi tidak masalah kalau hanya mengubah nama STP jadi Politeknik, dan itu tidak perlu waktu lama,” tambahnya.
Menurutnya yang terpenting Kemenpar sudah declare bahwa perguruan tinggi di bawah Kemenpar adalah vokasi. “Kurikulumnya juga begitu. Dan kami adalah perguruan pariwisata terbaik di ASEAN, baik itu STP Bandung, STP Nusa Dua Bali, Akpar Medan, dan Poltekpar Makassar,” ungkapnya.
Kata Ahman Sya lagi tidak benar kalau STP diganti jadi politeknik statusnya otomatis turun. “Statusnya tidak turun. Sama saja se-level. Bedanya sekolah tinggi itu perguruan tinggi akademik. Sedangkan politeknik itu perguruan vokasi yg menghasilkan lulusan yang siap pakai,” terangnya.
Menurut Ahman Sya yang harus diperjelas sekarang bahwa lulusan STP binaan Kemenpar juga siap pakai sebagaimana politeknik. Jadi tidak benar kalau ada yang menuding lulusan STP tidak siap pakai. “Siapa bilang lulusan STP kami tidak siap pakai? Buktinya lulusan kami tidak ada yang nganggur,” tegasnya .
Soal bagus dan tidak, sambung Ahman Sya, bukan tergantung nama tapi tergantung proses belajar mengajarnya.
Namun Ahman Sya memahami apa yang diinginkan/dimaksudkan Kemenristek Dikti terkait perubahan bentuk/status perguruan tinggi itu.
“Kemenristek Dikti mau menyeragamkan perguruan akademik baik itu akademi, sekolah tinggi, dan universitas menjadi perguruan vokasi, politeknik,” jelasnya.
Berarti dengan kata lain Kemenpar akan siap mengganti status STP menjadi politeknik sesuai keinginan Kemenristek Dikti dalam waktu dekat? Ahman Sya menjawab dengan kata-kata tenang seolah tak ada soal.
“Jangan bicara ganti nama sekarang. Itu sesuatu yang mudah. Yang penting kualitasnya. Acuan Kemenristek Dikti tentang perguruan pariwisata adalah perguruan tinggi kami (di bawah Kemenpar-red). Tapi ga ada masalah kalau saatnya harus menyesuaikan,” ujar Ahman Sya.
Lalu apa benar kalau STP ganti status menjadi poltekpar, 3 jenjang S1-nya seperti yang ada di STP Bandung akan hilang, karena di politeknik tidak ada jenjang S1?
“Tidak benar itu. Siapa bilang tidak ada S1 di politeknik? Ada koq, namanya S1 terapan,” tegas Ahman Sya lagi.
Soal rencana Kemenristek Dikti menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang perubahan bentuk perguruan tinggi itu terkuak usai Kemenristek Dikti menggelar rapat pada tanggal 13 Juni 2016 lalu. Dan TravelplusIndonesia mendapat informasi urgent tersebut dari beberapa narasumber yang dapat dipercaya.
Sekitar sebulan lebih usai rapat tersebut, Kemenpar pun mengeluarkan surat pemberitahuan terkait perubahan bentuk perguruan tinggi yang ditujukan kepada Ketua STP Bandung, Ketua STP Nusa Dua Bali, Direktur Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar, dan Direktur Akademi Pariwisata (Akpar) Medan.
Surat berklasifikasi penting yang dibuat tangal 22 Juli 2016 dan ditandatangani Sekretaris Deputi (Sekdep) Bidang PKK Faisal Armawi, juga ditembuskan ke Deputi Bidang PKK, Ahman Sya.
Di akhir surat tersebut tertera satu paragraf bernada himbauan yang berbunyi; “Sehubungan dengan hal tersebut, semua perguruan tinggi di lingkungan Kemenpar, diharapkan untuk segera menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk perubahan bentuk perguruan tinggi menjadi polteknik.”
Akankah kedua STP kebanggaan Kemenpar (STP Bandung dan STP Nusa Dua Bali) akhirnya secara ‘terpaksa’ menuruti himbauan seperti yang tercantum dalam surat tersebut? Dengan kata lain mengindahkan keinginan Kemenrsitek Dikti dengan mengganti status menjadi politeknik jika RPP itu jadi diundangkan?
Jika iya, kapan perubahan nama itu akan dilakukan kedua STP tersebut? Atau justru keduanya berkeras hati bertahan sesuai alasan masing-masing, dengan melakukan lobi-lobi untuk memberi penjelasan kepada Kemenristek Dikti? Kita tunggu saja kabarnya.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar