Sulo, Gimba & Lalove Jadi Sajian Utama Pembukaan Festival Pesona Palu Nomoni
Festival Pesona Palu Nomoni 2016 akan berlangsung di Kota Palu, Sulawesi Tengah, 24-26 September mendatang bakal menyuguhkan tiga atraksi utama pada acara pembukaan. Ketiga acara itu adalah pertunjukkan kolosal 520 lalove (seruling adat), atraksi 1.040 penabuh Gimba (gendang), dan instlalasi sulo (obor) di 520 titik di bentangan 7,2 Km sepanjang Teluk Palu.
“Jadi total yang akan meniup Lalove dan menabuh Gimba ada 1560 orang. Ketiga sajian utama itu untuk meramaikan acara pembukaan pada hari Sabtu, 24 September,” terang Walikota Palu Hidayat saat launching Festival Pesona Palu Nomoni 2016 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Jakarta, Senin (20/6).
Hidayat menjelaskan cahaya Sulo dalam even ini sebagai simbol semangat yan tak kunjung padam. Sinarnya untuk menerangi atraksi para peniup Lalove dan penabuh Gimba di atas intalasi bambu.
Para peniup Lalove akan memainkan kobi lalove pomparata dan posalonde yakni jenis tiupan yang biasa dimainkan untuk mengundang kehadiran leluhur dalam ritual.
Para peniup Lalove akan memainkan kobi lalove pomparata dan posalonde yakni jenis tiupan yang biasa dimainkan untuk mengundang kehadiran leluhur dalam ritual.
“Rangkaian atraksi ini akan mencatat sejarah penabuh Gimba dan peniup Lalove terbanyak serta pemasangan Sulo terpanjang di Kota Palu,” terang Hidayat.
Festival Pesona Palu Nomoni kali ini, lanjutnya terbagi dalam 4 ring yang masing-masing mempunyai keunikan sendiri. “Ring pertama yang menjadi suguhan acara pembukaan festival yakni pertunjukkan Lalove, Gimba, dan Sulo. Pertunjukan di ring satu ini akan berlangsung saat opening ceremony selama 38 menit sesuai usia Kota Palu yang ke 38 tahun,” terangnya.
Ring kedua berisi serangkaian Ritual Adat Kaili. Dalam ring ini akan ada 5 titik pertunjukkan yang menyajikan 10 jenis ritual adat Kaili antara lain Balia Baliore (Pompaura Balaroa), Balia Tomini (Tomataeo Duyu), Balia Tampilangi Ulujadi (Kabonena), Ritual Pompaura Vunja (Petobo), Ritual Manuru Viata (Tipo), Balia Jinja ( Lasoani), Balia Bone, Vunja Ntana, Pora’a Binangga, dan ritual adat Topoleao.
“Pelaksanaan Ritual Adat Kaili ini melibatkan 269 orang dari komunitas adat yang ada di Kota Palu. Rangkaiannya akan berlangsung selama dua hari yakni Minggu dan Senin tanggal 25 dan 26 September,” ungkap Hidayat.
Selanjutnya ring ketiga berisi Panggung Seni Budaya Nusantara. Di ring ini akan ada tujuh panggung yang akan menyajikan pertunjukan budaya dari berbagai etnis antara lain Toraja, Sunda, Jawa, Bali, Gorontalo, Tionghoa, dan eynis-etnis dari Sulawesi Selatan serta ditambah satu Panggung Religi.
“Acaranya akan berlangsung pada Senin, 26 September, sebelum acara penutupan. Di acara penutupan juga akan tampil artis lokal dan Ibukota,” aku Hidayat.
Ring terakhir yang keempat, lanjutnya memuat alat transportasi lokal antara lain dokar yang akan menjadi alat transportasi tunggal selama festival berlangsung.
“Dokar atau delman ini adalah kendaraan tradisional dengan kuda yang akan melayani pengunjung selama even berlangsung, terutama di jalan-jalan utama di area festival seperti Jalan Rajamoili, Jalan Cumi-Cumi, dan Jalan Komodo. Ketiga jalan itu akan bebas dari kendaraan bermotor. Dokarnya akan dihias sedemikian rupa hingga tampil lebih cantik dan semarak,” tambahnya.
Selain 4 ring kegiatan di atas, masih ada 4 kegiatan pendukung yakni lomba perahu layar sandek tipe A dan B, lomba renang menyeberangi Teluk Palu menempuh jarak 5,2 Km, lomba lari marathon internasional Palu Nomoni sejauh 42 Km, dan Kampung Kuliner Kaili yang akan menghadirkan permainan dan makanan tradisional khas Kaili serta kehidupan masyarakat di Kampung Kaili.
Hidayat berharap empat ring yang menjadi kegiatan utama berikut empat acara pendukung festival ini dapat menjaring wisatawan bukan hanya lokal dan Nusantara namun juga mancanegara.
“Kami berharap semua acara di festival ini dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Sulteng yang tahun ini mentargetkan 500 ribu wisatawan nusantara (wisnus) dan 25 ribu wisatawan mancanegara (wisman). Sedangkan capaian tahun 2015 lalu 256.800 wisnus dan 3.758 wisman,” ungkapnya.
Untuk menggaungkan festival ini, berbagai upaya sudah dilakukan, sambung Hidayat salah satunya membuat dan menerbitkan buku panduan bertajuk “Festival Pesona Palu Nomoni 2016 Membuka Mata Dunia Menuju Palu Nomoni”.
“Buku ini merupakan publikasi kegiatan Festival Pesona Palu Nomoni 2016 dalam melihat sejarah, budaya, potensi, dan tantangan Kota Palu yang terletak di tengah-tengah garis Khatulistiwa,” tambahnya.
“Kami sadar sepenuhnya sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah yang berumur 38 tahun, harus melompat dan menggunakan strategi yang luar biasa untuk mengejar ketertinggalan,” ujarnya lagi.
Buku ini, lanjutnya lagi berisi pendokumentasian kehidupan masyarakat Kota Palu dengan ragam budaya dan adat istiadatnya.
“Buku ini bisa menjadi media promosi dan souvenir bagai para tamu baik dalam dan luar negeri karena ditulis dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris,” terangnya.
Cara promosi lainnya, lanjut Hidayat dengan me-launching festival ini di Jakarta dengan dukungan Kementerian Pariwisata, yang dihadiri Menteri Pariwisata Arief Yahya dan sejumlah eselonnya.
“Acara launching festival ini diliput berbagai media yang ada di Jakarta, jadi gaungnya bisa me-Nasional bahkan mendunia,” pungkasnya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: adji & zuna-Humas Kemenpar
0 komentar:
Posting Komentar