Nonton Festival Pesona Palu Nomoni, Jangan Lupa Santap Kaledo-nya
Saat menjadi salah satu kota tujuan wisata Gerhana Matahari Total (GMT) 2016 beberapa waktu lalu, Kaledo nama kuliner khas Kota Palu diserbu wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Diperkirakan pada Festival Pesona Palu Nomoni 2016 yang akan berlangsung di Kota Palu pada 24-26 September mendatang, hal itu akan terulang. Wisatawan bakal berbondong-bondong menyerbu sejumlah warung makan untuk menyantap sop Kaki Lembu Donggala (Kaledo) ini.
Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: adji & dok. galeriwisata
Kenapa Travelplusindonesia bisa memprediksi begitu? Karena Kaledo bileh dibilang ikon kulinernya Kota Palu. Imejnya itu boleh dibilang hampir sejajar dengan Pempek-nya Palembang atau Gudeg-nya Jogja.
Siapapun orangnya yang datang ke Palu terutama penyuka sop daging, entah itu untuk urusan berwisata dan lainnya, pasti dia akan mencari Kaledo.
Saking hebatnya ikon tersbut, sampai ada perumpamaan, kurang lengkap kunjungan ke Palu kalau belum menyantap Kaledo-nya.
Sesuai singkatan namanya, sebenarnya Kaledo adalah sop khas masyarakat Donggala di Sulawesi tengah (Sulteng), tepatnya di kota Palu.
Sepintas, Kaledo mirip dengan sup buntut. Cuma tulangnya dari kaki lembu atau sapi. Tulangnya adalah ruas tulang lutut yang masih berisi sum-sum.
Kaledo sendiri ada yang bilang berasal dari Bahasa Kaili, bahasa masyarakat etnis Kaili di Lembah Palu yang kini menjadi Kota Palu. Ka artinya Keras, dan Ledo artinya Tidak, sehingga dapat diartikan "tidak keras". Maksudnya mungkin daging dan sumsumnya tidak keras.
Keutamaan sekaligus keunikan Kaledo adalah pada sunsum-nya yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi. Yang bikin unik lagi, teman bersantapnya bukan dengan nasi melainkan singkong rebus.
Kendati Kaledo sudah begitu populer di Oalau bahkan seluruh Sulteng, Namun masih banyak yang belum tahu kalau sebenarnya Kaledo termasuk makanan tempo doeloe.
Kaledo sudah ada sebelum agama Islam datang ke Palu pada abad 16. Kaledo hadir bersamaan dengan tumbuhnya budaya Kaili-Kulawi di Lembah Palu ketika penduduknya masih menganut Animisme.
Saat itu, Kaledo yang dibuat masyarakat etnis Kaili, berbahan dasar potongan kaki berbagai jenis hewan, seperti Kaki Kambing atau kaki Babi hutan. Maklum geografisnya berupa lembah luas yang masih terdapat berbagai hewan.
Pasca-masuknya ajaran Islam, masyaraktnaya menggantinya dengan Kaki Sapi sampai sekarang.
Ketika itu ada dua jenis sop yang diolah masyarakat Kaili, yakni Uta Poiti dan Kaledo.
Sebenarnya bumbu-bumbu yang digukan kedua sop tersebut hampir sama, cuma pada Uta Poiti selain menggunakan potongan tulang yang masih tertempel daging, ditambah dengan daging murni dan aneka jeroan. Sedangkan Kaledo, murni potongan Kaki Sapi.
Bedanya Kaledo Tempo Dole dengan era sekarang. Dulu menggunakan daun khusus sebagai penyedap yang disebut Tava Nusuka (nama lokal) yang tumbuh di lereng-lereng pegunungan. Tapi sekarang karena sudah langka, orang lebih memilih dan menyukai penyedap modern.
Bedanya lagi, kalau dulu satu potong penuh ekor sapi langsung dimasak atau dibuat sop. Sedangkan sekarang kaki sapi dipotong-potong terlebih dahulu baru dimasak.
Istimewanya, kalau dulu, Kaledo merupakan sajian para raja di Lembah Palu yang diperuntukkan khusus buat tamu kehormatan dari kaum bangsawan yang disebut dengan Toma Oge atau Toma Langgai atau Langga Nunu.
Khusus raja atau pembesar kerajaan, jamuan makan bersama raja berlangsung di Rara Banua atau di dalam ruangan rumah. Bagi para punggawa kerajaan, ditempatkan Ri Tambale atau teras rumah. Sementara rakyat jelata Ri Paumbu atau halaman rumah.
Uniknya lagi, acara makan harus diawali oleh Toma Oge atau sang pembesar. Kalau Toma Oge belum kelar makan, rakyat dan lainnya tidak boleh berhenti makan. Jika dilanggar orang itu dikenai Kivu atau Sompo yakni sanksi adat atau denda berupa sejumlah uang atau hewan ternak seperti lembu sesuai kemampuannya.
Dari dulu Kaledo disantap dengan Kasubi atau Singkong kukus. Bisa juga Loka Pagata atau pisang kapok kalau di Jawa, yang ditempatkan dalam Dula Palanggu atau bakul dari kuningan berkaki. Semuanya ditaruh dengan alas dan penutup daun pisang. Tapi sekarang, banyak juga orang yang menyantapnya dengan nasi.
Nah, jika nanti Anda datang ke Kota Palu menyaksikan Festival Pesona Palu Nomoni 2016, jangan lupa berwisata kuliner Kaledo yang bercitra rasa asam pedas menggigit.
Kuahnya berwarna cokelat bening dengan bumbu racikan dari cabai rawit, garam, jeruk nipis, dan buah asam mentah. Hmmm.., menggugah selera.
Tak sulit mencarinya, karena hampir semua rumah makan di Kota Palu menyediakan Kaledo, di antaranya Restoran Kaledo Abadi, Stereo, dan Rumah Makan Kaledo 77. Beberapa rumah makan di sana ada juga yang menyajikan Kaledo Talang atau Kaledo Tanpa Tulang.
Wandi, salah satu wisatawan asal Jakarta usai menyaksikan GMT, 9 Maret lalu di Palu yang spektakuler, bersama teman-temannya, tak lupa menyantap Kaledo di salah satu rumah makan di sana.
Karyawan swasta itu mengaku cukup berkesan. “Tulang kaki lembu Donggala yang dihidangkan dapat disedot dengan sedotan plastik. Ada juga krupuk dan paru paru goreng untuk melengkapi rasa sup ini. Harganya cukup terjangkau bagi tamu dari Jakarta. Minumannya yang pas es jeruk atau es kelapa,” aku Wandi yang mengaku ingin kembali ke Palu lagi untuk menyantap Kaledo-nya.
Usai menikmati Kaledo, Wandi kemudian berkeliling obyek-obyek wisata Kota Palu antara lain ke Tanjung Karang dan Jembatan Wisata atau Jembatan Kuning Kota Palu.
“Tanjung Karang itu tempat snorkeling dan diving, sekitar 1,5 jam dari Kota Palu. Banyak bule yang diving di sana,” kata Wandi.
“Tanjung Karang itu tempat snorkeling dan diving, sekitar 1,5 jam dari Kota Palu. Banyak bule yang diving di sana,” kata Wandi.
Menurut Wandi, dulu memang Sulteng terkenal dengan Taman Nasional Lore Lindu-nya. Tapi belakangan ini justru Tanjung Karang yang tersohor. “Sampai orang Sulteng bilang, kalau ke Sulteng belum ke Tanjung Karang itu berarti belum ke Sulteng,” terangnya.
Anda tertarik ingin seperti Wandi menyantap nikmatnya Kaledo kemudian city tour Palu dan ke sejumlah obyek wisatanya? Datang saja ke Kota Palu pas even Festival Pesona Palu Nomoni 2016.
Travelplusindonesia jamin kunjungan Anda bakal jauh lebih lengkap, karena bisa sekalian menyaksikan sejumlah acara budaya tradisional dan ritual asli suku Kaili Lembah Palu.
Travelplusindonesia jamin kunjungan Anda bakal jauh lebih lengkap, karena bisa sekalian menyaksikan sejumlah acara budaya tradisional dan ritual asli suku Kaili Lembah Palu.
Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: adji & dok. galeriwisata
0 komentar:
Posting Komentar