. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Sabtu, 07 Mei 2016

Gara-Gara ATF 2016, Nama Gedung Sate Kian Mendunia

Nama Gedung Sate di Kota Bandung memang sudah tersohor, bukan hanya di Jawa Barat tapi juga secara nasional. Kini, nama gedung yang disebut-sebut 'Gedung Putih'nya Bandung ini kian mendunia gara-gara menjadi venue pembukaan Asia Tourism Forum (ATF) 2016 yang diikuti 460 peserta dari 21 negara di kawasan Asia, Eropa, Amerika dan Australia. Bahkan gedung ini menjadi maskot/lambang ATF yang ke-12 ini. 

Dua bingkai besar sebelah kiri yang memasang foto orang No. 1 Jawa Barat Gubernur Ahmad Heryawan atau yang akrab disapa Kang Aher, dan di sebelah kanan Wagub Deddy Mizwar terpajang di bagian dalam gedung dekat pintu masuk, mencuri perhatian saya ketika memasuki gedung bekas Kolonial yang tetap gagah dan kokoh ini.

Semakin masuk ke dalam,kekaguman saya dengan gedung ini menebal. Dua aula sebelah kiri dan kanan tampil megah, artistik sekaligus anggun, dan romantis dengan hadirnya lampu hias gantung. Salah satu aula tersebut digunakan untuk acara pembukaan ATF 2016, Sabtu (7/5).

Deretan kursi dibungkus kain putih yang tertata rapih, menambah cantik ruangan beratap tinggi ini. tapi masih kosong, karena undangan belum banyak yang datang.

Sewaktu Travelplusindonesia meliput acara pembukaan, sebelum Menteri Pariwisata (Menpar) datang dan membuka forum 2 tahunan ini, Staf Humas Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Rudy P. Siahaan mengajak saya untuk melihat bagian atas gedung ini ditemani seorang pemandu setempat. "Kang hayu atuh ke atas, kita lihat-lihat museum dan atap gedung ini," ajak Rudy dengan logat Sundanya.

Saya pun langsung menerima ajakannya itu. "Ayo aja kang, kapan lagi bisa menyusuri lebih jauh Gedung Sate mumpung ada di sini," balasku.

Maklum sudah 4 kali ke gedung tua bersejarah yang dibangun tahun 1920 ini, satu kali pun belum pernah saya masuk ke museum dan naik sampai atapnya. 

Berdasarkan catatan sejarah, gedung ini dinamai Gedung Sate karena mempunyai ciri khas yang unik berupa ornamen 6 tusuk sate yang ada di atas menara sentral.

Enam tusuk sate ini melambangkan 6 juta Gulden yang dipakai untuk membangun gedung berwarna putih ini pada masanya.

Untuk mencapai museum di Gedung Sate di lantai 4, kami menaiki lift berukuran kecil, sekitar 4 orang. Uniknya keset di alas lift tersebut ada tulisan Sabtu. "Memang setiap hari kesetnya diganti sesuai nama harinya," kata petugas tersebut.

Setibanya di langai 4, kami keluar lift dan mengarah ke kiri, memasuki museum. Ukuran museumnya tidak terlalu besar. Koleksinya juga tidak terlalu banyak. Lampu penerangnya pun minim, menambah suasana redup ruangan yang dinding-dindingnya didominasi warna coklat dan merah marun ini.

Di dalam museum terpajang berbagai koleksi seperti peralatan musik tradisonal khas Sunda dari bambu antara lain angklung. Juga ada gamelan, wayang golek, dan bermacam gendang berbeda ukuran.

Kabarnya gamelan di museum ini digunakan hanya untuk meghibur tamu kehormatan.

Di dinding bagian kiri ada koleksi lukisan keris Kujang, dua patung boneka berpakaian pengantin tradisional Sunda pria dan wanita, serta foto-foto hitam putih yang menggambarkan pembangunan Gedung Sate tempo doeloe.

Usai melihat-lihat koleksinya, Rudy dan petugas kemudian naik tangga menuju atap menara. Saya masih asyik melihat dan memotret beberpa koleksi museum.

Entah kenapa ada 'rasa' lain saat berada sendirian di sana, seperti ada 'seseorang' yang  sedang memperhatikan saya. Lantaran merasa tidak enak, saya langsung bergegas dan memanggil Rudy. "Woii.., kang tungguin," teriakku.

Usai mencapai tangga, akhirnya kami tiba di pelataran menara Gedung Sate. Dari sini jelas terlihat taman halaman di depan Gedung ini, termasuk jalan raya dan Lapangan Gasebu yang tengah direnovasi.

"Kalau cuaca lagi bagus, Gunung Tangkuban Parahu juga bisa terlihat terlihat jelas dari sini, " kata petugas itu.

Pemandangan dari teras menara gedung ini memang indah. Kami bisa melihat Kota Bandung dari 4 mata arah, Utara, Selatan, Timur, dan Barat.

Rudy pun sampai tergoda dengan pesona panoramanya. Pria berdarah Batak yang beristri perempuan Bandung ini pun meminta difoto di depan pagar dinding putih di teras itu. "Saya hijrah ke Bandung dari tahun 1989 tapi baru kali ini masuk ke Gedung Sate dan naik sampai atapnya," akunya dengan mimik senang.

Kemudian kami masuk ke bagian teratas atap menara yang di empat sisi-sisinya diberi kaca tebal. "Ruang ini biasanya digunakan untuk menjamu tamu spesial atau acara kenegaraan," kata petugas itu lagi.

Di ruang berbentuk kubus itu, ada deretan bangku dan meja bundar dan kotak kecil dari kayu serta seperangkat sound system.

Di bagian tengahnya terdapat lampu sirene yang sewaktu-waktu dinyalakan. Lampu tersebut dipagari pembatas kayu.

Puas menikmati pemandangan dari bagian atap Gedung Sate, kami turun kembali lewat jalan yang sama.

Sewaktu melewati museum, saya kembali mengabadikan beberapa koleksinya, dan lagi-lagi perasaan ada 'mahluk' lain yang mengawasi saya, terulang kembali.

Tanpa banyak kata saya mengajak Rudy dan petugas itu untuk keluar dari ruang berpenerang lampu yang agak terbatas itu.

Setibanya di lantai dasar, Menpar Arief Yahya sudah datang. Tepat pukul 9.30 WIB, Mantan Dirut PT Telkom yang memiliki rumah di Bandung ini membuka ATF 2016 secara resmi dengan memukul gendang khas Sunda bersama Wagub Jabar Deddy Mizwar, Kepala Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Dr Anang Sutono, CHE., founder ATF Prof Kaye Chon, dan lainnya.

Usai  membuka acara Menpar Arief Yahya diwawancarai sejumlah wartawan dari media lokal, nasional bahkan internasional terkait penyelenggaraan ATF dan manfaatnya.

Namun ada juga yang menanyakan mengapa memilih Gedung Sate sebagai tempat acara pembukaan. Secara tidak langsung, Gedung Sate ikut terekpose baik secara nasional maupun global. Secara otomatis pula nama gedung ini kian dikenal masyarakat bukan cuma di dalam negeri namun juga mancanegara.

Selepas mengikuti acara pembukaan ATF 2016 dan jumpa pers, saya kembali menyusuri Gedung Sate. Penasaran ingin mengetahui lebih jauh 'pesona' lain gedung tua besar ini. Sudah bukan rahasia lain, gedung berusia lebih dari seabad ini sering dikaitkan dengan cerita horor yang ramai dibicarakan warga Kota Bandung.

Ada yang mengatakan di gedung ini memiliki Lorong Rahasia di bawah Tanah yang menghubungkan gedung ini dengan Gedung Pakuan yang angker. Ada juga yang pernah melihat sosok kakek botak berjenggot panjang namun menghilang sekejap di dalam gedung ini.

Lalu ada yang mengatakan pohon besar di halaman belakang gedung ini dipercaya ada 'penunggu'nya.

Ada lagi yang mengatakan beberapa penjaga gedung ini pernah melihat kemunculan sosok pemuda berpenampilan kuno berjalan-jalan di dalam kawasan gedung ini, dan masih ada kisah penuh misteri lainnya.

Setelah hampir satu jam mengelilingi gedung ini, saya tak menemukan bukti cerita-cerita horor itu. Justru yang saya rasakan beda itu, saat berada di dalam museum di bagian atas tadi.

Mungkinkah yang memperhatikan saya itu adalah sosok orangtua botak berjenggot panjang seperti yang kerap jadi bahan pembicaraan warga Bandung seputar kemisterian gedung ini? Entahlah.

Namun yang pasti, cerita horor yang menyelimuti gedung ini justru menambah nilai jual tersendiri. Semakin banyak orang yang penasaran dan tertarik mendatangi Gedung Sate. Ada yang memang benar-benar ingin mengetahui kebenaran cerita-cerita tersebut. Tak sedikit pula yang hanya sekadar melihat-lihat dan berfoto narsis berlatar gedung eloknya.

Tak sulit menjangkau gedung yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 22 ini, tak jauh dari Museum Geologi Bandung.

Bila tak membawa kendaraan pribadi, ada taksi atau bisa juga naik angkutan kota (angkot) antara lain jurusan Cicaheum-Ledeng yang lewat di depan gedung ini.

Kalau Anda tertarik berkunjung dan memasuki gedung ini, sebaiknya datang pas akhir pekan dan libur, karena hanya pada hari-hari itu pengunjung diperbolehkan masuk ke dalamnya.

Tak perlu izin khusus, cukup mendatangi petugas keamanan di pos jaga yang ada di kiri dan kanan depan halaman gedung ini untuk minta izin masuk. Anda pun tak dikenai tiket masuk alias gratis.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP