. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 17 Januari 2016

Ingin Event Wisata Sukses Meraup Wisatawan? Penuhi 16 Syarat Ini

Event wisata di negeri ini yang terkait alam, budaya, olah raga (sport tourism), kuliner, kerajinan tangan, religi, kesenian, pameran, dan lainnya begitu banyak. Namun hanya segelincir yang punya nama mendunia dan berhasil menyedot kunjungan baik wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman). Koq bisa begitu? Salah satu penyebabnya karena promosinya kurang gencar, tidak maksimal.

Selama tahun 2016 ini, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) saja punya sejumlah calender events, 10 di antaranya menjadi prioritas, yakni Festival Grebeg Sudiro, Dukungan Wisata Religi Dzikir Nasional, Gerhana Matahari Total, Festival Pesona Tambora, Festival Kuliner Nusantara, Lake Toba Ultra, Tour de Singkarak, Jakarta Marathon, Bono Surfing Expedition, dan Musi Triboatton. Belum lagi event wisata yang diadakan oleh pemda baik itu pemrov, pemkab maupun pemkot, dan juga pihak swasta. 

Kemenpar tentu berharap semua event yang akan digelarnya sukses meraup wisnus dan wisman sebanyak mungkin, untuk menambah pundi-pundi agar target 12 juta wisman dan 260 juta perjalanan wisnus terpenuhi tahun ini. Begitu pun pihak lainnya, minimal pennyelenggaranya untung.

Namun untuk memenuhi harapan itu, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Berikut ini penulis membeberkan belasan syarat yang harus diindahkan untuk memuluskan harapan tersebut.

Pertama, pihak penyelenggara harus menyediakan anggaran untuk media (media costs) yang besar. Menteri pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam sebuah acara sempat menyinggung pentingnya anggaran untuk hal tersebut. Bahkan mantan Dirut PT Telkom ini mengatakan anggaran yang paling benar untuk media costs sebuah event wisata adalah 90 persen, sedangkan untuk event-nya 10 persen.

Jangan sampai terbalik 90 persen untuk event dan 10 persen untuk media cost. Apalagi kalau sampai tidak punya anggaran untuk media tapi nekad bikin event, itu kesalahan paling fatal.

Mengapa anggaran untuk media harus besar, karena dampaknya sangat luar biasa. Bukan sekadar memberi tahu event tersebut ke dunia pun juga membentuk citra event tersebut. Banyak event yang sudah puluhan kali bahkan ratusan kali digelar namun gaungnya tidak terdengar, imej dan skupnya masih berkelas lokal, serta penontonnya cuma orang lokal. Semua itu lantaran tidak menyiapkan anggaran untuk media.

Kedua, melakukan promosi event dalam 4 tahap. Ada 4 tahap yakni promosi pra, jelang, saat, dan pascaevent. Waktu pemasaran pra event dilakukan setahun sebelumnya, ini dimaksudkan untuk memberi tenggang waktu kepada wisatawan agar dapat merancang kunjungan termasuk menyediakan waktu dan mengumpulkan uang. Biasanya wisman merancang liburannya setahun sebelumnya.

Menjelang pelaksanaan dilakukan sebulan atau beberapa hari sebelumnya, tujuannya untuk mengingatkan wisatawan akan produk pariwisata yang dijual. Saat pelaksanaan untuk mengabarkan jalannya kegiatan sekaligus menginformasikan acara serupa jika rutin digelar setiap tahun, bias lewat pers tour. Sedangkan waktu pemasaran pasca pelaksanaan untuk mengabarkan kelebihan dan kekurangan dari hasil evaluasi pelaksanaan sekaligus menginformasi kepada calon wisatawan berikutnya.

Promosi pra event dan jelang event bisa dengan beragam cara, di antaranya memasang iklan dan advertorial di media nasional dan internasional yang tepat sasaran dan audiensnya, menayangkan iklan atau menjadi sponsor di event internasional tersohor untuk mencuri perhatian dunia, dan menggelar jumpa pers dengan mengundang sebanyak mungkin media baik itu online, blog, cetak maupun elektronik yang konsen meliput pariwisata.

Tak kalah penting membuat website resmi dwibahasa, Indonesia dan Inggris terkait event tersebut yang berisi calender events yang tepat waktu dan lokasi, peta, dan cara mencapainya serta alamat, fax, email, nomor telepon atau contact person.

Website ini bukan berisi kegiatan pejabat tapi murni informasi terkini mengenai produk pariwisata yang informatif, menarik, dan dilengkapi dengan foto-foto berkualitas yang membuat orang tertarik datang.

Website tersebut harus ditangani orang-orang profesional yang memahami kepariwisataan, pemasaran, dan jurnalistik.

Menggunakan media leaflet, brosur, booklet, dan poster digital maupun konvensional yang menarik dan informatif dengan kertas dan gambar-gambar berkualitas, bukan gambar pejabat narsis. Kemudian menyebarluaskannya lewat website, jejaring sosial facebook, twitter, instagram dan lainnya.

Bisa juga memasang iklan event di papan reklame yang ditempatkan di tempat-tempat strategis seperti bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, pintu tol, pusat informasi wisata, pusat perbelanjaan, dan lainnya. Tapi ingat gambarnya harus menarik, dan lagi-lagi bukan foto pejabat yang dipajang.

Tambahan lain mengikuti pameran wisata dengan membuat stand/booth nyentrik dan suguhan menarik, disertai kelengkapan brosur, leaflet, poster ataupun booklet berisi informasi event tersebut berikut paket tur wisatanya.

Pilih Public Space 
Ketiga, pilih lokasi launching event yang tepat. Sebaiknya di kantong-kantong wisatawan yang menjadi target calon wisatawan yang ingin disasar. Misalnya kalau ingin mengincar masyarakat Jakarta yang beragam, berpromosilah di Jakarta dengan mengundang sebanyak mungkin media yang tersebut di atas.

Keempat, jangan promosi jeruk makan jeruk. Kesadaran untuk memperomosikan event wisata belakangan ini memang kian membaik kendati masih banyak kekurangan disana-sini. Salah satunya masih ada yang promosinya jeruk makan jeruk.

Semestinya kalau ingin menjaring wisman sebuah negara yang dituju maka berpromosilah di media negara tersebut dengan harapan mereka kelak akan datang melihat event tersebut. Bukan justru berpromosi untuk masyarakat Indonesia yang tinggal di sana seperti TKI, atau kerabat kedutaan Indonesia di sana. Itu sama saja jeruk makan jeruk.

Contoh lain, kalau ingin mempromosikan event wisata Festival Krakatau Lampung di Jakarta misalnya, pasar yang dituju adalah masyarakat yang ada di Jakarta atau dengan kata lain penduduk Jakarta yang menetap di Jakarta dari berbagai kalangan. Bukan warga Lampung atau tokoh-tokoh Lampung yang ada di Jakarta. Jika itu yang terjadi, itu pun namanya jeruk makan jeruk.

Kelima, pilih lokasi launching ataupun jumpa pers di ruang umum (public space). Contohnya seperti mall dan pusat keramaian lainnya, tentunya dengan mengundang sebanyak mungkin media terkait. Keuntungannya, selain mendapat peliputan dari sejumlah media pun dari pengunjung mall yang datang. Mereka bisa menyebaraluaskan lewat medsos masing-masing, apalagi kalau stand dan acara yang disajikan menarik berikut sudah tersedia paket tour, akomodsi, dan transportasinya.

Keenam, gunakan EO/PCO yang profesional dan mengerti pentingnya promosi terutama untuk urusan media. Soalnya tersiar kabar ada saja EO/PCO yang menang lelang dan ditunjuk menjadi penyelenggara sebuah event baik di pusat maupun daerah namun tidak mengerti dan tidak acuh promosi.

Bahkan ada yang malah membatasi jumlah media saat jumpa pers ataupun saat peliputan langsung event-nya, lantaran ingin mengeruk untung. Akhirnya event tersebut tidak bergaung ke seluruh masyarakat Indonesia apalagi dunia.

Ketujuh, melibatkan media (wartawan dan blogger) sebanyak mungkin untuk jumpa pers dan peliputan on event. Tentunya wartawan dan blogger yang konsen dan loyal meliput pariwisata serta paham promosi dan rajin mempromosikan tulisan-tulisannya ke medsos dan grup-grup terkait.

Soal jumpa pers, pres tour, dan lainnya yang menyangkut peliputan media, sebaiknya lewat satu pintu, dalam hal ini kalau di Kemenpar harusnya dipegang oleh Puskompublik atau Humas Kemenpar.

Jika kewalahan, Humas bisa meminta bantuan wartawan yang biasa mengkordinir media di lapangan untuk urusan peliputan wisata, terlebih yang beraroma petualangan.

Jangan seperti yang terjadi selama ini, ada beberapa pihak di dalam yang sok mengurus sendiri hal itu dengan meminta bantuan EO/PCO dan lainnya yang tidak paham soal liputan media. Mereka tidak menyerahkan ke Humas. Entahlah, tentu itu ada maksudnya. Alhasil bukan hanya tidak maksimal, pun terjadi omongan tak sedap bahkan gesekan atau kecemburuan diantara media.

Kedelapan, agenda event-nya jelas baik itu waktu, tempat, dan kemasan acaranya. Agenda event sebaiknya dipromosikan setahun sebelumnya. Contoh yang patut ditiru misalnya Provinsi NTB sudah mempromosikan calender events 2016-nya di akhir 2015 di Jakarta. Tapi sayangnya, tempatnya bukan di public space.

Kesembilan, adakan Famtrip. Undang travel agent (TA) di dalam kota dan luar kota serta sejumlah media untuk melihat event sekaligus city tour. Kemudian mewajibkan TA tersebut membuat paket wisata terkait even tersebut.

Kesepuluh, kemasan acara event-nya harus bagus, menarik, dan beda dengan event lain. Jangan asal-asalan apalagi sama. Jika itu yang terjadi, pasti wisatawan akan malas datang lagi.

Kesebelas, akses transportasi dipermudah dan diperbanyak serta memperhatikan faktor keselamatan dan kenyamanannya. Misalnya menambah frekuensi penerbangan atau size pesawat yang semula kecil menjadi besar asal bandaranya bisa dilandasi pesawat jumbo. Termasuk perbanyak angkutan darat dari bandara ke lokasi.

Begitupun dengan akses bis, kereta, angkutan laut/danau/sungai dan lainnya sesuai wilayahnya. Lebih bagus lagi memberi diskon khusus transportasi selama event berlangsung. Misalnya diskon 30%-50% buat tiket pesawat ke lokasi event.

Keduabelas, akomodasi harus disiapkan sesuai target jumlah pengunjung. Jenis akomodasinya mulai hotel berbagai kelas hingga homestay. Beri diskon penginapan sebagai daya tarik agar wisatawan mau datang. Jangan justru dinaikkan harganya. Event yang bisa dicontoh misalnya Solo Great Sale 2016 yang memberi diskon sejumlah hotelnya selama event tersebut berlangsung.

Ketigabelas, undang komunitas terkait. Komunitas yang diundang tentunya sesuai dengan eventnya, seperti komunitas vegetarian, komunitas marga Tiongkok, pegolf, dan lainnya.

Keempatbelas, bersinergi dengan sejumlah pihak di luar negeri untuk menjadi agen promosi. Misalnya bekerjasama dengan kedutaan Indonesia di mancanegara, pelajar/mahasiswa, Tenaga Kerja Indonesia (TKI), perantau, pedagang, maupun profesional yang belajar atau bekerja di luar negeri sebagai agen pemasaran event wisata.

Kelimabelas, tingkatkan terus kualitas SDM dengan pengetahuan mengenai promosi yang tepat. Mengapa? Karena penulis melihat ada kesenjangan pengetahuan dan wawasan mengenai promosi di tingkat atas dengan bawahan di pusat (Kemenpar) maupun daerah, ataupun antara pusat dan daerah.

Keenambelas, hapus mental orang-orang di intern yang menganggap kurang penting promosi. Berdasarkan pengamatan penulis dan laporan dari sejumlah pihak, tak sedikit orang  yang masih mengenyampingkan pentingnya promosi dengan alasan keterbatasan biaya dan dalih lainnya.

Contoh kecilnya, bukan mengajak media yang banyak untuk meliput sebuah event wisata, jumpa pers, dan lainnya Tapi justru mengajak staf-staf-nya terlebih saat on event dalam jumlah besar. Padahal itu bikin boros dan tidak penting.

Itulah 16 syarat yang mesti dipenuhi penyelenggara event wisata, jika memang ingin eventnya dikenal luas, menasional bahkan mendunia, berimej positif, dan tentunya berhasil meraup wisnus dan wisman dalam jumlah besar.

Semoga saja, event-event wisata yang diselenggarakan Kemenpar, daerah maupun swasta tahun 2016 ini lebih baik dan lebih sukses lagi hasilnya dibanding penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya.

Naskah & foto: Adji Kurniawan-penulis & pemerhati pariwisata (kembaratropis@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP