Keuntungan Sektor Pariwisata Nias Jika Menjadi Provinsi
Sumatera Utara (Sumut) dipastikan akan kehilangan sepenggal wilayahnya yakni Kepulauan Nias yang akan memisahkan diri menjadi provinsi tahun 2015. Banyak pihak menyebutkan kondisi ini membuat beban Sumut berkurang dalam hal pengurusan wilayahnya yang terlampau luas.
Sebaliknya bagi Nias dengan predikat barunya sebagai provinsi nanti akan lebih tertangani dan terfokus pengurusan dan pengelolaan semua sektornya terutama pariwisata yang menjadi sektor andalan kepulauan di tengah Samudera Hindia ini.
Martin Hutabarat anggota DPR-RI Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra periode 2009-2014 kepada Travelplusindonesia di Gunung Sitoli, Nias baru-baru ini mengatakan tahun 2015 status Nias sudah dipastikan akan menjadi provinsi.
Dengan status tersebut, lanjut Martin akan lebih tertangani dan terkoordinir upaya pengembangan dan pembesaran semua potensi Nias termasuk potensi pariwisatanya.
Dia mencontohkan Bali yang lebih kecil dari Nias bisa hidup luar biasa karena pariwisatanya maju. Padahal Bali tidak ditopang penuh oleh sektor pertanian, perkebunan dan lainnya. Salah satu kuncinya karena Bali sudah lama berstatus provinsi ditambah pengelolaan pariwisata yang sangat baik.
Dengan pengelolaan pariwisata yang serius, otomatis banyak turis datang ke Bali termasuk membuka usaha sehingga harga tanah di Bali melonjak sangat tinggi sampai puluhan juta per meternya. “Harga tanah di Kute, Bali Rp 30 juta per meter padahal dulu sangat murah. Ini lantaran kehadiran turis asing yang terus meningkat,” terang Martin yang mengaku juga ikut membeli tanah di Bali yang dalam tempo 1,5 tahun sudah melambung harganya.
Sementara Nias selain pariwisata sebagai lokomotifnya, juga punya pertanian dan perkebunan seperti kelapa, karet dan lainnya. “Tapi Nias tetap tidak maju karena pariwisatanya tidak maju,” ujar Martin.
Keuntungan lainnya, anggaran pemerintah untuk pariwisata akan meningkat tajam jika Nias menjadi provinsi. Mengapa? Karena sektor ini dianggap mendukung penciptaaan lapangan kerja lewat beragam usaha ekonomi kreatif. “Saya berharap pihak industri wisata jangan berhenti untuk turut mengembangkan pariwisata di Nias,” imbuhnya.
Hal senada juga diutarakan Agus Mendrofa mantan Wakil Bupati Nias yang kini menjadi praktisi industri wisata di Nias. Menurutnya dengan menjadi provinsi, pembangunan di Nias akan lebih mudah dikoordinir. “Koordinatornya tentu saja gubernur Nias nanti. Dialah yang akan menentukan pengembangan kawasan di Nias,” jelasnya.
Agus menambahkan sekarang ini masing-masing kabupaten dan kota di Nias berebut bikin bandara, rumah sakit, sekolah pariwisata dan lainnya. “Dengan menjadi provinsi, Gubernur Nias nanti menjadi penentu daerah mana yang cocok untuk membangun rumah sakit utama yang bagus misalnya di Gunung Sitoli sebagai rumah sakit rujukannya. Begitu pula untuk pembangunan bandara dan sekolah pariwisata dan lainnya. Jadi tidak mesti di setiap kabupaten/kota dibangun,” terang Agus.
“Intinya kita butuh sekali status provinsi itu apalagi Nias termasuk daerah terluar. Dengan status tersebut, Nias dapat menjadi daerah hankam yang lebih kuat,” tambah pengusaha Miga Beach Hotel, Resto & Gallery di Gunung Sitoli, Nias ini.
Saat ini Pulau Nias terdiri dari empat kabupaten dan satu kota yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Nias. Kabupaten Nias Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias pada 2003, sementara Kabupaten Nias kemudian mekar lagi menjadi Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, dan Kota Gunungsitoli pada 2008.
Masa pemerintahan masing-masing pun hanya tinggal separuh jalan lagi karena masa jabatan Bupati Nias Selatan akan berakhir 12 April 2016, Bupati Nias berakhir 9 Juni 2016, Wali Kota Gunungsitoli berakhir 13 April 2016, sementara Bupati Nias Barat akan berakhir 14 April 2016 dan Bupati Nias Utara akan menjabat sampai 12 April 2016.
Nias dapat ditempuh dengan perjalanan laut dari Sibolga selama 10 jam. Bisa juga lewat perjalanan udara dari Bandara Kualanamu, Medan selama 50 menit-1 jam menggunakan pesawat Wings Air ke Bandara Binaka di Gunung Sitoli, Nias. Dulu ada SMAC (Fokker F-50), Merpati (CN 235), dan Riau airlines.
Dalam bahasa daerah Nias, Pulau Nias disebut dengan istilah Tano Niha. Penghasilan utama penduduknya sebagian besar masih mengandalkan dari hasil pertanian. Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektar yang terdiri dari sawah 22.486 hektar dan lahan kering 58.903 hektar.
Namun, potensi yang dimiliki itu belum memberikan hasil maksimal untuk mampu mencapai swasembada pangan. Terbukti pada tahun 1999 Nias masih mendatangkan beras dari luar daerah sebanyak 22.323 ton.
Tak jauh berbeda pula dengan produksi perkebunannya. Kondisi alam Nias yang subur sangat cocok untuk budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, coklat, cengkeh, dan nilam. Karet dan kopra menjadi andalan utama hasil perkebunan. Produksi karet Nias pada 1999 mencapai 13.624 ton, dan kopra 42.230 ton.
Kendati melimpah hasil perkebuna teramsuk hasil lautnya, namun jumlah penduduk Nias yang tergolong misik cukup tinggi terlebih pascagempa Nias 2005. Berdasarkan jumlah dan persentase penduduk miskin tahun 2010, jumlah penduduk miskin Kabupaten Nias induk mencapai 26.400 jiwa, Nias Selatan 60.100 jiwa, Nias Utara 40.700 jiwa, Nias Barat 25.100 jiwa, dan Gunungsitoli 42.500 jiwa.
Akankah nasib sektor pariwisata dan kesejahteraan masyarkat Nias akan berubah menjadi lebih baik setelah Nias menjadi provinsi? Kita lihat saja nanti.
Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Captions:
1. Martin Hutabarat anggota DPR-RI Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra periode 2009-2014.
2. Bandara Binaka di Gunung Sitoli, Nias.
0 komentar:
Posting Komentar