Festival Debus Banten 2014, Lebih dari Sekadar Pamer Kebal Tubuh
Dalam upaya mewariskan budaya daerah sekaligus mempromosikan pariwisata Banten, Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Banten dan Badan Promosi Pariwisata Daerah Banten menggelar Festival Debus Banten 2014. Festival yang berlangsung mulai minggu pertama dan kedua bulan Juni dengan puncak acara pada 21 Juni mendatang ini mengambil tempat di Pantai Anyer.
Sesuai namanya, Festival Debus Banten 2014 akan menyajikan seni pertunjukan debus dalam bentuk pawai yang diiringi rampak bedug. Atraksi pawai dalam upaya tercatat dalam rekor MURI ini akan berlangsung dari Pasar Anyer menuju Titik Nol Mercusuar.
Ketua Panitia Festival Debus Banten 2014 Rosmita Rustam mengatakan festival yang diharapkan mampu mendorong dan mempercepat perkembangan pariwisata Banten ini juga diramaikan dengan Tour de Banten, Visit Mercusuar Banten, pesta rakyat, seminar terkait sejarah dan budaya Banten serta pameran makanan khas Banten dan hiburan rakyat selama festival berlangsung.
Festival yang rencananya dijadikan agenda tahunan pariwisata Provinsi Banten ini sengaja dinamakan debus mengingat, pertunjukan debus dan rampak bedug merupakan salah satu ikon dari keragaman seni dan budaya Banten yang kaya.
Debus merupakan kesenian yang sudah rutin digelar secara turun-temurun sejak abad ke-16 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570) dan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692). Ketika itu debus menjadi alat semangat juang rakyat Banten untuk melawan penjajahan.
Kesenian yang memadukan keterampilan magis tradisional, seni musik, tarian, dan ilmu bela diri ini mempertontonkan kemampuan kekebalan tubuh dari pelakunya yang kerap dipanggil jawara atau orang yang memiliki keahlian beladiri dan ilmu tertentu.
Bebagai atraksi kekebalan tubuh yang dipertontonkan dalam debus antara lain berguling di atas serpihan kaca atau beling, menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus, mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok, membakar tubuh dengan api,, menyiram tubuh dengan air keras, memakan arang kayu api, menginjak paku atau bara api menyala, dan lainnya.
Semua atrkasi itu dijamin bakal menghadirkan sensasi kengerian sekaligus keheranan bagi yang menontonnya, mengingat para pelakunya tidak merasakan kesakitan ataupun terluka sedikitpun.
Asal mula debus sampai kini masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan dari Arab, berdasarkan kata debus dari Bahasa Arab, yakni dablus yang berarti tongkat besi berujung runcing berhulu bundar. Namun ada juga yang menyebut debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu.
Ada juga yang beranggapan debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nya Dien (1848-1908).
Atraksi kekebalan tubuh yang mirip dengan debus juga ada di sejumlah daerah lain di Indonesia seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Singkawang. Namun tak bisa dipungkiri, yang paling tersohor namanya adalah debus dari Banten.
Seiring perkembangan zaman, debus di Banten pun mengalami perubahan fungsi. Kini, debus lebih banyak dipertontonkan untuk acara wisata dan budaya ataupun upacara adat dalam masyarakat Banten.
Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Captions:
1. Salah satu obyek wisata sejarah di Banten.
0 komentar:
Posting Komentar