. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Minggu, 18 Mei 2014

Upaya Cuppa Coffee Memenangkan “Peperangan” Bisnis Coffee Shop

“Kapan-kapan ketemuan yuk, sambil ngopi-ngopi”. Begitu pernyataan ajakan yang kerap kita dengar bila seseorang mengajak bertemu, melepas kangen atau bahkan untuk urusan penting kepada seseorang, entah itu teman lama, rekan bisnis dan lainnya.

Ajakan menyeruput kopi sudah amat familiar, maklum minum kopi sudah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. 

Namun budaya ini tidak terjadi begitu saja. Butuh proses waktu yang amat panjang, ratusan tahun. Tidak percaya?

Wikipedia mencatat kopi pertama kali masuk ke Indonesia pada era Tanam Paksa atau Cultuurstelsel (1830-1870) masa penjajahan Belanda di Indonesia. Ketika itu Belanda membuat perkebunan komersial pada koloninya di Pulau Jawa, Sumatera dan beberapa wilayah Indonesia Timur.

Jenis kopi yang dikembangkan di Indonesia adalah kopi jenis Arabika yang didatangkan langsung dari Yaman. Pada awalnya Pemerintah Kolonial Belanda menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), satu diantaranya di Pondok Kopi, lalu di Sukabumi, Bogor, dan kemudian merambah ke wilayah Sumatera Utara seperti di daerah Mandailing dan Sidikalang. Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi, Timor, Flores, dan wilayah Sumatera lainnya seperi Aceh dan Lampung.

Berdasarkan fakta sejarah tersebut, Indonesia akhirnya menjadi negara penghasil kopi. Tahun ini Indonesia berada di posisi ketiga sebagai negara produsen kopi di dunia.

Melimpahnya produksi kopi Indonesia membuat banyak pemodal membuat aneka macam produk kopi, mulai dari kopi bubuk sampai kopi sachet-an yang belakangan ini marak dengan berbagai merek. Ditambah menjamurnya kedai kopi dari kedai kopi kelas pinggiran atau warung kopi sampai coffee shop kelas menengah ke atas di mall, perkantoran dan lainnya.

Kehadiran coffee shop brand asing seperti Starbucks, Coffee Bean, dan lainnya turut menggoda pemodal dalam negeri membuat coffee shop yang lebih berkelas. Kendati persaingan semakin panas, peluang kedai kopi untuk seqment menengah ke atas tetap besar, di kota-kota besar seperti di Jakarta dan daerah sekitarnya.

Pendapat ini diamini Romadian Rian, Marketing Manager Cuppa Coffee. Menurutnya peluang bisnis kedai kopi di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) masih sangat besar. Bahkan belakangan ini merambah ke kota-kota kecil di luar Jawa.

“Permintaan pasar masih terbuka coffee shop bukan lagi menjadi tempat minum kopi tapi sudah menjadi gaya hidup orang-orang di kota besar. Buat meeting point, hang-out dan lainnya,” akunya saat grand opening Cuppa Coffe di Atrium Plaza, Senen, Jakarta Pusat, Jum’at (16/5).


Gerai ke-40 
Cuppa Cofee di Pusat Perbelanjaan Atrium Plaza, kawasan segitiga emas Senen ini merupakan gerai yang ke-40. “Ini gerai ketiga tahun ini, sebelumnya sudah dibuka gerai ke -38 di Menara Mulia Office, Jakarta dan gerai ke-39 di Tunjungan Plaza, Surabaya. Menyusul gerai ke-41 yang akan dibuka di Palembang Icon, Sumsel pada Mei 2014,” jelasnya. 

Sadar persaingan coffee shop kian panas, Cuppa Coffee pun menawarkan konsep yang berbeda dengan brand kedai kopi lainnya. Jualan utamanya bukan hanya varian minuman kopi mulai dari Cuppa Americano, Wake me up Espresso, Coffee Lovers Buzz, Tainted Green Tea, dan lainnya serta beragam kopi tradisional lokal seperti Kopi Medan, Kopi Aceh, Kopi Tubruk, Kopi Flores, dan Kopi Tetes. “Harganya berkisar antara 20 ribuan sampai dengan 40 ribuan,” ujar Romadian. 

Cuppa Coffee yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Dwiputra Group yang bergerak di bidang makanan dan minuman ini juga menyajikan makanan ringan seperti Drummies Sloppy Cheese Crunchies, Spicy Chicken Wing dan lainnya serta makanan berat kombinasi makanan barat dengan tradisional Indonesia antara lain Spaghetti Iga Peyet, Roti Bakar Ala Cuppa dan berbagai sajian penutup seperti aneka jenis Pancake. “ Harganya berkisar antara 20 ribuan sampai dengan 60 ribuan,” tambah Romadian. 

Pemain lokal yang membesut bisnis kedai kopi dengan sistem kemitraan atau business opportunity (BO) makin marak. Sistim yang lebih dikenal dengan franchise ini pun dipilih Cuppa Coffee untuk menambah jumlah cabangnya. 

Namun franchise yang diterapkan Cuppa Coffee tidak sama dengan sistem franchise lainnya yang pernah ada. “Biasa pemilik modal atau investor setelah membeli franchise. Lalu pemilik brand lepas tangan. Sementara Cuppa Coffee tidak begitu. Kami tetap mengontrol pengelolaannya mulai dari look gerainya, mutu sajian, dan kemasannya yang berstandar, “ aku Romadian. 

Menurutnya Cuppa Coffee yang bermoto not your ordinary coffee ini pernah buka cabang di Kota Medan, Sumut. Namun karena pemiliknya tidak mengindahkan konsep managemen dan standarisasi Cuppa Coffee pusat akhirnya dihentikan. “Meskipun franchise, owner dan pengelolanya harus menyelaraskan dengan konsep Cuppa Coffee agar standarnya tetap terjaga,” jelasnya. 

Kendati Cuppa Coffee baru memiliki puluhan cabang, sementara brand coffee shop lain ada yang memiliki sampai ratusan gerai, Cuppa Coffee tetap optimis mengalahkan “peperangan” di lini ini yang kian memanas. Disamping membuka cabang di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera bahkan Ambon. 

Kedai kopi ini juga merambah ke kota-kota kecil. “Belum lama kita buka cabang di Banjar Baru ternyata masyarakatnya begitu antusias,” akunya. Faktor pendukungnya, coffee shop kelas menengah ke atas masih sangat jarang kendati warung kopi pinggiran di sana banyak. “Ditambah kalangan the have dan eksekutif muda di Banjar Baru juga bergaya hidup seperti orang-orang di kota besar yang suka hang out di coffee shop,” ungkapnya. 

Tak puas sampai disitu, Cuppa Coffee juga berencana akan membuka gerai di luar negeri. “Rencananya tahun 2016 nanti kami juga akan buka di negara lain, setelah target 60 gerai Cuppa Coffee di Indonesia terealisir,” tambahnya. 

Untuk memenangan persaingan bisnis kedai kopi, tentu harus memiliki strategi sendiri. Begitupun dengan Cuppa Coffee. Selain menyajikan varian minuman kopi dan juga aneka makanan ringan dan berat, pun memberikan fasilitas tambahan seperti fasilitas WIFI dan hiburan live music di beberepa gerai. 

"Kami juga menyediakan late art coffee yang sekarang justru ditinggalkan kedai kopi lain. Pengunjung bisa memesan late art ini sesuai keinginannya seperti simbol hati, gambar hewan lucu, kelinci, kucing maupun tulisan I Love You, dan lainnya,” ujarnya. 

Bukan cuma itu, kedai kopi satu ini pun membuka cabang di berbagai lokasi, mulai dari pusat perbelanjaan hingga perkantoran. Menurut Romadian, masing-masing lokasi memiliki keuntungan tersendiri. “Kalau gerai Cuppa Coffee di mall atau pusat perbelanjaan, pengunjungnya stabil dan bagus, bisa 100 orang per hari. Tapi kalau di perkantoran kadang bisa di bawah 100 orang tapi pada saat-saat tertentu pas ada reserve bisa di atas 100 orang bahkan 200 orang. Namun kalau dihitung harian, gerai Cuppa Coffee yang ada di mall relatif lebih baik dan stabil pengunjungnya,” akunya. 

Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions
1. Grand Opening Cuppa Coffee ke-40 di Atrium Plaza, Senen, Jakarta Pusat. 
2. Peluang bisnis kedai kopi masih terbuka lebar di kota-kota seluruh Indonesia. 

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP