. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Jumat, 14 Februari 2014

Lihat Pusat Peribadatan Kuno Orang Sunda di Gunung Padang

“Ngapain ke Gunung Padang?”, begitu tanya Ratna ketika itu. “Lihat sisa-sisa bekas masjid dalam tanda kutip yang digunakan orang Sunda tempo doeloe,” terangku. "Ah yang bener, jadi penasaran juga nih," balasnya. 

Jawabanku itu bukan asal. Pasalnya sewaktu pertama kali ke sana (belum ada KA Siliwangi). Aku sempat bertemu dengan kuncen atau juru kuncinya gunung ini yakni Abah Dadi. 

Menurut Abah Dadi bangunan yang kini disebut Situs Gunung Padang itu, dulunya menjadi pusat peribadatan orang Sunda yang ketika itu masih berkepercayaan Sunda Wiwitan. “Fungsinya dulu ya seperti tempat peribadatan umat beragama yang ada sekarang, ya seperti masjid, gereja, dan lainnya. Ada juga yang menyebut semacam pramida yang ada di Mesir,” terangnya.

Kata Abah Dadi gunung ini menjadi poros atau tengah-tengahnya Jawa Barat. Padang itu berasal dari kata Sunda yag artinya pemandangan. Kalau tak percaya, nanti setibanya di puncak situs gunung yang berada di Desa Cimenteng, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjut, Jawa Barat ini pengunjung dapat melihat seluruh pemandangan yang mengelilinginya. “Termasuk Gunung Gede di kejauhan jika cuaca cerah dan tak berkabut,” terangnya dengan aksen Sunda yang kental. 

Lambat laut seiring perubahan jaman, fungsi bangunan pra sejarah di Gunung Padang telah berubah fungsi menjadi lokasi berziarah dan tempat bermesraan. Buktinya sewaktu penulis ke sana, ada tulisan; ”Dilarang! Berpacaran di Lokasi Situs, Karena ini Tempat Sakral”, yang terpasang di batang pohon besar yang tumbuh di areal situs purbakala yang aslinya diyakini berluas sepuluh kali lebih daripada Candi Borobudur.

Abah membenarkan banyak orang yang datang berziarah ke situs ini. Kata dia, ada yang berdoa dan tak sedikit yang berucap syukur menjalankan nazar dengan memotong kambing atau sapi bersama beberapa orang kampung setelah doanya terkabulkan. Menurutnya pengunjung yang datang bukan cuma dari kalangan warga biasa tapi juga para pejabat atau suruhannya.

Bahkan dulu katanya ada orang dari Jakarta yang syukuran di situs ini. “Ketika saya tanya, jawabnya ini syukuran buat Pak SBY karena sudah naik jadi presiden,” terangnya.

Abah Dani juga membenarkan banyak pasangan muda-mudi yang datang ke sini untuk berpacaran pada hari-hari tertentu. Katanya ada yang beranggapan berpacaran di situs ini bikin hubungan langgeng. Karena itu untuk menjaga situs di gunung ini, Abah Dadi kerap menegur pasangan muda-mudi yang berpacaran di tepat yang dianggap keramat oleh para peziarah ini. Salah satunya dengan memasang larangan berpacaran.

Selama ini pengunjung yang datang ke gunung ini kebanyakan dari luar Cianjur seperti dari Jakarta, Sukabumi, Tangerang, Bekasi, dan daerah lain bahkan ada yang dari Malaysia termasuk beberapa turis asing.

Situs Megalitik Gunung Padang berbentuk bangunan berundak yang terdiri atas 5 halaman atau teras. Masing-masing ukuran teras berbeda. Teras pertama atau teras terbawah berukuran paling besar kemudian berturut-turut sampai ke teras lima yang ukurannya semakin mengecil.

Untuk memasuki setiap teras, ada semacam pintu yang ditandai dengan balok batu yang berdiri. Setiap teras terdapat bangunan-bangunan kecil berupa susunan batu yang belum dikerjakan. Teras kelima atau paling atas diduga bangunan yang dianggap paling suci dan hanya orang-orang tertentu yang diijinkan masuk dalam upacara pemujaan tertentu.

Bentuk bangunan berundak Gunung Padang seperti bangunan berundak lain yang pernah ditemukan di Lemah Duhur, di Baduy Banten Selatan, Lebak Cibedug, dan lainnya dengan teras pertamanya berukuran lebih besar.

Batu Musik 
Bangunan berundak Gunung Padang berada di atas sebuah bukit yang memanjang ke arah Tenggara Barat Laut pada ketinggian 885 m di atas permukaan laut. 

Untuk mencapai bangunan berundak ini, pengunjung terlebih dulu harus menapaki undakan menanjak sepanjang 185 meter dengan 378 anak tangga dari batu alami. 

Sebelum tiba di teras pertama, terdapat dinding teras setinggi sekitar 1-2 meter. Dinding tersebut terlihat jelas di sebelah kiri sebelum masuk teras pertama. Dinding tersebut disusun dari balok-balok batu dengan bahan perekat tertentu yang sudah bercampur tanah karena termakan usia. 

Di teras pertama hingga teras berikutnya, terhampar ratusan balok batu tak beraturan, berserakan seperti bangunan kuno yang luluh lantah usai diguncang gempa dasyat. Umurnya diperkirakan 2500-3500 tahun sebelum masehi. Ada yang beranggapan balok batu-batu tersebut itu terbentuk oleh alam dengan kata lain batu alami yan kemudian disusun oleh orang-orang pra sejarah pada jaman batu. Tapi ada pula yang berkeyakinan batu-batu tersebut diturunkan dari langit. 

Hal yang menarik di teras pertama, selain ada sisa ruangan-ruangan kecil yang ditandai dengan jejeran batu, juga terdapat beberapa balok batu yang kalau diketuk dengan batu kecil menimbulkan suara, karenanya disebut batu musik. 

Kata Abah Dadi, pada malam-malam tertentu kerap terdengar alunan musik yang ditabuh orang dengan batu musik itu seperti suara gamelan. Siapa yang memainkannya? ”Entahlah,” kata Abah Dadi, bikin aku penasaran ketika itu. 

Naskah; Adji Tropis IG: @adjitropis 
Foto: adji & dok. kembara tropis

Captions:
1. Serdadu-serdadu Kembara Tropis di puncak Gunung Padang. foto. dok. kembara tropis
2. Sisa-sisa "masjid" orang Sunda tempo doeloe. foto adji 

Cat.: Kembara Tropis adalah sebuah komunitas pegiat outdoor (pendaki gunung, pecinta alam, penelusur gua, pengarung jeram, backpacker dan lainnya yang sy buat akhir tahun 1999 atau awal tahun 2000 seusai pulang menjelajah Semenanjung Ujung Kulon.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP