. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 25 Februari 2014

Indonesia Surga Bagi Eco Traveler

Indonesia memiliki sekitar 54 taman nasional baik berupa daratan/gunung, laut maupun kombinasi keduanya yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Belum lagi cagar alam, suaka margasatwa, kebun raya, kawasan hutan pantai (mangrove), dan hutan lindung. Ditambah sejumlah suku pedalaman dan komunitas masyarakat yang masih memegang kearifan lokal dan tradisi serta memiliki tata cara hidup dan budaya yang unik. Berdasarkan aset kawasan konservasi alam dan budaya itu, tak heran negara beriklim tropis ini menjadi surga bagi pecinta eco tourism, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. 

Sejumlah taman nasional (TN) dan cagar alam di Indonesia pun namanya sudah mendunia. Sebut saja TN Ujung Kulon di Banten dengan Badak Jawa-nya, Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dengan Orangutan-nya, Komodo di Flores, NTT dengan biawak purba raksasanya yakni Komodo, Lorentz di Papua dengan Burung Katsuari-nya, Bunaken di Manado-Sulawesi Utara dan Raja Ampat di Papua Barat dengan sejumlah spot diving-nya, Rinjani di Lombok-NTB dengan pesona gunung dan Danau Sagara Anakan-nya, dan TN Bukit Barisan Selatan di Lampung-Bengkulu dengan Harimau Sumatera dan Bunga Raflesia-nya serta Cagar Alam Kawah ijen di Banyuwangi-Jawa Timur dengan api biru atau blue fire-nya.

Lima TN dan satu cagar alam-nya pun sudah diakui lembaga dunia UNESCO dengan predikat World Heritage Site, seperti TN Lorentz, Bukit Barisan Selatan, Komodo, Ujung Kulon dengan Cagar Alam Krakatau di perairan Selat Sunda, Lampung, Gunung Leuser di Aceh, dan TN Kerinci Seblat yang mencakup 4 provinsi yakni Jambi-Sumbar, Bengkulu, dan Sumsel.

Ecotourism atau wisata ekologi merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pendidikan. Singkatnya wisata yang memadukan pariwisata dan aspek lingkungan.

Pelaku kegiatan ini dulu dikenal dengan pecinta alam. Kegiatan yang biasa dilakukan antara lain berkemah, mendaki gunung, menjelajahi hutan dan pedalaman, serta kegiatan petualangan yang lebih spesifik seperti menyusuri gua (caving), menyelam (diving), dan lainnya yang kemudian memiliki nama atau sebutan tersendiri sebagai pendaki gunung, penelusur gua, penyelam, dan lainnya.

Namun kenyataannya sikap dan prilaku pecinta alam banyak yang tak sesuai dengan label kebanggannya itu. Bukti yang jelas-jelas tak terbantahkan adalah sampah yang memenuhi Gede, Semeru, dan gunung berstatus taman nasional lainnya serta vandalisme atau aksi corat-coret di bebatuan, batang pohon, pos shelter, dan lainnya yang bikin tak sedap dipandang seperti yang terlihat di Gunung Merbabu di Jateng dan Gunung Singgalang di Sumbar.

Tak mau ikut tercemar karena disamaratakan sebagai pecinta alam abal-abal yang sukanya merusak, padahal tak semua pecinta alam begitu, kemudian muncullah istilah baru eco traveler dan green traveler yang tak lain pecinta alam atau juga backpacker yang peduli lingkungan. Sebutan lainnya eco adventurer dan green adventurer atau petualang yang ramah lingkungan.

Wisata ekologi sebenarnya sudah mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an Ketika itu masih sebatas kegiatan kepecintaalaman, pendakian, dan ekspedisi. Namun istilah wisata ekologi baru terdengar pada tahun 1980-an. Semua kegiatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009.

Secara garis besar, obyek kegiatan wisata ekologi ini tak jauh beda dengan kegiatan wisata alam dan petualangan, namun lebih berbobot karena memiliki nilai-nilai moral dan tanggung jawab yang tinggi terhadap keasrian obyek wisatanya.

Adapun kegiatan yang termasuk dalam wisata ekologi terbagi 5 sub yakni wisata pemandangan, petualangan, kebudayaan dan sejarah, penelitian, dan wisata konservasi. Pelakunya bisa anak-anak sampai orang tua, jadi tak melulu anak muda yang berjiwa petualang.

Perlu diingat eco tourism beda dengan mass tourism yang tak mempersoalkan berapa besar pengunjung yang datang. Eco tourism justru amat memperhatikan batas kemampuan daya tampung atau kuota pengunjungnya, seperti yang dilakukan TN Bromo Tengger Semeru dengan membatasi kuota wisatawan 500 orang per hari, terutama untuk kegiatan pendakian ke Mahameru, puncaknya Semeru. Sedangkan TN Gede-Pangrango menetapkan sistem kuota maksimal 600 orang pendaki per hari melalui 3 pintu masuk dengan pembagian: Cibodas 300 orang, Gunung Putri 200 orang, dan Selabintana 100 orang.

Tujuan pemberlakuan kuota ini untuk menjaga keberlangsungan (sustainable) alamnya dan mengurangi dampak negatif terhadap keasrian lingkungannya. Cara lainnya memberlakukan tutup beberapa bulan dalam setahun, seperti yang dilakukan TN Gede Pangrangao dan Rinjani, selain mewajibkan rombongan pendaki membawa minimal 1 kantong sampah untuk memasukkan sampah setelah pendakian lalu membawa kembali dan menempatkannya di tempat pembuangan sampah di pintu keluar.

Tren Wisata Ekologi
Meningkatnya peminat wisata ekologi memicu pengusaha untuk menciptakan berbagai produk dan jasa yang ramah lingkungan, termasuk belakangan ini dikenal istilah green hotel.

Sejumlah hotel di Indonesia juga sudah banyak yang menerapkan konsep hotel hijau yang peduli lingkungan. (Baca: Sepuluh hotel Indonesia Mendapat Penghargaan Green Hotel Award 2014). 

World Tourism Organization (WTO) menyebut eco tourism tengah menjadi tren wisata di sejumlah negara. Jenis wisata ini juga diprediksi bakal menduduki posisi teratas sebagai kegiatan wisata yang kian digemari ke depan. 

Pihak pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga menilai makin banyak wisatawan mancanegara (wisman) yang ke Indonesia untuk berwisata ekologi. 

Melihat semakin besar peminat eco tourism, pemerintah Indonesia dalam hal ini KBRI pun mengikuti pameran wisata terbesar di Oslo, Norwegia bernama Reiselivemessen, yang bertemakan Conserving Life, Enriching Culture, and Empowering Communities di awal tahun 2014 ini, dengan mengangkat potensi eco tourism. 

Obyek wisata eco tourism di Indonesia yang beberapa tahun belakangan ini berhasil menjaring eco traveler dari mancanegara selain domestik dalam jumlah yang cukup signifikan antara lain TN Komodo, Tanjung Puting, Bromo-Tengger-Semeru, Gede-Pangrango, Rinjani, dan TN Bunaken serta Cagar Alam Kawah Ijen. 

Tiga hal yang perlu diingat dan diindahkan oleh setiap eco traveler selama berwisata ekologi adalah tidak meninggalkan apapun kecuali jejak (artinya, tidak menyampah, bukan hanya sampah logistik pun sampah prilaku), tidak mengambil apapun kecuali foto/merekam gambar (tidak membawa pulang tanaman/hewan atau benda apapun), dan tidak membunuh apapun kecuali waktu (maksudnya, tidak menebang pohon, membunuh hewan, dan penghuni lainnya). Tambah lagi, tak lupa menghormati budaya masyarakat setempat

Naskah & foto: adji kurniawan, pemerhati wisata ekologi (adji_travelplus@yahoo.com) 

Captions: 
1. Orangutan jadi primadona wisata ekologi di Taman Nasional Tanjung Puting. 
2. Keranjang sampah yang disiapkan petugas Cagar Alam Kawah Ijen.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP