Upaya Indonesia Menurunkan Emisi Karbon 26 % Tahun 2020
Upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan atau lebih dikenal dengan REDD ((Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), harus dikaitkan dengan pemberantasan kemiskinan dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Tanpa itu sia-sia.
Sedangkan REDD+ (baca: plus) merupakan kerangka kerja REDD yang lebih luas dengan memasukkan konservasi hutan, pengelolaan hutan lestari atau peningkatan cadangan karbon agar partisipasi untuk menerapkan REDD semakin luas serta untuk memberikan penghargaan kepada negara-negara yang sudah berupaya melindungi hutannya.
"Jadi REDD+ harus juga membahas soal kemiskinan. Bila kemiskinan tetap ada, penebangan liar, pengrusakan hutan dan sebagainya akan terus terjadi," tandas Kuntoro Mangkusubroto, yang menjabat menjadi ketua Satgas REDD+ hingga Desember 2012 mendatang.
Demikian diungkapkan oleh Kuntoro ketua satgas REDD+ di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (17/2/2012).
REDD+ bukan hanya berkaiatan dengann penghitungan karbon tetapi juga dengan manusia. Banyak sudah contoh-contoh kasus terkait dengan tanah dan hutan seperti kasusu Mesuji di Lampung, Bima, Pualau Padang, Muara Tae, dan juga Siberut.
"Suku Anak Dalam atau suku asli di Siberut misalnya yang tinggal di Hutan Suaka sempat ingin diusir oleh orang pusat yang menginkan mereka keluar dari hutan itu Anomali-anomali ini yang harus ditangani dengan benar. Hutan tidak hanya kayu, tetapi juga kehidupan manusia," ungkapnya.
Kuntoro berjanji akan melibatkan masyarakat adat di tahap awal termasuk di setiap program yang diadakan di tempat tersebut. Dia tidak akan menjadikan REDD+ sebagai program elitis semata.
"Program REDD+ yang kita terapkan atas proses bersama bukan father's knows best. Kita bicarakan bersama, termasuk akan diadakannnya sekretariat bersama untuk menampung semua aspirasi," janjinya.
REDD+ tidak sebatas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, pun mencakup konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, dan meningkatkan stok karbon. "Intinya kita juga bicara tentang biodiversitas," tegasnya.
Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mentargetkan Indonesia akan menurunkan emisi sebesar 26 persen pada 2020 dan dengan bantuan luar negeri akan menurunkan 41 persen. Namun di sisi lain, SBY pun mencanangkan target 6,5 persen pertumbuhaan ekonomi.
Bila tidak ada upaya pencegahan, maka berdasarkan dokumen Second National Communication, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dikeluarkan sebesar 2,950 juta ton jauh meningkat dari tahun 2005 sebesar 2,120 juta ton dan 2000 sebesar 1,720 juta tahun.
dan ternyata penyumbang emisi terbesar datang dari lahan gambut dan hutan yang mencapai 87 persen.
Berikut anggota satgas Redd+:Strategi Nasional REDD+ dipegangMubariq Ahmad, Kelembagaan REDD+ oleh Agus Purnomo (staf ahli presiden untuk perubahan iklim, Instrumen Pendanaan oleh Agus Sari, MRV (Measurement, Reporting, and Verification) dipegang oleh Arif Yuwono (KLH), Provinsi Percontohan oleh Iman Santoso (Dephut, Monitoring moratorium oleh Nirata Samadhi (analis), Komunikasi dan pelibatan para pihak oleh Chandra Kirana, Kajian Hukum dan Penegakan Hukum oleh Mas Achmad Santosa (UKP4), Knowledge Management and Support oleh Roy Rahendra, dan Pengarusutamaan REDD+ pada Perencanaan Nasional oleh Lukita Dinarsyah Tuwo (Bappenas).
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar