Gaya Semarang Menghidupkan Bangunan Tua
Seperti kota besar lain di Jawa, Semarang memiliki sejumlah bangunan tua dan bersejarah peninggalan kolonial Belanda. Keberadaannya mampu menarik minat wisatawan untuk bertandang. Beberapa bangunannya yang semula dianggap sebagai sarang hantu hingga bercitra horor, belakangan mulai dipugar dan fungsikan untuk berbagai kegiatan hingga lebih hidup dan menarik. Apa saja?
Dari sekian banyak bangunan tua di Semarang, bangunan Lawang Sewu kiranya yang paling populer. Bangunan yang terletak di depan Bunderan Tugu Muda, Semarang ini terdiri atas beberapa gedung yang sedang dipugar.
Salah satu gedungnya yakni Gedung A diresmikan purna pugarnya oleh ibu negara Ani Yudhoyono pada 5 Juli 2011 lalu yang dihadiri Menbudpar Jero Wacik dan Gubernur Jateng Bibit W, dilanjutkan dengan pembukaan pameran Kriya Unggulan Nusantara 2011 selama 6 hari di Lawang Sewu.
Pameran yang diikuti dewan kerajinan daerah dari 24 provinsi dan sejumlah pedagang kuliner dari berbagai daerah ini bukan cuma berhasil menyedot pengunjung terlebih digelar saat liburan sekolah, pun mampu mengikis citra horor yang terlanjur tertanam di bangunan cagar budaya ini.
Sejumlah peserta pameran mengaku puas mengikuti pameran ini. Selain tidak dikenakan biaya, pengunjungnya pun ramai dan banyak yang membeli.
Begitu pun dengan pengunjung yang semula takut memasuki Lawang Sewu karena cerita horornya, terlihat antusias melihat pameran ini. Terlebih pameran ini bukan cuma menjual aneka kerajinan tangan seperti tenun, aksesoris mutiara, ulos, batik dan penganan khas dari berbagai daerah seperti lumpia, mie kopyok dari Semarang, kerak telor dari Betawi dan lainnya, puna memamerkan sertifikat UNESCO untuk batik, angkluk, dan keris, serta hiburan musik, lomba permainan tradisional, dan ajang kreativitas anak.
Rencananya, pameran serupa akan digelar setahun sekali dan gedung lain yang sedang direnovasi akan difungsikan untuk retail, gedung pertemuan, pagelaran seni, kuliner dan lainnya dengan tujuan untuk menghidupkan Lawang Sewu sekaligus menghilangkan imej seramnya.
Kendati upaya untuk menghilangkan citra horor tersebut terus digalakkan, pengunjung yang tertarik menikmati suasana lain Lawang Sewu dengan menelusuri lebih jauh ke dalam ruang bawah tanahnya, masih dapat mengikuti tur jelajah malam dengan tarif Rp 10.000 per orang.
Masih banyak gedung tua di Semarang yang kekhasan dan keindahan asitekturnya dapat dinikmati. Bahkan beberapa gedungnya ada yang tetap difungsikan seperti semua seperti Gereja Blendug sebagai tempat peribadatan. Gereja yang dibangun Belanda tahun 1753 berbentuk rumah panggung Jawa ini kemudian dipugar total tahun 1787 seperti sekarang. Padahal gereja tertua di Jawa Tengah yang terletak di Jalan Letjen Suprapto ini bernama asli Gereja GPIB Immanuel namun oleh masyarakat kemudian disebut Blendug yang berarti kubah.
Masih di jalan tersebut, sejumlah bangunan tua yang mengalamai perombakan, sudah beralih fungsi menjadi perkantoran dan rumah makan. Namun arsitektur aslinya tetap dipertahankan.
Bangunan tua lainnya ada yang sejak lama dimanfaatkan sebagai stasiun seperti Stasiun Semarang Tawang di berada di Jalan Taman Tawang. Stasiun yang diresmikan penggunaannya pada 1868 ini merupakan stasiun besar tertua di Indonesia.
Obyek wisata religi atau spritual juga banyak di Semarang dengan kandungan nilai sejarah dan keistimewaan arsitekturnya. Misalnya Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang arsitekturnya mengikuti gaya masjid Nabawi di Madinah. Masjid yang teretak di Jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari ini diresmikan Presiden SBY pada 14 November 2006.
Keistimewaan masjid yang berdiri di lahan seluas 10 hektar dilengkapi 6 payung raksasa yang dapat terbuka dan tertutup secara otomatis seperti di Masjid Nabawi. Daya tarik lainnya ada Menara Al Husna atau Al Husna Tower setinggi 99 meter. Di lantai 2 dan 3 tower ini dijadikan Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah dan di lantai 18 sebagai Kafe Muslim yang dapat berputar 360 derajat serta menara pandang di lantai 19 yang dilengkapi 5 teropong untuk melihat panorama Kota Semarang.
Masjid berkapasitas 10 ribu jamaah ini dilengkapi penginapan 23 kamar berbagai kelas, toko souvenir, convention hall, lapangan parkir yang luas, dan arena bermain anak.
Obyek religius lainnya makam pendiri Kota Semarang yakni Ki Ageng Pandan Arang atau Pandanaran yang merupakan adipati pertama Semarang yang diangkat Sulatan Demak. Tanggal pengangkatannya 2 Mei dijadikan Hari Jadi Kota Semarang. Makam Ki Ageng Pandanaran yang wafat pada 1496 terletak di Jalan Mugas Dalam II/4, Kelurahan Mugasari, sekitar 1 Km dari Tugu Muda
Bangunan tua berarsitektur khas Tionghoa di Semarang juga dalam dikembangkan sedemikian rupa hingga mampu menjaring wisatawan. Contohnya klenteng-klenteng peninggalan Laksama Cheng Ho, seorang pengembara ternama asal Tiongkok yang berperan besar dalam perkembangan masyarakat Tionghoa di Semarang, dengan membuat 2 klenteng besar yakni Klenteng Gedung Batu atau yang dikenal dengan Sam Poo Kong dan Klenteng Gang Lombok atau Tay Kak Sie.
Di Klenteng Gedung Batu terdapat beberapa klenteng besar, gua yang dipercaya sebagai petilasan karena diyakini pernah ditinggali Chengho, dan patung Cheng Ho berukuran besar yang didatangkan dari Cina.
Pengunjung yang ingin masulk areal klenteng yang terletak di Desa Simongan, Kecamatan Semarang Barat ini dikenai tiket masuk Rp 3.000 per orang. Kalau ingin menyusuri bagian dalam klentengnya harus beli tiket lagi Rp 20.000 per orang. Dan jika ingin berfoto dengan mengenakan busana gaya Cina tempo doeloe dikenai tarif Rp 75.000 per orang.
Lain lagi dengan Klenteng Gang Lombok yang dibangun tahun 1772. Arsitekturnya lebih kuno. Di seberang jalan depan klenteng yang berada di Jalan Gang Lombok, kawasan pecinan Semarang ini berlabuh replika kapal Cheng Ho di sungai Kali Semarang.
Pemkot Semarang dan Pemprov Jateng rupanya sadar betul bahwa keberadaan sejumlah bangunan tua dan bersejarah di Kota Semarang menjadi aset pariwisata yang apabila dikelola secara profesional, menarik, dan kreatif, dapat menjaring wisatawan baik nusantara dan mancanegara.
Dengan menghidupkan bangunan tua dan bersejarah, bukan sekadar menyelamatkan nilai sejarahnya pun dapat menggerakan roda perekonomian masyarakat Kota Semarang dari kunjungan wisatawan.
Langkah ini memang bukan hal baru, sejumlah kota dan daerah lain sudah melakukan hal serupa dengan menghidupkan kawasan kota tua dengan bermacan bangunan tua dan bersejarahnya.
Langkah menghidupkan bangunan tua dan bersejarah itu kiranya berhasil menarik minat orang untuk bertandang seperti terlihat di kawasan Kota Tua di Jakarta, Surabaya, Sawahlunto, Bandung dan lainnya.
Di kawasan kota tua terutama di Jakarta yang dulu sepi, sejak adapenataan dan perbaikan fisik banguan tua tanpa merubah keaslian arsitekturnya ditambah pemanfaatan sejumlah gedungnya untuk museum, kafe, resto, dan lainnya, beberapa tahun belakangan pengunjung membludak sejak pagi hingga tengah malam dengan berbagai aktivitas wisata. Dan kini giliran Koata Semarang yang bakal menikmatinya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar