. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Rabu, 27 Oktober 2010

Medan dan Makassar Kandidat Tuan Rumah IETBFM 2011



Banjar-masin sukses menjadi lokasi penye-lengga-raan serangkaian acara International Eco Tourism Business Forum and Mart atau IETBFM ke-6 yang digelar Kemenbudpar dan Pemprov Kalimantan Selatan, 21-25 Oktober 2010. Tahun depan giliran Medan atau Makassar yang menjadi tuan rumah. Apa saja kelebihan dan kekurangan Banjarmasin? Mengapa Medan dan Makassar dikandidatkan? Dan kota mana yang lebih siap dan layak jadi tuan rumah IETBFM ke-7?

Setelah Banjarmasin tahun ini jadi tuan rumah IETBFM ke-6 yang hanya diikuti 4 negara termasuk Indonesia, dan tahun sebelumya Lombok. Tahun depan giliran Medan atau Makassar yang menjadi calon kuat sebagai venue IETBFM ke-7.

Medan merupakan kota utama dan tersibuk di Pulau Sumatera. Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya ini punya akomodasi yang memadai untuk menampung kegiatan forum dan seminar berskala internasional. Di kota yang terkenal dengan penganan bika ambon, kuliner Soto Medan dan obyek penangkaran buaya-nya ini tersedia sejumlah hotel berbintang 5 dengan beberapa meeting room dan convention centre yang mampu menampung puluhan hingga ribuan orang.

Begitu pula dengan Makassar yang menjadi kota utama di Sulawesi Selatan sekaligus pintu gerbang ke wilayah Indonesia bagian Timur lainnya. Kota yang dikenal dengan Pantai Losari, pisang epek-epek, Cotto Makassar, dan pusat hiburan keluarga Trans Studio ini memiliki akomodasi dan venue untuk kegiatan meeting berskala dunia.

Kekurangan Medan, bandaranya (Polonia) masih seperti dulu. Kecil dan bukan bertaraf internasional. Sementara bandara di Makassar (Bandara Internasional Sultan Hassanudin) lebih keren dan tentu luas karena sudah bertarap internasional.

Kelebihan Medan justru dari obyek ekowisata yang belakangan ini kian diminati wisatawan minat khusus dari mancanegara. Nama obyeknya Tangkahan yang berada di luar Kota Medan. Wisman yang datang ke sana biasanya menikmati pemandangan alam sambil menunggang gajah, menelusuri sungai dan setapak hutan. Ada aktivitas beratmosfir ekologi yang kuat di obyek ini, sebagaimana menoreh getah pohon karet (rubber tapping activity) dan berarungjeram dengan rakit bambu (bamboo rafting) yang diikuti peserta IETBFM ke-6 di Loksado, Kalsel yang sekaligus menjadi kelebihan acara tahun ini.

Lain halnya dengan Makassar yang obyek eco tourism terdekatnya adalah Taman Nasional Bantimurung. Kawasan ini dijuluki kerajaan kupu-kupu karena menjadi habitat beragam jenis hewan bersayap cantik ini. Kawasan ini juga memiliki obyek Air Terjun Bantimurung yang bertingkat-tingkat. Sayangnya di depan pintu masuk kawasan ini mudah dijumpai penjual aneka ragam kupu-kupu dan serangga lain yang diairkeraskan lalu di bingkai ataupun dijadikan gantungan kunci. Cara-cara tersebut jelas bertentangan dengan prinsip dasar eco tourism yang justru berusaha menjunjung tinggi nilai-nilai konservasi atau menjaga kelestarian alam dan isinya serta memanfaatkannya dengan bijak. Bila peserta IETBFM beserta media asing diajak ke sini bisa jadi bumerang.

Bila melihat dari sisi obyek ekowisatanya, rasanya Medan lebih layak menjadi tuan rumah IETBFM ke-7 dengan obyek eco tourism Tangkahannya.

Belajar dari penyelenggaraan IETBFM ke-6 di Banjarmasin yang menurut beberapa peserta taste ekowisatanya kurang kental, lantaran tempat menggelar table-top, breafing, dan business forum antara buyers dan sellers maupun tempat pamerannya berada di hotel pusat kota. Ada baiknya penyelenggaraan IETBFM ke-7 tahun depan mengambil venue di resort yang berkonsep back to nature agar nuansa eco tourism-nya lebih dapat.

Perbaikan lain yang perlu diperhatikan adalah dengan melibatkan media atau wartawan peliput forum internasional ini lebih banyak lagi, baik cetak, elektronik maupau online yang konsen dan loyal meliput bidang pariwisata khususnya eco tourism dan MICE (Meeting, Incentif, Convention & Exebition).

Tujuannya tentu agar gema acara ini lebih terdengar dan obyek-obyek ekowisata yang dipilih sebagai tempat pretour-nya lebih terekspos luas. Maklum sampai penyelenggaraan IETBFM ke-6, gaungnya kurang bergema lantaran sedikitnya media atau wartawan khusus tadi yang dilibatkan baik sebelum, sesaat maupun setelah acara ini berlangsung. Sayang bukan, padahal forum ini berlabel internasional.

Para buyer dan seller yang ikut IETBFM 2011 nanti pun harus benar-benar pemain asli dari travel agent besar, berkulitas, dan yang biasa menjual-membeli paket-paket eco tourism. Mereka didatangkan dari negara atau kota asalnya. Bukan kebanyakan pemain lokal saja seperti buyers dan sellers yang ikut IETBFM 2010. Atau orang asing yang diambil dari Bali atau kota lain di Indonesia, padahal mereka bukan orang travel agent melainkan guru Bahasa Inggris dan lainnya. Mereka disuruh berpura-pura menjadi buyers ataupun sellers, seperti terjadi di IETBFM ke-5 di Lombok dan beberapa forum bisnis dan pasar wisata lainnya untuk sekadar pemenuhan predikat internasional tadi.

Bila semua itu dibenahi dan dipenuhi penyelenggara, pastinya IETBFM ke-7 dan berikutnya, bukan cuma lebih bergema dan bergengsi, pun ke depan mampu menarik minat lebih banyak lagi travel agent nasional, internasional, dan pihak terkait yang ikut serta. Kalau sudah begitu, ujung-ujungnya obyek ekowisata kita pastinya akan jauh lebih terpromosikan, terkenal, dan terjual.

Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP