Hari Museum Indonesia 24 Desember
Seminar Hari Museum Indone-sia (HMI) yang diseleng-garakan Direktorat Museum, Ditjen Sejarah dan Purbakala, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan (Kemenbudpar) di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta selama 2 hari (22-23/5), berhasil merumuskan tanggal HMI pada 24 Desember. Tanggal tersebut diambil dari terbentuknya Djawatan Kebudayaan ‘Urusan Museum’ tahun 1957.
Menurut Direktur Museum, Ditjen Sejarah dan Purbakala, Kemenbudpar Intan Mardiana, tujuan utama seminar HMI ini memang untuk merumuskan tanggal HMI. “Bila nanti tanggal HMI sudah dirumuskan dan ditentukan maka seluruh museum di Indonesia dapat merayakan HMI baik secara nasional maupun di masing-masing museum mulai tahun 2011,” jelasnya.
Perumusan tanggal HMI berlangsung lancar. Tim perumus yang dipimpin Dr. Agus Aris Munandar dengan anggota yang terdiri atas beberapa tokoh permuseuman Tanah Air antara lain Prof. Dr. Djoko Suryo, Prof. Dr. Edi Sedyawati, Dr. Daud Aris Tahudirjo, KRT Thomas Haryonogoro, dan Direktur Museum merumuskan 3 hal. Pertama, pertanyaan tentang perlukah kita memiliki HMI? Kedua, menawarkan 4 alternatif calon tanggal HMI. Keempat tanggal tersebut adalah 28 Oktober 1890 yakni tanggal berdirinya Museum Radya Pustaka, 6 November 1935 berdirinya Museum Sono Budoyo, 24 April 1778 terbentuknya Museum Nasional, dan 24 Desember 1957 terbentuknya Djawatan Kebudayaan ‘Urusan Museum’. Dan ketiga, program peringatan HMI.
Beragam pendapat terlontar mengenai perlu tidaknya HMI. Ada yang bilang HMI tidak perlu karena sudah punya hari peringatan museum masing-masing. Namun lebih banyak peserta yang menyatakan HMI itu perlu untuk meningkatkan kualitas permuseuman sehingga tim peremus akhirnya memutuskan bahwa HMI itu perlu ada dan diperingati.
Saat pemilihan tanggal HMI juga terjadi perdebatan cukup alot. Beberapa peserta menentukan pilihan tanggal HMI disertai dengan argumen kuat masing-masing. Salah satu peserta dari luar Jawa misalnya menganggap dua tanggal pertama terlalu Jawasentris. Ada pula yang berpendapat tanggal terbentuknya Museum Nasional sangat tepat dijadikan tanggal HMI mengingat Museum Nasional mewakili bermacam koleksi dari seluruh Indonesia sekaligus melambangkan persatuan dan perayaannya bisa dilanjutkan dengan peringatan Hari Museum Internasional yang jatuh pada 18 Mei.
Sesi pertama belum juga menghasilkan tanggal HMI. Justru muncul dua usulan baru untuk menambahkan 2 tambahan tanggal alternatif lain. Usulan pertama datang dari Kepala Museum Joang 45, Jakarta Setia Gunawan. Dia mewakili 11 museum dibawah Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta mengusulkan supaya tanggal HMI disamakan dengan tanggal Hari Museum Internasional 18 Mei dengan alasan perayaannya akan lebih praktis. Usulan tersebut ditolak tim perumus yang diamini seorang peserta dengan dalih untuk memakai tanggal tersebut harus meminta izin terlebih dulu dengan dewan permuseuman internasional dan prosesnya panjang. Akhirnya usulan tersebut tidak dimasukkan dalam daftar pilihan calon tanggal HMI.
Usulan kedua datang dari Kepala Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta Sri Ediningsih yang mengusulkan supaya tanggal perumusan HMI 23 Mei 2010 dimasukkan sebagai salah satu calon tanggal HMI mengingat tanggal tersebut menjadi tonggak bersejarah penentuan HMI oleh insan permuseuman Tanah Air. Meski sempat disanggah oleh seorang peserta dengan alasan tanggal tersebut dianggap telat untuk dijadikan HMI, namun sejumlah peserta menyetujui usulan tersebut sehingga tim perumus mencantumkannya sebagai pilihan kelima calon tanggal HMI.
Sesi kedua, tim perumus akhirnya mengambil keputusan dengan menggunakan voting untuk menentukan suara terbanyak pemilihan tanggal HMI. Ada 57 pemilih yang mengikuti voting. Hasilnya, tanggal 24 Desember memperoleh 24 suara sekaligus menjadi pemenang. Tanggal 23 Mei mendapatkan 20 suara sebagai peringkat kedua. Tanggal 24 April memperoleh 6 suara sebagai peringkat ketiga. Tanggal 6 November dan 28 Oktober, masing-masing mendapat 4 dan 3 suara sebagai peringkat ketiga dan keempat.
Usai merumusan tanggal HMI yang jatuh pada 24 Desember, tim perumus membacakan program-program peringatan HMI yang semestinya dilaksakan baik secara nasional maupun oleh masing-masing museum. Ada tiga program yang dirumuskan. Pertama, peringatan HMI tidak hanya pada hari H, tapi dapat berupa bulan museum. Kedua, ada program penelitian untuk meningkatkan kualitas informasi. Dan ketiga, ada kegiatan pemberian penghargaan museum, semacam award untuk bermacam kategori, misalnya kategori museum terbaik dan penghargaan bagi insan permuseuman yang telah berjasa demi kemajuan permuseuman Tanah Air.
Sebelum diskusi perumusan tanggal HMI, Seminar HMI pada hari pertama (22/5) menampilkan pembicara Dosen Arkeologi UGM Dr. Daud Aris Tanudirjo yang membawakan makalah bertajuk “Mengubah Pola Pikir Masyarakat untuk Cinta Museum”. Dilanjutkan Prof. Dr. Djoko Suryo dengan makalah “Museum dari Perspektif Sejarah”. Setelah rehat, tampil Dr. Agus Aris Munandar yang membawakan makalah berjudul “Peran Hari Museum dalam Pengembangan Museum di Indonesia”. Dan pada hari kedua (23/5), tampil pembicara Prof. Dr. Sedyawati dengan makalah bertajuk “Museum untuk Persatuan dalam Perbedaan”.
Berdasarkan pantauan penulis, Seminar HMI tingkat nasional ini gaungnya kurang terdengar. Seolah cuma terbatas untuk orang-orang museum saja. Kondisi tersebut terjadi karena sebelum pelaksanaan tidak ada konferensi pers. Dan saat pelaksanaan, media yang meliput pun hanya segelincir. Padahal seminar ini cukup berbobot dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang cukup andal. Kabar yang terendus dari panitia, penyebabnya lagi-lagi lantaran keterbatasan dana. Benarkah?
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar