Mencicipi ‘Rasa’ Lain Pulau Garam
Apa yang terlintas di benak Anda mendengar Madura? Mungkin Anda akan bilang sebuah pulau penghasil garam yang pernah terkenal dengan budaya carok-nya. Atau juga menilai pulau yang penduduknya suka ber-Karapan Sapi dan merantau sebagai penjual sate ayam di berbagai kota. Pendapat itu tak sepenuhnya salah. Tapi itu cuma bagian kecil saja, sebenarnya masih ada ‘rasa’ lain selain asinnya garam Madura yang pasti bisa buat Anda terpesona.
Melihat alam Madura saat didera kemarau panjang, yang terasa panas yang begitu menyengat, gersang yang memanggang dan tandus yang bikin kulit angus (baca hitam). Melihat kondisi seperti itu terpikir kalau Madura kurang seberuntung pulau lain. Padahal dibalik itu justru tersimpan sejumlah kekayaan bumi yang melimpah berupa migas, phospat, kapur, uranium, dan emas. Sedangkan isi lautnya bermacam ikan konsumsi dan hias. Belum lagi keunikan tradisi dan keseniannya, serta kekhasan tinggalan sejarahnya seperti kekhasan makam keluarga raja, mercusuar, dan lainnya.
Agak sulit memang mencari hamparan sawah yang hijau membentang saat musim panas seperti sekarang ini. Tapi bukan berarti lahan-lahan didiamkan merana. Justru yang terlihat hamparan perkebunan jagung, palawija, tembakau, singkong dan ubi serta beberapa hektar perkebunan buah naga. Semua itu membuktikan bahwa tanah Madura tak kalah subur.
Bukti lain, hampir di setiap halaman rumah warga bertengger sedikitnya satu atau dua pohon mangga yang berbuah rimbun. Anehnya, nama mangga Madura tak sepopuler mangga Indramayu? Justru buah jambu air putih Madura lebih sering jadi bahan omongan para pelancong yang pernah datang ke pulau ini. Menurut mereka rasanya manis, beda dengan jambu air lainnya. Mungkin karena kandungan tanah di Madura yang berkapur menjadi penyebabnya. Saat musim jambu air, di beberapa ruas jalan utama Madura banyak pedagang yang menjajakannya. Buah lainnya yang juga mendominasi Madura adalah jambu mete.
Kendati pohon mangga mudah ditemukan di setiap rumah dan perkebunan, namun anehnya penganan khas dari mangga seperti kripik mangga dan lainnya tak ada. Cuma sambal mangga saja yang berasa pedas asem sebagai teman makan nasi jagung dengan lauk lainnya sebagai salah satu kuliner khas Madura selain sapet udang, soto, sate, gule dan blincong pepes jagung manis.
Penganan dari jambu mete juga sulit ditemukan padahal madura juga memiliki perkebunan jambu mete. Kecuali singkong dan ubi yang oleh sebagian warganya diiris tipis-tipis lalu dikeringkan untuk dijadikan keripik untuk dikonsumsi sendiri dan dijual.
Di beberapa tempat seperti di Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan dan Kalianget, Kabupaten Sumenep justru dipenuhi oleh hamparan tambak garam. Hampir sebagian besar penduduk Madura memang menjadi petani garam, nelayan dan petani kebun. Garam inilah yang membuat Madura mendapat julukan sebagai pulau garam.
Garam tentu saja asin rasanya. Tapi Madura bukan cuma asin garamnya. Masih ada ‘rasa’ lain yang bisa Anda rasakan. Di jalur Sampang-Pamekasan ada tempat wisata unik yang sulit ditemukan di tempat lain, yakni sumber api alam abadi yang terkenal dengan sebutan Api Tak Kunjung Padam. Tidak ada yang tahu daripmana api itu berasal. Kemungkinan besar karena tanah disekitarnya mengandung gas, maklum bumi Madura memang kaya akan migas. Anehnya nyala api obyek tersebut hanya menyala di tanah sekitar pagar saja.
Bagi yang suka belanja batik, datang saja Kecamatan Proppo, 33 Km Timur Sampang. Di sana ada sentra kerajinan seni batik tulis Madura yang memiliki corak berbeda dengan batik Madura lain. Atau bisa juga melihat dan membeli batik tulis Madura lainnya di Tanjungbumi, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan. Lokasi lainnya di Desa Pangandangan Barat, Sumenep serta sejumlah sentra dan komplek pertokoan batik di Pamekasan seperti yang ada di Jalan Jokotole. Ciri khas batik tulis Madura adalah motifnya bebas. Tapi yang sering digunakan adalah motif burung. Batik tradisional biasanya berwarna tanah, sedangkan yang modern (casual) memakai warna-warna yang berani (cerah).
Kalau ingin menyaksikan Karapan Sapi, bisa datang pada musim kemarau sekitar Agustus dan September di Bangkalan, Sampang, dan Sumenep setiap tahun. Dan finalnya pada bulan Oktober di Kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Sapi khusus karapan didatangkan dari Pulau Sapudi, salah satu Pulau di ujung Timur Madura yang selama ini memang dikenal sebagai gudangnya sapi bibit unggul.
Bagi yang suka kesenian, nikmati saja sajian Tari Klasik Mowang Sangkal, Tari Topeng Dalang, Tari Topeng Madura dan beberapa tari tradisional lainnya di Pendopo Keraton Sumenep. Bila Anda datang pas perayaan hari jadi Kota Sumenep setiap 31 Oktober, pastinya Anda bakal menemukan sajian tarian dan kesenian lain khas Sumenep termasuk parade budaya dan arak-arakan khas keraton.
Kalau mau berwisata bahari datang saja ke Pantai Slopeng masih di Kabupaten Sumenep. Pantai ini memiliki keunikan tersendiri berupa gundukan gunung pasir halus berwarna kecoklatan yang terbentuk secara alami oleh angin laut. Selain itu ada Pantai Lombang yang memiliki hamparan pasir putih serta cemara udang yang hanya tumbuh di beberapa tempat di dunia. Penduduk di Desa Lombang mengelola pohon cemara udang menjadi bonsai dalam pot bermacam bentuk yang artistik, yang bisa dijadikan buahtangan menarik.
Masih di sekitar pantai, Anda bisa menyaksikan warisan hidup tempo doeloe berupa tempat tidur pasir yang tersedia di beberpa rumah penduduk. Tempat tidur pasir itu dipercaya dapat menyembuhkan bermacam penyakit, sekaligus sebagai tempat melakukan hubungan suami istri untuk mendapatkan keturunan.
Jika belum puas, lanjutkan perjalanan bahari Anda ke sejumlah pulau yang masih dalam wilayah Sumenep. Maklum kabupaten ini memiliki 70an lebih pulau kecil. Ada Kepulauan Kangean yang paling luas di antara pulau lainnya dan memiliki buah tangan unik berupa ayam bekisar dan ukiran kayu jati. Lalu ada beberapa pulau lainnya yakni Pulau Puteran, Sapudi, Raas, dan Sapeken serta beberapa taman laut yang cocok untuk diving (menyelam) atau sekadar snorkeling di Mamburit, Saobi, dan juga Gili Labek yang lokasinya paling dekat dengan Pelabuhan Kalianget, sekitar 1 jam perjalanan laut.
Betulkan Madura bukan cuma asin garamnya saja. Nah, sekarang giliran Anda merasakan ‘rasa’ lain Pulau Garam ini. Selamat menikmati.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Melihat alam Madura saat didera kemarau panjang, yang terasa panas yang begitu menyengat, gersang yang memanggang dan tandus yang bikin kulit angus (baca hitam). Melihat kondisi seperti itu terpikir kalau Madura kurang seberuntung pulau lain. Padahal dibalik itu justru tersimpan sejumlah kekayaan bumi yang melimpah berupa migas, phospat, kapur, uranium, dan emas. Sedangkan isi lautnya bermacam ikan konsumsi dan hias. Belum lagi keunikan tradisi dan keseniannya, serta kekhasan tinggalan sejarahnya seperti kekhasan makam keluarga raja, mercusuar, dan lainnya.
Agak sulit memang mencari hamparan sawah yang hijau membentang saat musim panas seperti sekarang ini. Tapi bukan berarti lahan-lahan didiamkan merana. Justru yang terlihat hamparan perkebunan jagung, palawija, tembakau, singkong dan ubi serta beberapa hektar perkebunan buah naga. Semua itu membuktikan bahwa tanah Madura tak kalah subur.
Bukti lain, hampir di setiap halaman rumah warga bertengger sedikitnya satu atau dua pohon mangga yang berbuah rimbun. Anehnya, nama mangga Madura tak sepopuler mangga Indramayu? Justru buah jambu air putih Madura lebih sering jadi bahan omongan para pelancong yang pernah datang ke pulau ini. Menurut mereka rasanya manis, beda dengan jambu air lainnya. Mungkin karena kandungan tanah di Madura yang berkapur menjadi penyebabnya. Saat musim jambu air, di beberapa ruas jalan utama Madura banyak pedagang yang menjajakannya. Buah lainnya yang juga mendominasi Madura adalah jambu mete.
Kendati pohon mangga mudah ditemukan di setiap rumah dan perkebunan, namun anehnya penganan khas dari mangga seperti kripik mangga dan lainnya tak ada. Cuma sambal mangga saja yang berasa pedas asem sebagai teman makan nasi jagung dengan lauk lainnya sebagai salah satu kuliner khas Madura selain sapet udang, soto, sate, gule dan blincong pepes jagung manis.
Penganan dari jambu mete juga sulit ditemukan padahal madura juga memiliki perkebunan jambu mete. Kecuali singkong dan ubi yang oleh sebagian warganya diiris tipis-tipis lalu dikeringkan untuk dijadikan keripik untuk dikonsumsi sendiri dan dijual.
Di beberapa tempat seperti di Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan dan Kalianget, Kabupaten Sumenep justru dipenuhi oleh hamparan tambak garam. Hampir sebagian besar penduduk Madura memang menjadi petani garam, nelayan dan petani kebun. Garam inilah yang membuat Madura mendapat julukan sebagai pulau garam.
Garam tentu saja asin rasanya. Tapi Madura bukan cuma asin garamnya. Masih ada ‘rasa’ lain yang bisa Anda rasakan. Di jalur Sampang-Pamekasan ada tempat wisata unik yang sulit ditemukan di tempat lain, yakni sumber api alam abadi yang terkenal dengan sebutan Api Tak Kunjung Padam. Tidak ada yang tahu daripmana api itu berasal. Kemungkinan besar karena tanah disekitarnya mengandung gas, maklum bumi Madura memang kaya akan migas. Anehnya nyala api obyek tersebut hanya menyala di tanah sekitar pagar saja.
Bagi yang suka belanja batik, datang saja Kecamatan Proppo, 33 Km Timur Sampang. Di sana ada sentra kerajinan seni batik tulis Madura yang memiliki corak berbeda dengan batik Madura lain. Atau bisa juga melihat dan membeli batik tulis Madura lainnya di Tanjungbumi, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan. Lokasi lainnya di Desa Pangandangan Barat, Sumenep serta sejumlah sentra dan komplek pertokoan batik di Pamekasan seperti yang ada di Jalan Jokotole. Ciri khas batik tulis Madura adalah motifnya bebas. Tapi yang sering digunakan adalah motif burung. Batik tradisional biasanya berwarna tanah, sedangkan yang modern (casual) memakai warna-warna yang berani (cerah).
Kalau ingin menyaksikan Karapan Sapi, bisa datang pada musim kemarau sekitar Agustus dan September di Bangkalan, Sampang, dan Sumenep setiap tahun. Dan finalnya pada bulan Oktober di Kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Sapi khusus karapan didatangkan dari Pulau Sapudi, salah satu Pulau di ujung Timur Madura yang selama ini memang dikenal sebagai gudangnya sapi bibit unggul.
Bagi yang suka kesenian, nikmati saja sajian Tari Klasik Mowang Sangkal, Tari Topeng Dalang, Tari Topeng Madura dan beberapa tari tradisional lainnya di Pendopo Keraton Sumenep. Bila Anda datang pas perayaan hari jadi Kota Sumenep setiap 31 Oktober, pastinya Anda bakal menemukan sajian tarian dan kesenian lain khas Sumenep termasuk parade budaya dan arak-arakan khas keraton.
Kalau mau berwisata bahari datang saja ke Pantai Slopeng masih di Kabupaten Sumenep. Pantai ini memiliki keunikan tersendiri berupa gundukan gunung pasir halus berwarna kecoklatan yang terbentuk secara alami oleh angin laut. Selain itu ada Pantai Lombang yang memiliki hamparan pasir putih serta cemara udang yang hanya tumbuh di beberapa tempat di dunia. Penduduk di Desa Lombang mengelola pohon cemara udang menjadi bonsai dalam pot bermacam bentuk yang artistik, yang bisa dijadikan buahtangan menarik.
Masih di sekitar pantai, Anda bisa menyaksikan warisan hidup tempo doeloe berupa tempat tidur pasir yang tersedia di beberpa rumah penduduk. Tempat tidur pasir itu dipercaya dapat menyembuhkan bermacam penyakit, sekaligus sebagai tempat melakukan hubungan suami istri untuk mendapatkan keturunan.
Jika belum puas, lanjutkan perjalanan bahari Anda ke sejumlah pulau yang masih dalam wilayah Sumenep. Maklum kabupaten ini memiliki 70an lebih pulau kecil. Ada Kepulauan Kangean yang paling luas di antara pulau lainnya dan memiliki buah tangan unik berupa ayam bekisar dan ukiran kayu jati. Lalu ada beberapa pulau lainnya yakni Pulau Puteran, Sapudi, Raas, dan Sapeken serta beberapa taman laut yang cocok untuk diving (menyelam) atau sekadar snorkeling di Mamburit, Saobi, dan juga Gili Labek yang lokasinya paling dekat dengan Pelabuhan Kalianget, sekitar 1 jam perjalanan laut.
Betulkan Madura bukan cuma asin garamnya saja. Nah, sekarang giliran Anda merasakan ‘rasa’ lain Pulau Garam ini. Selamat menikmati.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar