Ke Acara 44 Tahun Tapal, Kepingan-Kepingan Memori Terangkai Lagi
Sepertinya bukan cuma saya, setiap yang hadir baik itu anggota TAPAL maupun simpatisan pasti merasakan begitu, dimana rangkaian kenangan silam masing-masing kembali muncul.
Sebelum saya kupas kepingan memori apa saja, ada baiknya kita pahami lebih dulu makna atau arti kata memori.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memori adalah kesadaran akan pengalaman masa lampau yang hidup kembali. Memori tersebut berupa ingatan, catatan yang berisi penjelasan, peringatan, dan keterangan.
Berdasarkan pengertian memori dalam KBBI tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ragam sinonim memori antara lain kenangan, ingatan, kesan, nostalgia, sejarah, asal usul, riwayat, silsilah, dan atau cerita/kisah lama.
Bila kita kaitkan dengan TAPAL yang merupakan organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala) di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta yang berada di Lenteng Agung (LA), Jakarta Selatan, berarti kepingan-kepingan memori yang pernah terjadi semasa kuliah di Kampus Tercinta, IISIP Jakarta, baik itu yang berstatus anggota maupun simpatisan TAPAL.
Sekurangnya ada 7 kepingan memori yang kembali nongol di benak, yaitu memori perjalanan dari rumah/kos-an ke Kampus Tercinta; memori saat berada di kampus (pinggiran kelas, kantin, musala, lapangan basket, ruang V2, perpustakaan, lapangan tenis, parkiran, dan lainnya); memori di kos-an/kontrakan/tempat ngumpul bareng; memori sekitar kampus (warteg, warburjo, warung romo, bu kapten, tempat foto copi, dll); memori pertemanan terdekat atau se-bestie; memori percintaan; dan terakhir memori kesukaan/hobi/minat (termasuk hobi berkegiatan di alam bebas yang bermuatan petualangan).
Jumlah kepingan memori yang muncul setiap anggota dan simpatisan TAPAL yang hadir jelas tak sama, tergantung seberapa lama menyandang status mahasiswa IISIP, seberapa aktifnya dalam berkegiatan, dan dengan siapa berteman serta apa kesukaan/hobi/minatnya.
Misalnya saya masuk Kampus Tercinta tahun 91 (seharusnya tahun 1990, karena duduk di bangku SMA 4 tahun), lalu lulus dari IISIP tahun 1996) dan sejak lulus sampai sekarang belum pernah main/masuk ke kampus lagi, maka kepingan memori saya hanya terjadi sepanjang 6 tahun itu.
Adapun kesukaan/hobi/minat saya adalah kegiatan kepecintaalaman atau kegiatan di alam bebas seperti mendaki gunung, menyusuri hutan dan pantai, jelajah pedalaman, susur gua arung jeram, dan panjat/turun tebing, otomatis isi kepingannya antara lain memori saat melakukan petualangan dengan rekan-rekan se-frekuensi yang tergabung dengan Pinisi-OAC (komunitas pecinta alam yang saya buat hanya untuk seangkatan dan orang-orang tertentu saja antara lain Irwin, Adi, Mustafa, dan Deden, dua nama terakhir sudah wafat).
Tentunya juga dengan anggota dan simpatisan TAPAL yang saya kenal dekat saat itu, antara lain Prosper (sudah wafat), Wayang, Irma, Joko Dolok, dan sejumlah senior yang biasa kumpul di Borjonk serta beberapa dari anggota/simpatisan TAPAL angkatan 90-an seperti Ubay, Gusur, Wina, Anisti, dan Santa.
Bila ketujuh kepingan memori sebagaimana tertera di atas dikaitkan dengan perayaan 44 Tahun TAPAL versi saya dengan anggota dan simpatisan TAPAL yang hadir, tentu juga berbeda.
Misalnya kepingan memori perjalanan dari rumah/kos-an ke Kampus Tercinta. Kebetulan acara perayaan 44 Tahun TAPAL bertempat di Ragoon Resto, SMK 57, Ragunan, Jakarta Selatan, Minggu (30/6/24), saya dari wilayah Kebon Jeruk ke lokasi acara dengan moda transportasi umum dari halte TransJakarta (TJ) Seskoal pukul 12 siang naik jurusan ke Tegal Mampang lanjut bus TJ tujuan Ragunan turun di halte SMK 57 pukul 1 siang lebih.
Nah, sepanjang perjalanan itu muncul kepingan memori lama saat ke Kampus Tercinta, kerena beberapa rutenya yakni Mampang, Warung Buncit, dan sampai Jatipadang sama seperti yang pernah saya lewati dulu saat menuju ke Kampus Tercinta dari kediaman orang tua (ortu).
Memori ketika naik Metromini S70 dari depan Jalan Kebon Nanas, Kebayoran Lama tujuan Blok M (yang penumpangnya selalu padat, pun terlintas. Ketika itu saya hampir selalu berdiri sampai Blok M). Lalu di terminal Blok M yang saat itu tengah berjaya dan ramai banget, saya ganti Metromini S75 tujuan Pasar Minggu (jumlah busnya lumayan banyak jadi saya selalu kebagian tempat duduk sampai Pasar Minggu) namun lalu lintasnya terkenal macet padat merayap dan melawati jalan raya di ketiga daerah itu (Mampang, Warung Buncit, dan sampai Jatipadang). Tiba di Pasar Minggu lanjut lagi dengan bus Miniarta tujuan Depok turun di seberang Kampus Tercinta. Itulah salah satu rute perjalanan naik kendaraan umum yang saya sering gunakan saat ke kampus dulu.
Sewaktu di dalam bus TJ menuju Ragoon Resto tempat acara 44 Tahun TAPAL, pas melewati Mampang, Warung Buncit, dan sampai Jatipadang, saya sempat kaget dengan perubahan yang ada. Parasnya lebih tertata dan keren, banyak bermunculan sentra kuliner seperti resto, cafe, pusat bisnis, dan bangunan kekinian lainnya.
Setibanya di Ragoon Resto, kepingan-kepingan memori lainnya bermunculan berurutan setelah bertemu dengan rekan-rekan lama anggota dan simpatisan TAPAL seperti saya sebut di atas .
Waktu saya sampai di depan pintu masuk Ragoon Resto, sosok yang lama saya kenal Joko Dolok langsung menyambut dengan gaya khasnya. Melihatnya, kepingan-kepingan memori dengan anggota TAPAL senior angkatan 80-an ini pun muncul, terutama saat di Kampus Tercinta dan terakhir bertemu tanpa sengaja di luar kampus ketika sama-sama meliput kegiatan wisata budaya di Kuningan.
Maskot Lintas Angkatan
Joko Dolok sedikit dari senior yang punya kelebihan yakni mampu membaur dan menarik massa dari angkatan tua (di atasnya) maupun angkatan muda (jauh di bawahnya) berkat keramahan, keceriaan, dan sifat baiknya yang tak pandang angkatan. Oleh karenanya, saya menjulukinya Maskot LA (Lenteng Agung, Lintas Angkatan).
Keistimewaan lainnya, dia mahir di bidang fotografi sebagai fotografer andal sehingga kerap dijadikan sebagai panitia yang duduk di seksi dokumentasi dalam berbagai kegiatan termasuk kegiatan di TAPAL, oleh karena itulah saya pun menjulukinya Sang Raja Dokumentasi.
"Beeeerrrr.., thanks banget dah dateng. Mantuuul brur," ucap Joko Dolok spontan. "Sami-sami senior, saluuut gue batre (baca: semangat dan ceria) mas'e kenceng terussss," balas saya.
Di dalam ruangan Ragoon Resto, saya bertemu dengan Wina atau biasa disapa Wince yang bertugas sebagai MC di acara perayaan 44 Tahun TAPAL. Dia salah satu anggota TAPAL angkatan terakhir, karena setelah angkatannya, TAPAL vakum alias tidak membuat perekrutan anggota baru.
Kepingan memori dengan sosok perempuan yang selalu "rame" dan terkadang to the point ini pun muncul, terutama kenangan saat berpetualang Ujung Kulon tahun 1992 bersama belasan anggota dan simpatisan TAPAL.
"Win, ntar lanjut ngobrolnya bareng alumni Ujung Kulon 92 ya," ungkap saya seraya bergegas menuju musala. "Sip, Ber. Loe datang ke acara ini aja gue ga nyangka banget, seneng, pengen nangis," terangnya.
Di musala belakang Ragoon Resto, saya berjumpa dengan Irma, yang dari dulu saya kenal orangnya super humble meskipun dia senior angkatan 80-an. Kepingan memori saat berpetualang di Ujung Kulon pun hadir, termasuk saat dia main ke rumah kediaman saya dan ortu di Kebayoran Lama. "Alhamdulillah, sampe juga jauh-jauh dari Lampung, sehat-sehat aja loe Ber," sapa Irma.
Begitupun saat bertemu dengan Santa. Selain kepingan memori perjalanan di Ujung Kulon, juga ketika main ke kos-annya, berdonor darah di PMI tempatnya bekerja, dan sewaktu main ke rumah Ubay, kekasihnya yang kemudian menjadi suaminya di daerah Depok yang ketika itu masih asri dan rindang dengan pepohonan besar di tepi kali Ciliwung.
Lain lagi waktu bertemu dengan Ubay. Kepingan memori saat dia berenang di muara sungai di Ujung Kulon langsung muncul. Aksinya saat itu terbilang nekat, terlebih arus muaranya deras dan kabarnya dihuni buaya.
"Bay, dulu waktu di Ujung Kulon, loe nekat banget berenang di muara," ungkap saya. "Iya juga ya Ber. Maklum waktu itu masih darah muda. Klo sekarang kayaknye gue dah nggak mampu begitu," balasnya sambil nyetir mobilnya menuju kedai kopi di samping Kebun Binatang Ragunan selepas mengikuti acara 44 Tahun TAPAL.
Kepingan memori saat menjelajah Ujung Kulon juga hadir saat jumpa dengan Gusur. Tapi ada lagi, kepingan memori saat saya terkecoh mana Gusur mana saudara kembarnya yang mirip banget. "Saudara kembar gue dan meninggal Ber karena sakit," ungkapnya. "Innalillahi wainailaihi rojiun, turut berdukacita ya," balas saya saat sama-sama numpang mobil Ubay ke kedai kopi tersebut.
Selanjutnya kami masuk lagi ke ruangan acara, dan saya bertemu dengan Anisti yang biasa dipanggil Ithink. "Jaberio, apa kabaaar, gue masih inget loe," ujarnya. Seketika perjalanan di negeri terakhir Badak Jawa, Ujung Kulon pun melayang di benak saya. Ketika itu Ithink bareng Wina, Ubay, dan Gusur tengah mengikuti salah satu kegiatan Tapal sebelum resmi mereka jadi anggota.
Selain mereka, di acara 44 Tahun TAPAL saya juga bertemu dengan Wayang, anggota senior TAPAL yang juga sudah lama saya kenal. Melihatnya, kepingan memori pemuda yang setia bergaya army look (senang dengan fesyen dan aksesoris bernuansa tentara/ABRI) itu pun muncul.
Berdasarkan pengakuannya, Wayang saat ini berwirausaha atau berdagang fesyen outdoor seperti sepatu treking, sandal gunung, jaket raincoat, dan lainnya. "Kalau ada sandal atau sepatu gunung size 39, kabarin ya Way, sapa tau cocok gue beli," ungkap saya. "Siyaaap Ber, kaki loe kecil ya," bales Wayan sambil menunjukkan koleksi foto sandal dan sepatu gunung yang dijualnya di HP-nya namun kebanyakan berukuran besar di atas 40.
Bagaimana dengan Prosper, anggota senior TAPAL yang saya juluki Sang Motor Penggerak kegiatan petualangan semasa saya masih kuliah di Kampus Tercinta? Apakah berjumpa dengannya di Ragoon Resto? Jelas tidak. Karena pecinta alam berjiwa petualang yang kenekatannya di atas rata-rata namun jadi panutan sejumlah petualang muda itu, sudah wafat.
Apakah kepingan memori dengannya tetap hadir? Jawabannya iya. Karena saya membawa 2 klipingan pemberitaan terkait kematiannya terseret lahar dingin Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur ke acara tersebut.
Saya menunjukkan klipangan itu ke rekan-rekan lain, banyak juga yang kaget karena saya sampai membuat, masih menyimpan, dan menyempatkan membawanya.
Saat mereka membaca 2 klipingan itu dan ketika ada senior TAPAL yang baru pertama kali saya jumpa memotret klipingan itu buat arsip pribadi, deretan kepingan memori bersama Prosper seketika muncul.
Maklum saya termasuk yunior saat itu, yang sering diajak Prosper berpetualang antara lain ke TNUK, TNBBS, dan lainnya bahkan pernah buka jalur pendakian di Gunung Tanggamus Lampung (ini paling menantang di antara petualangan lain dengannya, karena sempat nyasar dan saya jatuh di jurang cukup dalam). Dan sebaliknya saya juga pernah mengajak Prosper latihan panjat/turun tebing Gunung Munara.
Salah satu kepingan memori yang muncul, ketika Prosper manjat tebing Munara tanpa harness dan tali panjat diluar pengetahuan saya. Sewaktu dia berada di tengah tebing, saya berteriak. "Bang Prosper turun, jangan nekat, pake harness dan tali!," teriak saya.
Alhamdulillah Prosper mendengarnya lalu turun dan menggunakan harness, carabiner serta peralatan panjat tebing lainnya, baru kemudian manjat lagi dan turun dengan selamat.
Itulah kali pertama saya berani teriak dan agak memerintah Prosper. Karena selama ini saya sangat sungkan mengingat dia senior banget. Tapi karena sudah sering berpetualang bareng dan semakin paham karakter serta kenekatannya, akhirnya saya beranikan berteriak seperti itu demi keselamatannya.
Kepingan memori lainnya bersifat ringan tapi lucu, sewaktu Prosper yang berambut gondrong ikal nanya begini "Ber, lo orang mana ya? Nama lo agak aneh Jaberio Petrozoa?". "Itu nama panggilan di lapangan bang, nama asli gue Akmal Adji Kurniawan. Dikasih belakangnya Petrozoa karena gue demen musik metal," balas saya yang ketika itu berambut gondrong lurus.
Itulah kepingan-kepingan memori yang nongol saat saya menghadiri perayaan 44 Tahun TAPAL. Saya yakin setiap yang hadir juga akan merasakan seperti itu dengan isi kepingan memori yang berbeda-beda namun indah, berkesan, dan tak terlupakan.
Bukan cuma kepingan-kepingan memori usang yang muncul, pun cerita baru lantaran para senior 80-an mengajak sejumlah anggota dan simpatisan TAPAL yang hadir di perayaan 44 Tahun TAPAL pergi ngopbar (ngopi bareng) ke kedai kopi sebagaimana tersebut di atas.
Meskipun sebentar kebersamaan di kedai kopi bernuansa Betawi itu, namun membuahkan memori sekaligus harapan baru.
Kenapa? Karena dalam obrolan santai di sana, ada rencana TAPAL akan membuat Jambore tahun depan. Bila itu terwujud, pastinya kepingan-kepingan memori lawas akan kembali muncul, ditambah akan membuahkan deretan cerita baru sepanjang pelaksanaan Jambore TAPAL 2025 nanti, yang akhirnya akan menjadi memori berkesan dan tak terlupakan. Moga saja terwujud.
Naskah: Adji TravelPlus, IG @adjitropis & TikTok @FaktaWisata.id
Foto: Joko Dolok & Adji (Jaberio Petrozoa)
Captions:
1. Foto bersama panitia beserta anggota & simpatisan TAPAL yang hadir dalam perayaan 44 Tahun TAPAL
2. Membagikan door prize.
3. Berebut saweran.
4. Satu meja di Ragoon Resto.
5. Ngemil satu meja.
6. Isi buku tamu hadir perayaan 44 Tahun TAPAL.
7. Si-Maskot Lintas Angkatan beraksi abadikan setiap momen.
8. Circle Ujung Kulon 92 mejeng sejenak.
9. Obrolan serius tapi santai.
10. Horeee.., dapat door prize.
11. Kliping kematian Prosper, sang pecinta alam sejati.
12. Tim se-frekuensi yang kangen Prosper.
13. Ngopbar santai sambil singgung persiapan Jambore TAPAL 2025.
0 komentar:
Posting Komentar