10 Kiat Manajemen Pendakian Gunung Dempo agar Sukses Lebih dari Sekadar Gapai Puncaknya
Mengapa jadi kebanggaan? Ya karena Gunung Dempo menyandang gelar atapnya Sumatra Selatan (Sumsel), ditambah lagi punya jalur pendakian (japen) yang terbilang menantang serta berpemandangan menawan di kaki, Pelataran, dan puncaknya sehingga banyak pendaki memasukannya sebagai salah satu gunung yang wajib masuk daftar pendakian, minimal sekali seumur hidup.
Lalu apa makna sukses menggapai Dempo versi TravelPlus Indonesia? Apakah hanya karena sudah sampai puncak, foto-foto narsis lalu turun, dan selesai? Atau justru lebih dari itu?
Nah, jawabannya tersaji dalam 10 kiat manajemen pendakian yang perlu diindahkan supaya kesuksesan menggapai gunungapi aktif berketinggian 3.195 meter diatas permukaan laut (Mdpl) via Kampung IV, Pagar Alam ini dapat terwujud.
Namun sebelum TravelPlus suguhkan ke-10 kiat tersebut, Ada baiknya kita intip kembali sedikit pengertian manajemen pendakian dan tujuannya.
Sesuai namanya, manajemen pendakian merupakan proses merencanakan, mengelola sekaligus melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pendakian gunung.
Manajemen pendakian diterapkan dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan pengalaman yang mengesankan bagi pendaki yang melakukannya serta mampu meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Nah, berikut ini 10 kiat manajemen pendakian yang perlu diindahkan biar sukses gapai puncak tertinggi Gunung Dempo versi TravelPlus.
Pertama, mengumpulkan informasi sebanyaknya tentang Dempo sebagai bekal.
Caranya antara lain mencari lewat google (googling) sejumlah tulisan seputar pendakian Gunung Dempo, termasuk tips atau kiat suksesnya (sebaiknya tulisan pendakian yang teranyar), seperti tulisan TravelPlus ini.
Cara lainnya, bertanya kepada rekan pendaki yang baru-baru ini mendaki Dempo, bisa juga lewat WAG pendaki, dan lainnya. Informasi yang dikumpulkan bermanfaat sebagai gambaran sekaligus bekal informasi, minimal jadi tidak buta sama sekali tentang hal-hal yang terkait erat dengan pendakian Gunung Dempo.
Kedua, memilih cara melakukan pendakian yang sesuai keinginan dan kondisi keuangan.
Bisa memilih pendakian secara mandiri dalam kelompok kecil (small group), nanjak bareng (nanbar) dengan rekan-rekan pendaki se-komunitas/se-organisasi dan atau bestie yang se-frekuensi. Pilihan cara lainnya, ikut open trip (OT) biasanya rombongan di-atas 10 orang dan atau memilih private trip (PT).
Dilihat dari beberapa sisi, masing-masing cara pendakian tersebut, punya kelebihan dan kekurangannya. Misalnya ikut OT kelebihannya antara lain lebih praktis dan kemungkinan dapat teman pendakian baru berbeda karakter/budaya/umur/pengalaman/profesi dan lainnya. Sedangkan kalau ikut PT, lebih personal dan intim namun anggaran yang dikeluarkan lebih tinggi dibanding OT.
Ketiga, melakukan latihan fisik nanjak di gunung ber-japen mirip Dempo.
Mengingat japen Gunung Dempo treknya terbilang lumayan menantang, antara lain banyak tanjakan, miskin "bonus" atau sedikit trek landainya, dan didominasi trek akar sampai Pelataran yang menjadi lokasi berkemah (camp area) sebelum muncak. Selanjutnya menanti trek bebatuan saat summit attack.
Untuk itu harus menyiapkan fisik dengan baik, minimal beberapa kali jogging di trek variatif (tidak melulu jalan aspal datar), ditambah renang untuk melatih pernapasan dan kelenturan otot).
Ada baiknya juga melakukan pendakian pemanasan terlebih (minimal seminggu sebelum nanjak Dempo) ke gunung yang punya japen yang treknya mirip-mirip Dempo. Misalnya kalau di Jawa Barat, bisa pilih nanjak Gunung Salak dan atau Gunung Cikuray. Sedangkan di Jawa Tengah, bisa nanjak Gunung Muria. Kalau tak ada gunung, bukit pun jadi.
Keempat, menyiapkan mental lebih. Selain fisik yang prima, untuk bisa menggapai puncak Gunung Dempo diperlukan kesabaran ekstra mengingat kondisi treknya sebagaimana tersebut di atas. Oleh karena itu, siapkan mental tahan banting (tangguh), bukan manja, mudah mengeluh apalagi gampang menyerah.
Kelima, memakai peralatan pendakian yang nyaman.
Pakailah sepatu gunung ataupun running shoes yang nyaman di kaki, termasuk dengan jenis bahan kaos kakinya. Sebelum digunakan sebaiknya sepatu tersebut di-sol dulu agar tidak mudah jebol.
Melihat kondisi trek Dempo seperti itu, tidak disarankan sama sekali memakai sandal gunung. Begitupun dengan ransel, pakailah yang nyaman di pundak, bahannya kuat dan tidak terlalu berat.
Bawa pula peralatan dan perlengkapan pendakian penting yang umum lainnya seperti jas hujan, jaket, head lamp, sleeping bag, matras, perlengkapan mandi, dan pakaian ganti. Kalau melakukan pendakian secara mandiri, tentu harus juga bawa peralatan masak/makan dan tenda sendiri.
Keeenam, membawa logistik yang praktis dan efisien.
Sekalipun mengikuti OT, harus bawa bekal logistik pribadi yang praktis (roti, biskuit, sosis, mie instan, air minum, dll) sekaligus emergency food untuk jaga-jaga bila mengalami kondisi darurat.
Kalau melakukan pendakian secara mandiri ataupun nanbar, selain logistik pribadi seperti tersebut di atas, paling praktis pesan nasi goreng plus telor dadar/telor ceplok/sosis di warung yang ada di basecamp (BC) Kampung IV untuk sarapan sebelum nanjak.
Pesan pula 2 porsi nasi putih dibungkus, dengan lauk ikan/ayam goreng/telor asin dan tumis yang terpisah buat bekal makan siang serta makan malam. Jadi nanti tidak perlu berlama-lama masak untuk makan siang dan malam, tinggal masak air untuk kopi/teh/wedang jahe dan atau masak menu tambahan yang hangat seperti mie instan kuah.
Nanjak Pagi
Ketujuh, memilih waktu pendakian yang tepat.
Waktu terbaik melakukan pendakian Gunung Dempo adalah pagi (dengan catatan, malamnya sebelum nanjak harus istirahat total). Jadi malam sebelum tidur harus sudah packing di BC, lalu paginya subuhan (sholat Subuh) lanjut sarapan nasi goreng yang sudah dipesan semalam di warung setempat. Selanjutnya jam 6 pagi siap-siap nanjak.
Keuntungannya nanjak pagi, selain udaranya lebih segar pun supaya bisa sampai di Shelter 2 siang hari untuk makan siang dan tiba di Pelataran sore hari (jadi tidak kemalaman di japen).
Adab ini kerap dikesampingkan padahal penting. Contohnya mulai dari melakukan registrasi terlebih dahulu di pos gunung setempat agar terdaftar, berinteraksi dengan pendaki lain, porter, dan warga setempat minimal yang ada di BC, tidak membuat kegaduhan di BC hingga menggangu warga/pendaki lain, dan menggunakan fasilitas yang ada di BC dengan bijak (tidak asyik buat sendiri, termasuk saat nge-charge HP, dan tidak berlama-lama saat menggunakan MCK untuk mandi dan buang air besar).
Adab baik lainnya, berdoa bersama sebelum nanjak, menjaga kelestarian lingkungan (minimal membawa turun sampah logistik sendiri, tidak melakukan vandalisme, tidak mencemarkan mata air, dan tidak memetik bunga/mencabut tanaman/menebang pohon apapun).
Selain itu membantu pendaki yang kesusahan melewati trek sulit termasuk mengarahkan jalan yang sebaiknya dia pilih, memberi lewat terlebih dulu kepada pendaki yang tengah nanjak, dan lainnya.
Kesembilan, mengatur ritme langkah dengan baik.
Sebelum nanjak, sebaiknya melakukan warming up terlebih dulu agar otot kaki tidak kaku. Saat memulai pendakian, melangkahlah secara perlahan, jangan tergesa-gesa karena kondisi tubuh belum beradaptasi penuh. Kalau dirasa sudah mulai beradaptasi, misalnya setelah Pintu Rimba, bolehlah ritme langkah agak dipercepat namun tetap disesuaikan dengan kondisi fisik.
Bila melakukan pendakian secara rombongan (di atas 10 orang), peserta yang fisiknya kurang kuat sebaiknya ditemani/dipandu terus oleh rekan pendaki yang penyabar dan berstamina kuat sebagai tim penyapu (sweeper) sampai area camp. Bila nanjaknya small group (2-6 orang), sebaiknya pendakian dilakukan secara beriringan.
Bermanfaat Lebih
Kesepuluh, menjadikan pendakian bermanfaat lebih.
Kiat terakhir ini menjadi jawaban pertanyaan di atas bahwa makna sukses menggapai atap Sumsel versi TravelPlus bukan hanya sebatas sampai di puncak Gunung Dempo melainkan ada sejumlah kegiatan tambahan yang dilakukan dan bernilai positif buat diri sendiri, publik, dan atau umat.
Contoh kegiatan yang bermanfaat buat diri sendiri, saat pendakian membaca sekaligus mengabadikan 99 plang Asmaul Husna dari Pintu Rimba sampai Top Dempo; melakukan aktivitas bermuatan religi khususnya bagi pendaki muslim seperti menunaikan shalat fardhu di shelter dan Pelataran, berzikir sepanjang pendakian untuk mengingat Allah SWT sang Maha Pencipta Alam Semesta dengan mengucapkan "Allahu Akbar" saat nanjak, "Subhanallah" kala turun, "MasyaAllah" ketika melihat pemandangan indah, dan "Alhamdulillah" sewaktu mendapatkan kesenangan/kemudahan, dan lainnya.
Kegiatan bermanfaat lainnya mengabadikan flora ataupun fauna setempat antara lain jamur, cantigi, burung gagak, tupai, siamang, dan lainnya; dan atau melakukan aksi bermuatan ramah lingkungan seperti sambil mengambil sampah di japen plastik sewaktu turun.
Seusai pendakian, mengevaluasi kekurangan maupun kelebihan selama melakukan pendakian untuk dijadikan sebagai catatan sekaligus pengalaman berharga kelak.
membuat sejumlah tulisan/konten video seputar pendakian yang baru dilakukan maupun tentang ragam daya tarik yang dimiliki Gunung Dempo dan sekitar Pagar Alam, termasuk Masjid Al-Barokah di dekat BC Kampung IV serta kuliner khasnya, lalu setiap link-nya disebarluaskan via medsos agar publik dan umat tahu.
Dengan begitu, pendakian yang dilakukan bukan hanya sukses menginjakkan kaki di atapnya Sumsel, pun bermanfaat lebih karena turut memajukan sektor pariwisata, ekonomi kreatif, budaya, religi, dan sejarah serta lingkungan setempat.
Naskah : Adji TravelPlus, IG @adjitropis & TikTok @FaktaWisata.id
Foto: adji & #alumnidempo
Captions:
1. TravelPlus di Basecamp Gunung Dempo via Kampung IV, di Pintu Rimba & di puncak tertingginya.
2. Rombongan pendaki di puncak Gunung Dempo dan di BC Kampung IV.
3. Tiga tulisan terkait pendakian gunung Dempo yang tayang di media online berkonsep weblog TravelPlus Indonesia & link-nya disebarluaskan via medsos IG @adjitropis.
4. Inilah Dempo, bukan Salak bukan Raung. Treknya nanjak terus, akar terus.
5. Di trek Dempo via Kampung IV, di Pelataran & di puncak.
6. Bersama dua porter Dempo di Pelataran & di Shelter Kampung IV.
7. Didominasi para pendaki muda, 20 - 40 tahun.
8. Mejeng bareng di Pintu Rimba.
9. Masjid Al-Barokah di Kampung IV, trek perkebunan teh berlatar Gunung Dempo, pendaki muda sholat zuhur di Shelter 1 & pendaki muda bentangkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi Dempo.
10. Mengabadikan plang Asmaul Husna & beberapa flora setempat seperti jamur dan cantigi.
0 komentar:
Posting Komentar