. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 01 Februari 2022

Biar Kemping Pendakian dan Non Pendakian Aman dan Bermanfaat, Coba Indahkan Empat Faktor Ini


Sejak dulu sampai kini kegiatan berkemah atau camping tetap eksis sekalipun trennya berubah. Ada kemping pendakian juga non pendakian, dari nge-bivak sampai royal camping. Itu semua tergantung pilihan. Dua hal terpenting, harus aman dan punya kebermanfaatan.

Bagaimana biar bisa seperti itu? 

Berdasarkan amatan dan pengalaman TravelPlus Indonesia, sekurangnya ada 4 faktor yang harus diindahkan sebelum melakukan kemping supaya tidak berujung petaka.

Tulisan ini terinspirasi dari insiden yang terjadi di Hutan Pinus Tala-Tala baru-baru ini. Akibat tertimpa pohon tumbang saat berkemah di tempat itu, dua orang dikabarkan tewas dan empat orang luka-luka. 

Saat ini objek wisata alam yang berada di Desa Bonto Manai, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulsel itu ditutup sementara. (Bisa dilihat di tulisan sebelumnya yang berjudul: Objek Wisata Hutan Pinus Tala-Tala Ditutup Sementara, Yuk Intip  Daya Tarik Lain Tompobulu The Exotic Highland).

Lewat tulisan ini pula, TravelPlus turut berdukacita atas musibah ini semoga korban yang meninggal mendapat tempat terbaik di sisi-Nya serta keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan kesabaran. Semoga berbagai pihak terkait termasuk kita, bisa mengambil hikmahnya sebagai pelajaran agar tak terulang dikemudian hari, dimanapun. 

Sebelum membahas apa saja 4 faktor itu, ada baiknya kita pahami 2 jenis kemping sebagaimana sudah disinggung di atas, yaitu kemping pendakian dan non pendakian.

Sesuai namanya kemping pendakian adalah berkemah yang dilakukan selama pendakian gunung apapun tipe gunungnya, baik saat menuju puncak (muncak) maupun turun dari puncak, tergantung panjang trek dan rentang waktu pendakiannya. Tapi biasanya untuk pendakian gunung-gunung berdurasi 2 hari 1 malam, hanya semalam kempingnya sebelum muncak. 

Apa jenis tenda dan dimana lokasinya kemping pendakian? Ini tergantung masa/eranya.

Buat Anda yang pernah gemar mendaki gunung era 70-an sampai 80-an, pasti tak asing dengan istilah nge-bivak yang diambil dari kata bivak dari Bahasa Prancis: Bivouac yang berati tempat berlindung darurat di alam bebas untuk melepas lelah sekalian menghindari dari gangguan cuaca, binatang buas, dan angin.

Kenapa di era itu bivak begitu melekat di kalangan pegiat alam bebas terutama pendaki gunung? Ya karena tenda dome (kubah) saat itu (80-an apalagi 70-an) mungkin belum hadir di Tanah Air. 

Pemicu lainnya, saat itu nge-bivak (baca: mendirikan bivak) merupakan salah satu teknik penting yang harus dikuasai setiap pecinta alam jika hendak berkemah di alam liar, terlebih saat mendaki gunung.

Boleh dibilang hampir semua komunitas/organisasi pecinta alam saat itu memasukkan bivak sebagai salah satu mata pelajaran/latihan dalam diklatsarpala atau pendidikan dan latihan dasar pecinta alam bagi setiap calon anggotanya.

Materi/bahan buatan untuk nge-bivak yang paling sering digunakan adalah 4 ponco (jas hujan kelelawar yang tidak ada lengannya atau berbentuk lembaran plastik) untuk atap 2 ponco dan untuk alas juga 2 ponco, lalu 3 clip besar, dan 2 ikat tali pramuka atau tali rafia. Belakangan ponco digantikan dengan fly sheet atau lembaran parasut.

Sebelum ponco dikenal, pegiat alam memilih membuat bivak alam dengan materi dari alam seperti kayu, ranting, dan daun, atau di ceruk batu seperti gua berukuran kecil, dan sebagainya. Bisa juga dengan kombinasi keduanya, bivak alam plus materi buatan.

Lokasi nge-bivaknya karena pendakian, tentu saja di lahan agak datar di dekat jalur pendakian, biasanya di salah satu pos pendakian sebelum menuju puncak.

Setelah tenda dome hadir mungkin di awal 90-an dan sampai saat ini, pendaki dan pegiat alam bebas lainnya pun lebih memilih menggunakannya dibanding jenis tenda kekinian yang lain, lantaran praktis dan harganya relatif terjangkau.

Kendati nge-bivak sudah ditinggalkan, namun dalam diklatsarpala sejumlah organisasi pecinta alam sepertinya masih banyak yang memberikan latihan cara nge-bivak sebagai salah satu bagian dari survival untuk bisa bertahan hidup saat mengalami keadaan darurat di alam bebas, termasuk pemulihan lokasi yang aman. (Inilah salah satu keuntungan menjadi anggota pecinta alam baik itu semasa SMA maupun kuliah karena mendapatkan diklatsarpala).


Sebaliknya kemping non pendakian adalah berkemah diluar kegiatan pendakian gunung, misalnya kalau jadul ada istilah persami (perkemahan Sabtu Minggu) yang biasanya dilakukan anggota Pramuka semasa SD, tempatnya di lapangan dekat sekolah ataupun bumi perkemahan (bumper) terdekat.

Tren Kemping
Selain itu muncul tren kemping antara lain outbound camping, camping ceria (camcer), glamour camping (glamping), royal camping, dan  camping car atau camping di samping mobil campervan.

Outbound camping biasanya ditawarkan oleh outbound operator di lokasi tertentu seperti bumper atau tempat lain sesuai permintaan konsumen (perusahaan, keluarga, kelompok/komunitas, sekolah/kampus, dll). Kemping satu ini dikombinasikan dengan aneka fun games, flying fox, dll.

Camcer semakin melangit di era pandemi ini. Berkemah satu ini identik dengan kemping keluarga (family camp) dan komunitas beranggotakan para orang tua yang semasa mudanya hobi kemping dan sekarang mengajak anak-anaknya mengenal lebih dekat dengan alam hutan pegunungan lewat camcer di bumper.

Glamping merupakan jenis wisata kemping di objek wisata atau tempat tertentu, terutama di alam terbuka yang berpanorama indah namun dengan fasilitas dan pelayanan serba mewah, setara hotel bintang tiga sampai lima.

Royal camping, sesuai namanya merupakan paket kemping bersifat private yang berfasilitas mewah dan berpelayanan spesial bak dijamu seperti raja. 

Kemping eklusif satu ini tentu saja melibatkan operator yang profesional mengurus semuanya, dari keberangkatan sampai tujuan, perlengkapan, jamuan, dan kegiatan sampai kembali kepulangan. Lantaran private trip tentu biaya lebih mahal dibanding kemping bersama secara open trip.

Terakhir wisata campervan atau liburan dengan menggunakan mobil camping atau camping di samping mobil campervan.

Konsep wisata nomadik ini dipopulerkan Selandia Baru, dan kini banyak pengusaha transportasi Indonesia yang membuat paket trip campervan karena ternyata ada pasar/konsumennya.

Adapun 4 faktor yang harus diindahkan agar wisata kemping pendakian maupun non pendakian aman dan bermanfaat adalah faktor pemilihan lokasi, waktu, penyelenggara, dan faktor kegiatan.

Lokasi terbaik kemping pendakian adalah pos/shelter yang biasa digunakan untuk nge-camp sebelum muncak.  Jika penuh, cari lokasi tanah agar datar dan jauh dari pohon besar serta tidak terlalu jauh dari jalur pendakian.

Kalau kemping non pendakian, tentunya di bumper atau objek wisata yang menyediakan lokasi untuk camcer,  glamping, royal camping, dan mobil camping dengan campervan.

Waktu terbaik usahakan diluar puncak musim penghujan, terlebih saat cuaca ekstrem seperti belakang ini karena rentan hujan lebat, lama, berpetir, berangin kencang bahkan badai. 

Andai nekat, pilih lokasi (bumper maupun objek wisata) yang aman (jauh dari pepohonan besar/aliran sungai/bukit untuk menghindari tertimpa pohon tumbang, banjir bandang, dan atau longsor).

Bila menggunakan penyelenggara, baik itu panitia pelaksana, operator open trip maupun private trip yang mengadakan camcer, glamping, royal camping maupun mobil camping dengan campervan, pilih yang profesional dan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.


Kegiatan menjadi faktor penting juga yang harus diindahkan terlebih untuk jenis kemping non pendakian seperti camcer, glamping dan lainnya.

Kalau kemping saat pendakian, biasanya waktu berkemah digunakan untuk masak/makan dan atau istirahat total lantaran sudah capek untuk memulihkan stamina buat muncak keesokan paginya. Jadi tak terlalu banyak kegiatan yang bisa dilakukan.

Tadabur Alam
Contoh kegiatan bermanfaat yang bisa dilakukan saat kemping non pendakian antara lain ber-tadabur di alam bagi muslim, yaitu merenung untuk lebih mendekatkan diri, mempertebal keimanan sekaligus bersyukur kepada Sang Maha Pengasih lewat shalat berjamaah, zikir, bershalawat bersama, mendengarkan tausiah dan lainnya. 

Untuk umum, bisa juga sekadar forest healing atau terapi hutan, berdiam sejenak atau treking bareng sambil menghirup udara segar, mencium aroma hutan, dan mengamati keberadaan sekitarnya.

Pilihan lain sharing ketrampilan/keahlian bidang tertentu seperti penulisan perjalanan, fotografi, dan lainnya atau berbagi wawasan/pengalaman terkait dunia kepecintaalaman/pendakian gunung, tanam bibit pohon, baksos, senam pagi, dan atau pentas seni-budaya yang disesuaikan dengan kondisi alam.

Selama kemping baik itu kemping pendakian maupun non pendakian, jangan melakukan tindakan/perbuatan asusila, membawa/memakai miras/narkoba, bercanda/tertawa/berteriak berlebihan/bernyanyi keras-keras hingga mengganggu ketenangan penghuni hutan atau warga kampung terdekat, merusak alam/menebang pohon, vandalisme, membuang sampah, sembarangan membuat api unggun, dan lainnya.

Jangan lupa senantiasa berdoa dan numpang-numpang kata/pesan orang tua jadul, sebagai peringatan untuk tidak sembrono di manapun, terlebih di hutan, gunung maupun bumper.

Naskah & foto: Adji TravelPlus @adjitropis & tim @travelplusindonesia

Captions:
Foto kolase kedua atas: penulis saat nge-camp di puncak Gunung Seulawah Agam, Aceh (foto: tim Jabal Everest), bawah: penulis sedang 'ngantor' di puncak Gunung Marapi, Sumbar (foto: bojex)





0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP