Punya Hari Pariwisata Nasional Sendiri, Sederet Keuntungan Ini Bakal Digenggam Indonesia
Sampai hari ini, Indonesia belum memiliki Hari Pariwisata Indonesia atau Hari Pariwisata Nasional. Selama ini Indonesia hanya memperingati Hari Pariwisata Dunia (World Tourism Day), setiap 27 September.
Padahal banyak keuntungan jika memiliki hari spesial memperingati pariwisata sendiri.
Amatan TravelPlus Indonesia @adjitropis yang kerap menulis sejumlah hari spesial terkait lingkungan, alam, satwa, hutan serta hari jadi kota/kabupaten/provinsi yang dikaitkan dengan kepariwisataan dan lainnya, ada banyak keuntungan yang bakal digenggam Indonesia kalau memiliki Hari Pariwisata Indonesia (biar lebih mudah disebut/diingat, TravelPlus singkat menjadi Harpari) atau Hari Pariwisata Nasional (Harparnas) sendiri.
Sederet keuntungan itu antara lain bisa merayakannya setiap tahun dengan lebih fokus, lebih dekat/intim, dan lebih dapat atmosfernya karena yang diperingati adalah hari pariwisata negeri sendiri, jadi terasa lebih sepenuh hati.
Peringatan tersebut bisa menjadi momentum untuk mengingatkan, menyadarkan semua pihak terkait kepariwisataan dari 5 unsur pentahelix pariwisata yaitu pemerintah (pemerintah pusat/daerah, kemenpar, dispar dan seterusnya), swasta (pelaku usaha/industri wisata), akademisi (pakar/dosen/pengamat/pemerhati), media (jurnalis/blogger/pegiat medsos), dan komunitas (pokdarwis, dll) untuk mengembangkan, dan memajukan kepariwisataan daerah dan nasional yang lebih berkualitas dan berkelanjutan.
Perayaannya bisa dilakukan secara nasional oleh pemerintah pusat yang dihadiri/dibuka oleh presiden di destinasi yang berbeda-beda sesuai dengan tema yang diangkat.
Tema yang diangkat setiap tahun bisa disesuaikan dengan kondisi, tren, prediksi, dan lainnya. Misalkan tema marine tourism, culture, culinary, MICE, eco tourism, sports tourism, sustainable tourism, heritage tourism, adventure tourism, tourism industry, halal tourism, health and wellness tourism, creative economy, dan lainnya.
Kemasan acaranya pastinya jangan tanggung-tanggung atau asal ada, melainkan harus spektakuler, wah, kolosal, viral, kolaborasi tradisional Indonesia dengan teknologi kekinian, dan mampu bikin dunia takjub serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Di setiap daerah mulai dari tingkat kota/kabupaten dan provinsi pun turut merayakannya sehingga gaungnya semakin merata.
Kemasan kegiatannya pun tak kalah keren dibanding perayaaan secara nasional sehingga mampu menarik kunjungan wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara.
Jenis kegiatannya bisa berupa bermacam lomba (seni, olahraga, kuliner, dan lainnya) yang digelar di destinasi wisata masing-masing dalam bentuk format festival, konser, dan sebagainya.
Keuntungan berikutnya, nama dan pamor destinasi yang menjadi lokasi penyelenggaraannya otomatis akan terangkat dan produk ekonomi kreatif (ekraf) setempat seperti kerajinan tangan, kuliner, dan oleh-olehnya juga akan terdongkrak. Dengan catatan jika melibatkan pula peran jurnalis/blogger yang fokus mengupas kepariwisataan untuk mempublikasikan pra, on, dan post/pasca-event perayaaan hari spesial tersebut.
Perayaan Harpari atau Harparnas pun menjadi waktu yang tepat untuk mempromosikan ragam daya tarik wisata alam, budaya, dan buatan atau atraksinya, termasuk peluang untuk membuat paket-paket wisata baru yang relevan, beda, dan menarik serta semua hal terkait aksebilitas dan amenitas pariwisata.
Itulah sederet keuntungan kalau Indonesia memiliki Harpari atau Harparnas sendiri sesuai amatan TravelPlus.
Sebagai pengingat, sektor-sektor lain sudah memiliki hari spesial tersendiri seperti Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang dirayakan setiap 2 Mei, Hari Olah Raga Nasional 9 September, Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) 17 September, Hari Maritim Nasional 23 September, Hari Tani Nasional 24 September, Hari Penerbangan Nasional 27 Oktober, Hari Hutan Indonesia 7 Agustus, dan Hari Kesehatan Nasional (Harkesnas) yang diperingati setiap 12 November.
Lalu kenapa Harpari atau Harparnas belum ada? Padahal pariwisata sebelum pandemi merupakan sektor yang diklaim sejumlah pihak paling efektif untuk mendongkrak devisa Indonesia. Salah satu pemicunya, karena sumber daya yang dibutuhkan untuk mengembangkan pariwisata sudah tersedia di dalam negeri.
Bukan isapan jempol, Indonesia sudah memiliki sumber daya alam (SDA) berupa objek wisata alam yang melimpah/kaya, luar biasa indah, dan menakjubkan. Ditambah sumber daya manusia (SDM) termasuk di dalamnya budaya bermacam sukunya yang menarik, unik, dan beraneka dari Aceh sampai Papua.
Beberapa di antaranya sudah lama menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik lokal, nusantara maupun mancanegara.
Melihat sederet keuntungan yang bakal digenggam dan apalagi pariwisata jelas-jelas menjadi sektor yang paling efektif untuk mendongkrak devisa Indonesia, TravelPlus menilai sudah sepantasnya Indonesia memiliki Harpari atau Harparnas sendiri.
Lalu tanggal berapa yang tepat untuk dijadikan Harpari atau Harparnas? Dan kenapa memilih tanggal tersebut? Apa pula tanggapan dari kalangan industri wisata, akademisi, pemerhati, pemerintah, dan komunitas terkait? Tunggu saja di tulisan TravelPlus berikut.
Teks dan foto: Adji TravelPlus @adjitropis (jurnalis/blogger senior & pegiat medsos)
#ayodukungharpari
#ayowujudkanharparnas
#haripariwisataindonesia
#harpari
#haripariwisatanasional
#harparnas
#travelplusdukungharpari
#travelpluswujudkanharparnas
#pencetus
#penggagas
#travelplusindonesia
#adjitravelplus
#prokonservasi
#kembaratropis
0 komentar:
Posting Komentar