Sulteng Serius Kembangkan Kepariwisataan Berkelanjutan dan Berdaya Saing
Sadar periode kali ini kepariwisataan Indonesia mengejar target meningkatkan ranking indeks daya saing di tingkat dunia, sejumlah provinsi pun berbenah. Salah satunya Sulawesi Tengah.
Untuk tujuan pembenahan tersebut, Pemprov Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) pariwisata bertajuk "Pengembangan Infrastruktur Kepariwisataan yang Berkelanjutan, Maju, Mandiri, dan Berdaya Saing di Kawasan Timur Indonesia" di Hotel Danau Poso Resort, Kabupaten Poso, Sulteng, Rabu (19/2/2020).
Wawan Gunawan selaku Direktur Pengembangan Destinasi Regional II, Kemenparekraf yang menjadi narasumber (narsum) Rakornis tersebut memaparkan bagaimana kebijakan dan strategi pengembangan destinasi pariwisata Sulteng melalui penggerakan ekonomi kreatif (ekraf) dan penerapan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) di Sulteng.
Menurutnya Pemerintah Pusat telah menetapkan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas ('Bali Baru') di antaranya Wakatobi yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan 5 Destinasi Pariwisata Super Prioritas, salah satunya Likupang di Sulawesi Utara (Sulut).
Sulteng sendiri sangat kaya alam dan kebudayaannya.
Ada Kepulauan Togean yang karena keindahan alam bawah lautnya sampai mendapat julukan “The Coral of Triangle” dan sebagai Cagar Biorsfer Dunia yang ditetapkan oleh Unesco pada Juni 2019.
Ada Pulo Dua yang memiliki potensi bawah laut yang tak kalah luar biasa juga bisa mengembangkan wisata sejarah karena dulu disana merupakan lokasi perang tentara Jepang zaman perang Pasifik.
Lalu Pulau Sambori yang dijuluki “Raja Ampatnya Sulawesi”, Danau Poso sebagai danau terbesar ketiga di Indonesia, dan juga Taman Nasional Lore Lindu yang menjadi habitat hewan endemik Sulawesi juga menjadi situs batu megalitikum yang berusia ribuan tahun.
Mengingat banyaknya destinasi pariwisata di Sulteng, Wawan menyarankan agar Pemprov-nya menetapkan Top 3 Destinasi serta menentukan wisata tematiknya, misalnya di Kepulauan Togean dan Pulo Dua bisa dikembangkan sport tourism atau wisata bahari, Taman Nasional Lore Lindu dapat dijadikan destinasi wisata minat khusus.
"Namun tetap harus dbuat visitor management dan penerapan carrying capacity terutama bagi destinasi yang harus dijaga kelestariannya sebagai salah satu langkah implementasi pariwisata berkelanjutan," jelasnya.
Tak lupa mengembangkan ekonomi masyarakat setempat, agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton namun turut merasakan dampak peningkatan ekonomi melalui pariwisata.
Kata Wawan, pada dasarnya seni, budaya, dan pariwisata itu semakin dilestarikan semakin mensejahterakan masyarakat. Tinggal bagaimana pemerintah bersama masyarakat menjemput bola.
"Namun tetap, pengembangan destinasi pariwisata harus diimbangi dengan kesiapan aksesibilitas dan amenitasnya," pesannya.
Menurut Wawan dalam hal penerapan pariwisata berkelanjutan, Kemenparekraf telah menerbitkan Permen Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
Pada era saat ini, penerapan pariwisata berbasis digital sangat penting, karena wisatawan sudah melek teknologi.
Digitalisasi, lanjutnya memberikan kemudahan bagi wisatawan yang akan mengunjungi suatu destinasi dan wisatawan dapat mencari tahu dengan sangat mudah segala keperluan yang dibutuhkan saat berwisata, mulai dari tiket hingga kendaraan, bahkan mencari lounge/pelayanan bandara.
Dalam Rakornis yang diikuti semua unsur pentahelix, terurama didominasi Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) se-Sulteng dan dimoderatori Muzakir Tombolotutu, Akademisi dari Untad, juga menghadirkan beberapa narsum lainnya.
Ada Saleh Lubis yang mewakili Kepala Bappeda Sulteng membahas strategi pengembangan perekonomian Sulteng melalui pengembangan sektor pariwisata.
Berikutnya narsum Sisliandi Ponulele selaku Kepala Dinas Perhubungan Sulteng yang membahas bagaimana pengembangan aksesibilitas untuk mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Sulawesi khususnya Sulteng.
Selanjutnya Ferry Taula, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulteng yang mengupas soal bagaimana mensinkronkan kebijakan pemerintah dengan strategi Gipi untuk membangun pariwisata Sulteng.
Di kesempatan itu GIPI mengajak masyarakat untuk bersama membangun tourism community supaya masyarakat bisa berperan serta untuk menyemarakan pariwisata.
GIPI pun berencana membuat Sulteng Seafood Festival bekerjasama dengan Dispar Provinsi dan juga PHRI supaya hotel dan restaurant dapat mengambil peran dalam atraksi ini.
Kata Ferry yang juga Ketua PHRI Sulteng, dalam pengembangan destinasi pariwisata diperlukan juga market profiling sebelum menentukan segmentasi pasar.
Lain lagi dengan narsum Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tirta Mandiri Desa Ponggok, Joko Winarno dari Klaten yang terkenal dengan Deswita (Desa Wisata) Umbul Ponggok-nya.
Joko berbagi (sharing) tentang bagaimana strategi pengembangan Deswita (Desa Wisata) Umbul Ponggok sukses mendatangkan banyak wisnus dan wisman sampai meraup miliaran rupiah setiap tahun.
Sementara I Nyoman Sriadijaya selaku Kepala Dispar Sulteng berbicara terkait pengembangan destinasi pariwisata prioritas di Sulteng.
Dia berharap agar penetapan SK Pengembangan Prioritas Pariwisata oleh Bupati dan ada konsistensi dari Kementerian Pariwisata (sekarang Kemenparekraf) untuk mensosialisasikan kajian Rencana Aksi Togean mengingat Togean masuk dalam program prioritas nasional.
Kata I Nyoman seluruh mitra kelembagaan di Sulteng sudah terbentuk, tinggal menjalankan karena Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri untuk mengembangkan destinasi Sulteng.
Dia juga mendukung statement Wawan, agar semua dinas mengembangkan pariwisata dan semua tempat merupakan destinasi wisata.
OPD terkait yang hadir diharapkan dapat berkolaborasi bersama untuk membangun Sulteng melalui potensi pariwisata yang luar biasa.
Kepala Dispar Kabupaten Buol, Tonang menambahkan sebagai komitmen daerah untuk mengembangkan daerahnya, sejauh ini belum ada rapat kerja khusus pariwisata yang mengundang kepala OPD, Bupati dan Ketua DPR.
Tahun ini di Likupang, lanjut Tonang, ada 5 kepala pesiar bersandar namun tidak diarahkan ke wilayah Sulawesi lain. "Padahal potensi pesisir ini sangat luar biasa untuk dimanfaatkan, sehingga masyarakat tidak hanya menjadi penonton," ungkap Tonang.
Rakornis ditutup dengan pembacaan hasil rekomendasi oleh Asisten Daerah Provinsi Sulteng, dan closing statement oleh Wawan kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan kesepakatan rumusan hasil rekomendasi Rakornis.
Adapun rekomendasi Kemenparekraf dalam Rakornis ini ada 9 poin antara lain pengembangan destinasi pariwisata harus berbasis ekonomi kreatif dan berkelanjutan, penyusunan visitor management, pengembangan destinasi pariwisata berbasis mitigasi bencana, menerapkan Sapta Pesona, pengelolaan manajemen sampah dan pengelolaan limbah di destinasi wisata.
Sebagai informasi tambahan, Rakornis pariwisata tahun depan akan dilaksanakan di Kabupaten Morowali Utara, Sulteng.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, Ig: @adjitropis)
Foto: dok. wawan & adji
Captions:
1. Para narsum dan penitia Rakornis "Pengembangan Infrastruktur Kepariwisataan yang Berkelanjutan, Maju, Mandiri, dan Berdaya Saing di Kawasan Timur Indonesia" berfoto bersama di Hotel Danau Poso Resort, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengaj (Sulteng), Rabu (19/2/2020).
2. Narsum Wawan Gunawan selaku Direktur Pengembangan Destinasi Regional II, Kemenparekraf menyampaikan paparan.
3. Salah satu obyek bahari di Sulteng.
4. Rakornis menghadirkan sejumlah narsum lain dan semua unsur penthahelix.
5. Salah satu akomodasi rumah panggung kayu di Sulteng
6. Sepenggal pesona Danau Poso.
7. Rakornis menghasilkan sejumlah rekomendasi.
8. Penandatangan kesepakatan rumusan hasil rekomendasi Rakornis.
0 komentar:
Posting Komentar