. q u i c k e d i t { d i s p l a y : n o n e ; }

Selasa, 25 Desember 2018

Terdampak Tsunami Selat Sunda, Daya Pikat Ujung Kulon Justru Menguat

Sekalipun sejumlah fasilitas di Ujung Kulon dikabarkan rusak terkena dampak tsunami Selat Sunda, Sabtu (22/11/2018), sepertinya tak akan mengurangi daya tarik atau pesona kawasan berstatus taman nasional ini. 

Justru TravelPlus Indonesia memperkirakan daya pikat Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang berluas 120.551 hektar, terdiri dari 76.214 Ha daratan dan 44.337 Ha perairan laut (berdasarkan brosur informasi TNUK) ini bakal menguat.

Sejumlah wisatawan pun banyak  yang penasaran ingin mengetahui kondisi terkini taman nasional yang menjadi negeri terakhir Badak Jawa (rhinoceros sondaicus) ini.

Meskipun pihak TNUK belum terlalu fokus melakukan pemeriksaan terhadap kondisi badak-badak tersebut namun diperkirakan baik-baik saja.

Soalnya kepala TN Ujung Kulon Mamat Rahmat sebagaimana dikutip detikcom, Selasa (25/12/2018) meyakini keberadaan puluhan badak bercula satu itu tidak terkena dampak tsunami Selat Sunda secara langsung dengan alasan tsunami datangnya dari arah Utara sementara daerah konsentrasi badak berada di pantai Selatan TNUK.

Kata Mamat jumlah Badak Jawa di TNUK terdata 67 ekor, 37 jantan dan 30 betina.

Badak Jawa merupakan salah satu badak purba yang masih hidup di Indonesia selain Badak Sumatera (dicerorhinus sumatrensis).

Sementara di negara lain, masih ada 3 spesies badak lagi yakni Badak Hitam (diceros bicornis), Badak Putih (ceratotherium simum), dan Badak India (rhinoceros unicornis).

Habitat terakhir Badak Jawa ini letaknya di ujung Barat Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.

Secara garis besar wilayah TNUK terbagi menjadi tiga bagian yakni Semenanjung Ujung Kulon, kawasan Gunung Honje, dan Pulau Panaitan.

Tofografi tertingginya Gunung Honje 620 meter di atas permukaan laut (Mdpl), Gunung Payung 500 Mdpl di Semanjung Ujung Kulon, dan Gunung Raksa 320 Mdpl di Pulau Panaitan.

Ekosistemnya pun terbagi menjadi tiga tipe yakni ekosistem perairan, pesisir pantai dan daratan.

Di dalamnya terdapat 700 jenis flora antara lain Bunga Anggrek di Nyawaan, Buah Butun (Barringtonia asiatica) di Pulau Panaitan, Burahol salah satu tumbuhan langka di Cibunar dan pohon Kiara di Pulau Peucang.

Faunanya terdiri dari 240 jenis aves antara lain Burung Enggang dan Merak Hijau di Semenanjung Ujung Kulon, 142 fisces, 72 insekta, 59 reptilia antara lain buaya di dekat laguna Kalajetan, 35 mamalia antara lain macan tutul (Phantera pardus) di sekitar Sungai Cigenter dan Gunung Telanca, 33 terumbu karang, 22 amphibia, dan 5 jenis primata antara lain si pemalu, Kukang (Nycycebus coucang) serta Owa Jawa (Hylobates moloch) di hutan Gunung Honje.

Namun dari sekian banyak jenis faunanya, tak bisa dipungkiri Badak Jawa-lah sang primadonanya.

Sayangnya tak mudah menjumpai hewat berkulit tebal berbentuk pelana ini di habitatnya.

Buktinya sampai kunjungan kelima ke TNUK, TravelPlus Indonesia belum juga berhasil melihat hewan purba ini secara utuh. Cuma melihat dan memotret jejak tapak dan kotorannya serta kubangannya saja.

R. Uus Sudjasa, yang ketika itu menjabat ketua Rhino Monitoring & Protection Unit (RMPU) mengatakan Badak Jawa sulit dilihat karena hidupnya soliter alias menyendiri, lebih sering keluar pada malam hari dan daya jelajahnya luas mencapai 25 Km persegi.

Kata dia, Badak Jawa dapat diketahui dari ukuran tapaknya. “Tapak 29-30 Cm itu badak dewasa, 16-17 Cm badak remaja, sedangkan dibawah 16 Cm itu anak badak,” terangnya.

Pakan utama badak adalah tanaman. Ada 200 jenis tanaman badak yang tumbuh di kawasan ini antara lain sulungkar, segel, teleksa, jinjing kulit, dan tepus.

“Semua tanaman itu mengandung obat-obatan, biasanya yang dimakan pucuk daun mudanya,” tambah Uus.

Kendati hewan herbivora, namun bobot badak dewasa bisa mencapai 1,3 ton. Bahkan dulu pernah ditemukan fosil badak raksasa, seberat 2,3 ton dengan panjang 3,1 meter dan tinggi 1,6 meter.

Berdasarkan sensus badak dengan sistem transek di daerah aliran sungai di wilayah pantai Selatan, terdeteksi perubahan daya jelajah badak.

“Dulu jangkauannya di wilayah pantai Utara tapi sekarang ke kawasan Selatan termasuk Semenanjung Ujung kulon yang merupakan zona inti,” jelas Uus.

Hasil pemantauan kamera trap, ternyata populasi badak jantan sekarang ini lebih banyak daripada betina.

Perbedaan jenis kelamin badak, lanjut Uus dapat dilihat dari bentuk culanya.

Cula merupakan kumpulan serabut rambut yang mengeras dan mengandung zat karofin.

“Cula jantan lebih meruncing, panjangnya berkisar antara 15-20 Cm. Yang betina culanya seperti batok kepala oleh sebab itu disebut cula batok,” beber Uus yang pernah menjabat sebagai Kepala SPTN Wilayah II Handeuleum.

Kata dia lagi, Badak Jawa termasuk binatang berusia lama karena bisa hidup antara 40 hingga 60 tahun, kendalanya perkembangbiakannya sangat lamban.

Kalau ingin melacaknya, selain seijin pihak taman nasional, sebaiknya membentuk satu tim kecil yang terdiri dari dua orang pengunjung, seorang polhut, dan pemandu.

Juga perlu kiat tersendiri untuk berhasil melacaknya, selain didukung faktor keberuntungan.

Pengunjung yang datang rombongan, sambung Uus jelas tidak diijinkan melewati jalur inti atau lintasan badak, melainkan lewat trek wisata yang sudah ditentukan.

TravelTips
Ada tiga pintu masuk ke taman nasional ini yakni, Taman Jaya, Pulau Peucang, dan Pulau Handeuleum.

Ketiga pintu masuk tersebut dapat dicapai langsung dari Labuan maupun Sumur, yang merupakan titik awal memulai kunjungan ke seluruh penjuru taman nasional ini, termasuk dua kawasan yang jarang dikunjungi yakni Pulau Panaitan dan Gunung Honje.

Tiket masuk bisa dibeli di kantor Balai TNUK di Jl. Raya Labuan, Pandeglang.

Kalau dari Kecamatan Sumur, pengunjung bisa menjangkau TNUK lewat darat atau laut, atau kombinasi keduanya.

Melalui laut dengan menyewa perahu motor berkapasitas maksimal 30 orang atau 20 orang plus barang.

Salah seorang nahkoda perahu motor di Sumur mengatakan biasa mengantar wisatawan nusantara dan mancanegara ke objek-objek TNUK, antara lain ke ke Pulau Peucang yang terjauh, ke Pulau Handeuleum, dan ke Tanjung Lame yang terdekat.

Jika bertolak dari Labuan dengan perahu motor ke tiga lokasi tersebut, jelas lebih jauh dan ongkosnya lebih mahal.

Pilihan lain lewat darat, dari Labuan ke Sumur naik mobil angkot Elf 300. Atau carter bus bila rombongan. Dari pertigaan Sumur ke Taman Jaya naik ojek sepeda motor kemudian treking ke obyek-obyeknya.

Setiap kunjungan dan kegiatan di negeri Badak Jawa ini harus didampingi oleh pemandu wisata atau polisi hutan (jagawana).

Untuk perjalanan panjang dengan tujuan melacak badak, dan lainnya perlu juga porter.

Pemandu tersedia di Taman Jaya, Peucang, dan Pulau Handeuleum sedangkan porter bersertifikat di Taman Jaya dan Labuan, biayanya sesuai kesepakatan.

Pengunjung disarankan membawa bekal makan, minum, obat-obatan pribadi, dan perlengkapan perjalanan lain yang cukup selama kegiatan, termasuk untuk pemandu dan porter.

Kalau cuma sekadar rekreasi, cukup bawa duit ke Pulau Peucang, di sana sudah tersedia penginapan dan kafetaria.

Tapi kalau ingin ke sana saat ini, sebaiknya cari informasi apakah setelah terdampak tsunami Selat Sunda, TNUK tetap dibuka atau justru ditutup untuk sementara waktu.

Naskah & foto : adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Menyusuri Sungai Cigenter, Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang, Banten.
2. Menyusuri pantai dari pos Karang Ranjang.
3. Jejak badak di TNUK.
4. Patung Replika Badak Jawa di kantor TNUK.

0 komentar:

Film pilihan

Bermacam informasi tentang film, sinetron, sinopsis pilihan
Klik disini

Musik Pilihan

Bermacam informasi tentang musik, konser, album, lagu-lagu pribadi dan pilihan
Klik disini

Mencari Berita/Artikel

  © Blogger templates Psi by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP