Tailana, Pulau Idola Turis Penyepi Asal Eropa
Tailana, begitu nama pulau mungil ini. Pulau tak sampai 6 hektar ini tak berlistrik dan tak berpenghuni. Sepi dan minim fasilitas pula. Tapi anehnya sejak tahun 90-an sampai sekarang peminatnya tetap ada, terutama turis bule pecinta sunyi asal Eropa.
Di sudut kanan Tailana, sepasang bule tengah santai di perairan Tailana.
Si pria mengenakan celana kolor hitam, sementara yang perempuan hanya memakai swimsweet berwarna hitam pula.
Keduanya kemudian bergegas ke daratan lalu masuk ke salah satu cottage sederhana di bawah kerindangan pepohonan.
Beberapa bule lainnya pun demikian, mereka memilih ke cottage-nya masing-masing.
Sepertinya mereka tidak suka dengan kehadiran kami, lantaran privacy mereka terganggu.
Sejak turun dari speed boat kecil saya langsung mendatangi salah satu pohon cemara di tepian pantai.
Saya langsung jatuh cinta dengan bentuk cemara pantai satu itu, sebab rindang, bikin saya, Essi, dan Fahmi nyaman berteduh di situ, apalagi ada sepotong kayu buat duduk.
Sementara Piet, Angga, Santi, Lian, Rizki, dan lainnya berenang di pantai, di bawah sengatan terik matahari siang. Sedangkan Arbain Rambey, Bambang Widjanarko, dan Holti asyik bermain drone, memotret pesona Tailana dari ketinggian.
Rekan-rekan fotografer lainnya sibuk memburu foto, mencari objek-objek foto menawan, mengelilingi Pulau Tailana.
Tak lama kemudian Dragon, pengelola pulau ini datang.
Pria berbadan gemuk bernama asli Andi itu membenarkan kalau saat ini ada sejumlah turis bule yang menginap di Tailana.
Sebagian bule lagi tengah berkeliling ke pulau-pulau lain dengan perahu motor.
Kata Dragon kebanyakan yang datang ke sini turis Eropa, terutama Perancis.
"Mereka itu para workholic di negaranya yang mencari pulau-pulau sepi jauh dari kebisingan, salah satunya ke Tailana ini," terang Dragon.
Tailana dalam bahasa setempat berarti minyak kelapa. "Tai itu minyak, Lana itu kelapa," ungkap Dragon.
Menurut cerita orang-orang tua dulu, sambung Dragon, semua pulau di gugusan Pulau Banyak ini, banyak nyamuknya.
"Pulau Tailana inilah satu-satunya yang tak ada nyamuknya ketika itu," ungkapnya.
Usut punya usut, pulau ini dulunya digunakan sebagai tempat pembuatan kopra. Itulah yang membuat nyamuk tak suka dengan pulau ini.
"Pulau ini sejak dulu dikelola kakek saya, kemudian dilanjutkan orangtua saya dan sekarang diteruskan oleh Mali, abang tertua saya," tegas Dragon.
Di pulau berluas hampir 6 hektar ini selain pohon kelapa juga ada pohon cemara pantai, dan lainnya yang tumbuh secara alami.
Di bawah kerindangan pepohonannya terdapat 9 cottage sederhana dari kayu dan beratap berarak.
Cottage-cotages tersebut sudah ada sejak pertengahan tahun 90-an atau jauh sebelum gempa dan tsunami menghatam Aceh.
Ada dua jenis cottage di sini. Tipe biasa Rp 125 ribu untuk 2 orang. Sementara tipe keluarga untuk 3 - 4 orang Rp 250 ribu - Rp 500 ribu.
Tarif tersebut berlaku untuk turis bule/asing maupun pengunjung lokal dan belum termasuk sarapan.
Untuk sarapan, makan siang, dan makan malam, masing-masing dikenakan tarif Rp 100 ribu per orang sekali makan dengan menu beragam.
Kata Dragon lama tinggal turis bule di sini mulai dari 3 sampai 2 minggu. Tapi banyak juga yang 1 bulan bahkan sampai 1,5 bulan.
"Buat turis yang menginap di sini 10 hari dapat bonus 1 hari gratis," terangnya.
Semua cottage di sini tidak ada penerang listrik, apalagi TV. Tapi di sini Ada 3 sumur berair air tawar yang bisa dipakai untuk mandi.
Aktivitas yang biasa dilakukan turis bule di pulau ini antara lain surfing, island touring, menyelam, snorkeling, berenang, dan berjemur.
"Khusus diving di depan perairan pulau ini ada dive spot yang diberi nama Nirvana karena terumbu karangnya sangat indah," ungkap Dragon.
Dive spot tersebut berada di kedalaman mulai dari 4 - 20 meter.
Menurut Dragon sewaktu gempa dan tsunami menerjang Aceh 2004 silam, pulau ini tidak terdampak gelombang tsunami sama sekali karena di kelilingi sejumlah pulau lainnya antara lain Pulau Matahari, Lamun, Ragu-Ragu, Orongan, dan pulau berukuran besar Pulau Haloban.
Untuk menikmati pesona Tailana, turis bule biasanya datang melalui Bandara Internasional Kualanamu Medan, Sumatera Utara kemudian melanjutkan perjalanan darat ke Kota Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh dengan mobil selama sekitar 8 jam.
Biasanya mereka bermalam dulu di Kota Singkil, keesokan paginya naik kapal motor dari Pelabuhan Kota Singkil langsung menuju Tailana selama sekitar 6 jam via laut.
Meskipun jauh, Tailana rupanya jadi idola turis Eropa yang menyukai suasana sepi. Sebab Tailana bukan sekadar menawarkan sunyi tapi juga ragam pesona serta aktivitas baharinya.
Pesona Tailana yang dikelilingi pantai berpasir putih itu pula yang membuatnya terpilih menjadi salah satu lokasi photo hunting puluhan peserta lomba foto on the spot 2018 bertema Pesona Pesisir yang digelar Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh di Singkil dan Pulau Banyak.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar