Soal Penolakan Film 212 The Power of Love: “Nonton Dulu Baru Nilai”
Terkait penolakan penayangan film ‘212 The Power of Love’ di Manado dan Palangkaraya, para pemain, sutradara dan produser, bahkan orang MUI serta pengamat politik angkat bicara. Mereka mengimbau masyarakat menonton film itu dulu baru kemudian menilainya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni dan Budaya Islam KH Sodikun menilai film 212: The Power of Love bukan hanya pantas ditonton oleh umat Muslim saja tetapi umat lainnya.
Soalnya film tersebut bukan hanya bercerita soal agama, pun mengandung pesan tentang toleransi, rasa cinta kepada keluarga dan lingkungan.
"Saya melihat film ini tidak hanya perlu ditonton untuk saudara kita segama katakanlah agama Islam, tetapi ditonton juga untuk seluruh anak bangsa," kata Sodikun usai menyaksikan film tersbut bersama sejumlah anggota MUI lainnya di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2018) malam.
Oleh karena itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk menonton film ini agar tahu sebenarnya isi dan pesan film ini.
“Tidak akan terjadi peledakan bom seperti di Surabaya kalau kita menonton film ini. Film ini Insya Allah bias sebagai peredam," ungkapnya.
Sementara Fauzi Baadilla aktor pemeran utama film tersebut menilai penolakan film ‘212 The Power of Love’ sebagai suatu hal wajar dalam dunia perfilman Tanah Air mengingat setiap orang memiliki pandangan yang berbeda.
Menurutnya dari respon dan komentar yang didapat dari masyarakat yang sudah menonton film 212 lewat medsos, lanjutnya dominan positif.
“Artinya banyak pihak yang suka dengan film ini. Mungkin segelintir yang menolak itu sudah 'alergi' sejak awal,” ujarnya.
Sutradara film 212: The Power of Love, Jastis Arimba turut menyayangkan sentimen-sentimen personal yang sudah melakukan penolakan film 212 di beberapa daerah.
Padahal menurutnya film 212 sudah lulus sensor sebagai bentuk legitimasi bahwa film ini layak tayang.
“Film 212 ini pun tidak ada unsur SARA, apalagi unsur provokasi. Justru menyerukan semangat persatuan dan perdamaian, dan sama sekali tidak menyinggung umat lain,” terangnya.
Adhin Abdul Hakim, pemeran pembantu pria di film 212 berharap masyarakat yang belum menyaksikan film ini untuk segera menonton dengan membawa sebanyak mungkin saudara, kerabat ataunya sahabatnya.
“Supaya apa? Ya supaya film 212 ini bisa bertahan lama di bioskop-bisokop di seluruh Tanah Air,” ujarnya.
Tony Rosyid selaku pengamat Politik dan pemerhati bangsa pun demikian. Menurutnya film 212 The Power of love hadir untuk memberi pesan perdamaan dan persaudaraan.
Siapapun yang menolak film ini, mungkin karena belum tahu makna persaudaraan dan indahnya perdamaian yang disampaikan film tersebut.
“Film 212 ini untuk semua umat manusia yang punya cinta. Apapun ideologi dan agamanya. Apapun warna politik dan partainya, siapapun caleg, cagub, dan capresnya. Film ini untuk mereka yang ingin Indonesia damai, dan hidup dalam cinta, cinta persaudaran, kebenaran, dan cinta keadilan,” terangnya.
Ustadz Erick Yusuf, salah satu eksekutif produser film 212 penolakan atas film 212 di Minahasa dan Palangkaranya kemungkinan karena tidak tahu sebenarnya isi dari film ini lantaran belum menontonnya.
“Sebaiknya tonton film itu dulu, pasti nanti akan tahu bahwa film itu bicara soal cinta, bukan cuma cinta antar umat Islam, antara anak laki-laki dengan ayahnya, pun dengan umat agama lain,” terangnya.
Menurut Erick film 212 seharusnya didukung umat dengan cara menonton atau memenuhi bisokop-bioskop. “Jika penonton film dakwah atau film-film positif ini banyak maka nanti akan memperbanyak film-film dakwah lainnya,” terangnya.
Sementara Helvy Tiana Rosa yang juga produser di film tersebut menjelaskan sampai hari ke-6 penayangan film 212 sudah menjaring lebih dari 300 ribu penonton.
“Kalau tidak ada penolakan, mungkin jumlahnya bisa bertambah. Untungnya respon masyarakat luarbiasa. Buktinya jika pada awalnya film ini cuma dikasih 20 layar se-Indonesia, kini bertambah menjadi 142 layar bioskop di Indonesia yang menayangkan film ini, karena antusias masyarakat tinggi,” terang Helvy.
Soal penolakan penayangan film 212 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sambung Helvy terjadi karena ada miss communication.
“Alhamdulillah semalam sudah bisa diselesaikan, dan akhirnya ada penanyangan film 212 secara reguler di sana,” ungkapnya.
Menurut Helvy film 212 ini aman, mendidik, dan ramah keluarga, dan sangat pantas ditonton oleh umat manapun.
“Pemain film 212 juga ada yang Kristen Protestan dan Katolik. Dan film ini pun banyak didukung bukan hanya orang Islam saja,” pungkas Helvy.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Jumpa pers soal penolakan film 212 The Power of Love.
2. Jastis Arimba sutradara film 212 The Power of Love.
3. Para pemain, sutradara, dan produser film 212 The Power of Love.
0 komentar:
Posting Komentar