Menteri Yohana Yambise dan Sofyan Djalil Membetot Perhatian
Ke-34 menteri Kabinet Kerja dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/10) pukul 11.45 WIB dengan mengenakan pakaian batik coklat. Ada beberapa menteri yang membetot perhatian media dan masyarakat antara lain Yohana Yembise asal Papua dan Sofyan Djalil dari Aceh.
Dia wanita bergelar Profesor pertama dari tanah Papua. "Yohana Yembise, guru besar pertama, profesor pertama dari Papua. Aktif dalam perlindungan anak," kata Presiden Jokowi.
Yohana adalah putri Papua kelahiran Manokwari, 1 Oktober 1958. Dia pernah menuntut ilmu di Sekolah Dasar (SD) Padang Bulan Jayapura hingga tahun 1971. Lalu melanjutkan ke SMP Negeri 1 Nabire dan menyelesaikannya tahun 1974. Kemudian dia tamat SMA Negeri Persiapan Nabire tahun 1985.
Yohana melanjutkan pendidikan sarjana (S-1) pada Program Studi Bahasa Inggris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Uncen. Semasa kuliah, dia bekerja sebagai asisten dosen di program studi yang digelutinya selama tiga tahun, yakni sejak 1983-1986.
Dia mulai menjadi dosen tetap pada program studi itu sejak 1987 sampai sekarang. Selain menjadi dosen, dia pernah memegang jabatan sebagai Kepala Laboratorium Bahasa Uncen setahun, yakni 1991.
Panah karier Yohana terbilang cepat melesat. Tahun 1992 menjadi Diplomat Applied Linguistic TEFL (Dip TEFL) dari Regional English Language Centre (RELC), SEAMEO Singapore. Meski sudah bekerja, ia tetap bertekad untuk melanjutkan pendidikan. Pada 1994 ia menyelesaikan pendidikan di Faculty of Education, Simom Fraser University British Colombia Canada, dengan gelar Master of Art (MA). Dia pun menjadi anggota Joint Selection Team (JST) Australian Development Scholarship beasiswa ADS/USAID tahun 2011.
Istri dari Leo Danuwira ini kemudian dikukuhkan menjadi profesor doktor oleh Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua, Festus Simbiak, di Auditorium Uncen, 14 November 2012.
Penunjukan Yohana sebagai pembatu Presiden Jokowi & Wapres JK selama lima tahun ke depan dalam Kabinet Kerja, dinilai banyak pihak semata sebagai kado buat rakyat Papua khususnya kaum perempuannya.
Yohana justru mengaku sangat senang mendapat kehormatan menjadi wanita pertama dari Papua yang ditunjuk sebagai menteri. "Ini pertama dari Papua, dari Indonesia Timur. Tak menyangka," ujarnya di Istana Negara, Jakarta.
Yohana sempat mengutarakan bahwa misi dan misinya untuk mengangkat derajat perempuan Indonesia agar tidak kalah dengan laki-laki, agar dapat berbicara di tingkat Nasional dan internasional. “Saya juga akan memperhatikan nasib TKW. Saya akan kumpulkan data-data dulu mengenai permasalahan TKW,” akunya.
Yohana berharap karier barunya ini bisa membuka jalan bagi perempuan Papua agar derajat perempuan Papua terangkat dan sejajar dengan perempuan lain di Tanah Air. “Saya pikir saya membuka pintu untuk perempuan Papua ke depan. Pak Presiden sudah mengatakan baru satu kali selama Papua menjadi bagian Indonesia baru ada guru besar perempuan Papua,” ucapnya dengan bangga.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti menilai Yohana Yembise cocok menduduki kursi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menuai Kritikan
Sofyan Djalil dilirik media bukan lantaran dia berasal dari Aceh, melainkan karena sudah tiga kali menjadi pembantu presiden.
Pertama kali dia menjabat menteri di Kabinet Indonesia Bersatu I masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) pada 2004. Ketika itu dia menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika.
Pada tahun 2007 terjadi reshuffle kabinet dan posisi Sofyan bergeser menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dia bertahan sampai akhir masa jabatan kabinet pada 2009.
Namun sebelum lengser pada 2009, dia sempat menjadi Menteri Keuangan Ad Interim saat Menteri Keuangan Sri Mulyani meninggalkan Indonesia selama 12 hari ke Washington, AS, untuk mengikuti pertemuan G20 pada masa krisis.
Dalam Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres JK sekarang ini, dia dipercaya lagi menjadi menteri. Kali ini sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Presiden Jokowi punya alasan sendiri menjadikan Sofyan menduduki pos kementerian yang sangat strategis itu. “Pak Sofyan ahli dalam strategi ekonomi dan keuangan. Kita percayakan beliau yang putra Aceh ini sebagai nahkoda tim ekonomi kabinet kerja sekarang ini," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Minggu (26/10).
Namun pengangkatannya sebagai menteri tersebut menuai kritikan. Beberapa pengamatan politik dan ekonomi menilai Sofyan tak layak jadi Menko Perekonomian karena prestasinya selama jadi menteri dianggap biasa saja.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar misalnya mengatakan jejak rekam Sofyan sewaktu sebagai Menteri BUMN maupun Menteri Komunikasi dan Informatika, tak ada yang begitu membanggakan. Idil sependapat bahwa penempatan Sofyan lebih dilihat sebagai bentuk imbal jasa politik kepada JK.
Pasalnya, ada tiga sosok yang 'mewakili' kubu JK, yakni Sofyan, Rahmat Gobel dan Rudiantara. "Saya kira penempatan Sofyan Djalil, Rahmat Gobel dan Rudiantara, menjadi salah satu upaya JK mengendalikan Jokowi dan pemerintahan," ujarnya.
Pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Tirtayasa, Dahnil Anzar justru mengaku kaget ketika mendengar Sofyan dipilih sebagai Menko Perekonomian. "Sofyan Djalil memang mengagetkan, selama menjadi Menteri BUMN dan Menkominfo dulu saya kira kinerjanya tidak ada yang luar biasa," ujarnya.
Sewaktu Sofyan menjabat Menteri BUMN, lanjut Dahnil, dia tak mampu menahan laju tender offer yang dilakukan Ooredoo (dulu Qatar Telecom) di Indosat sehingga investor asing itu menguasai 65 persen saham operator tersebut.
Keputusan Sofyan menempatkan Sarwoto Atmosutarno sebagai Dirut Telkomsel saat yang malah menjadikan operator tersebut menggunakan perangkat dari Israel pun dianggap kurang tepat.
Sementara di Telkom, Rinaldi Firmansyah yang ditunjuk sebagai Dirut kala itu tak membuat kinerja operator itu mengkilap. Bahkan keputusan memilih mitra peluncuran satelit dari Rusia, menjadikan Telkom gagal meluncurkan satelit Telkom III beberapa tahun lalu.
Dahnil menilai penempatan Sofyan lebih pada pertimbangan politik ketimbang kompetensi dan kapasitas. “Saya menyayangkan kalau penunjukan Sofyan pertimbangannya lebih bernuansa politis ketimbang kebutuhan strategis,” ungkapnya.
Sofyan Djalil lahir di Peureulak, Aceh Timur, Aceh, 23 September 1953. Ayahnya tukang cukur dan ibunya guru mengaji. Karena ekonomi keluarganya pas-pasan, sofyan kecil mencari uang dengan menjual telur itik di daerahnya.
Tahun 1976, Sofyan hijrah ke Jakarta. Kedatangannya ke Jakarta terkait dengan keikutsertaan sebagai delegasi Aceh dalam Muktamar Nasional Pelajar Islam Indonesia (PII). Maklum selama sekolah di madrasah, Sofyan adalah seorang aktivis PII Aceh.
Setahun kemudian, Sofyan mendapat pekerjaan sebagai pengurus mesjid di Pusdiklat Kejaksaan Agung. Setahun kemudian pada tahun 1978, usai bekerja ia kuliah sore melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) bidang studi hukum bisnis dan tamat pada tahun 1983. Selain sebagai penjaga masjid, dia pun pernah menjadi kondektur metromini.
Akhirnya dia berhasil menjadi sarjana hukum bidang hukum bisnis dari Universitas Indonesia Jakarta, tahun 1984.
Setelah lulus kuliah,
Sofyan menjadi peneliti pada CPIS (Center for Policy and Implementation Studies), Departemen Keuangan dan menangani berbagai proyek penelitian seperti Kupedes dan Simpedes dari BRI, masalah Keluarga Berencana, Evaluasi Sekolah Dasar Inpres, Program Restrukturisasi BUMN, Perdagangan Internasional dan Kerjasama Regional, dan lain-lain.
Ketika tahun 1985 CPIS berencana menyekolahkan beberapa orang penelitinya ke luar negeri, nama Sofyan ikut terpilih dari sekian banyak calon. Dia terlebih dahulu mengikuti Graduate Record Examination (GRE) dan harus mempelajari matematika. Kemudian dua gelar master di bidang kebijakan publik (MA, 1989) dan hubungan ekonomi internasional (MALD, 1991) berhasil diperolehnya.
Kemudian ayah tiga anak dan suami Ratna Megawangi ini melanjutkan pendidikannya di Tufts University, Amerika Serikat dan menamatkannya pada tahun 1993 dan saat itu Sofyan menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar doktor dari Fletcher School of Law and Diplomacy - Tufts University, AS. Dia pun mendapat gelar doktor bidang studi "International Financial and Capital Market Law and Policy" pada 1993.
Nama menteri lain yang juga mencuri perhatian adalah Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Retno Lestari Priansari Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri.
Susi memikat perhatian karena perempuan kelahiran 15 Januari 1965 ini merintis kariernya dari nol sebagai penjual ikan hingga berhasil menjadi Presiden Direktur PT ASI Pudjiastuti Marine Product (eksportir hasil-hasil perikanan) dan PT ASI Pudjiastuti Aviation (maskapai penerbangan Susi Air). Yang menarik lagi, Susi adalah menteri yang tak sampai tamat SMA.
Sementara Retno Lestari Priansari Marsudi mencuri perhatian karena dia menjadi menlu perempuan pertama Indonesia. Menurut Presiden Joko Widodo, selain sebagai pejabat karir dengan jabatan terakhir duta besar RI untuk Belanda, Retno disebut sebagai pekerja keras, tegas, dan visioner. “Beliau menjadi Menteri Luar Negeri perempuan pertama dalam sejarah kita,” puji Jokowi.
Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: dok. Antara & merdeka
Captions:
1. Yohana Yembise asal Papua sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
2. Sofyan Djalil dari Aceh sebagai Menko Perekonomian Kabinet Kerja Jokowi-JK.
0 komentar:
Posting Komentar