Jakarta Tiru Singapura Terapkan ERP, Bisa Raup Rp 4 Miliar Sehari
Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta tahun depan memang terbilang terlambat. Karena itu untuk mengejar keterlambatan itu Jakarta tak perlu lagi memakai teknologi ERP lama melainkan langsung menggunakan teknologi ERP terbaru yang sekarang dipakai kota-kota besar lain.
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok teknologi ERP lama menggunakan kartu yang dipegang pengemudi mobil untuk memasuki gerbang elektronik. Sedangkan teknologi ERP terbaru dengan memasang on board unit (OBU) yang menyatu dengan badan mobil.
OBU berfungsi sebagai sensor saat mobil melintasi gerbang elektronik. Tarif ERP yang akan berlaku di Jakarta diperkirakan adalah Rp 20.000 untuk sekali lewat per kendaraan. Pada tahap awal, ERP akan diterapkan di sepanjang Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin.
Tarif tersebut kemungkinan berubah, tergantung situasi dan kondisi. Misalnya kalau penerapan tarif Rp 20.000 sekali lewat per kendaraan itu tak membuat jumlah pengguna kendaraan pribadi yang melintas berkurang, maka tarif bisa dinaikkan menjadi Rp 30.000 untuk sekali lewat per kendaraan. Bila tarif itu masih juga tak mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, tarifnya akan naik lagi menjadi Rp 40.000, dan seterusnya.
"Pokoknya sampai jumlah mobil pribadi di Jakarta mencapai jumlah ideal yakni 1.500 unit per jamnya," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Menurut Ahok lagi dengan pemberlakuan ERP nanti, maka kebijakan 3 in 1 yang selama ini diterapkan akan dihapus. Kata Ahok, penerapan 3 in 1 di beberapa ruas jalan di Jakarta sudah tidak efektif lagi. “Banyak penyimpangan yang terjadi misalnya pemilik kendaraan pribadi roda empat memanfaatkan jasa 'Joki',” akunya.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, ada 200 ribu unit mobil melintas per hari di jalan utama di ibukota ini. Jika tarif ERP yang diterapkan Rp 20.000 dikalikan 200.000 maka potensi pendapatan dari ERP mencapai Rp 4 miliar sehari.
Ahok menjelaskan uang yang didapat dari ERP disetorkan oleh Bank ke Badan Layanan Umum (BLU) yang akan berada di bawah Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta. Uang ini dapat dikelola BLU untuk memperkuat kondisi pelayanan angkutan umum di Jakarta dan fasilitas transportasi publik lainnya, seperti membeli bus angkutan umum baru dan lain sebagainya.
Selain itu, perbankan akan menyediakan jasa penjualan saldo di dalam chip di alat OBU. “Saldo uang di OBU ini akan dipotong setiap kendaraan melintas di area ERP. Dalam pembelian saldo ERP ini bisa saja melibatkan semua bank, karena masyarakat Jakarta ini memiliki rekening bank yang berbeda-beda,” jelasnya.
Staf Ahli Menteri Perhubungan, Iskandar Abubakar menghimbau penerapan tarif ERP perlu dicermati dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan sistem ini. "Makin tinggi tarif dikenakan, maka akan semakin besar pengaruhnya.
Namun, pertimbangan keekonomian secara menyeluruh perlu dipertimbangkan pula," imbaunya. Penerapan ERP di Jakarta masih terhambat oleh ketersediaan transportasi massal. Padahal salah satu persyaratan sebuah kota menggunakan ERP adalah transportasi massal-nya sudah memadai, baik transportasi massal yang berbasis jalan atau berbasis rel, Mass Rapid Transit (MRT).
Namun menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar, penerapan ERP nanti tidak akan menunggu proses pembenahan sarana transportasi massal bagi masyarakat. Sistem transportasi seperti busway yang ada saat ini dinilainya sudah ideal untuk memenuhi pra syarat pelaksanaan ERP. "Busway sudah cukup ideal tapi tentu saja harus steril," ujarnya.
Kata Akbar, dulu sewaktu Singapura menerapkan ERP, transportasi massalnya lebih buruk dibanding busway.
Banyak keuntungan dengan menggunakan ERP. Menurut hasil penelitian di London, Inggris yang lebih dulu menerapkan ERP, sistem ini mampu mengurangi volume lalu lintas dan otomatis mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
Di London, ERP per kendaraan diterapkan sebesar 8 poundsterling atau sekitar Rp 120 ribu. “Tarif tersebut membuat arus lalu lintas turun hingga 15 persen dan kemacetan berkurang 30 persen," paparnya.
Berdasarkan pengamatan Travelplusindonesia, gerbang (gate) ERP akan dibangun Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Kapsch, perusahaan swasta asal Swedia.
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok teknologi ERP lama menggunakan kartu yang dipegang pengemudi mobil untuk memasuki gerbang elektronik. Sedangkan teknologi ERP terbaru dengan memasang on board unit (OBU) yang menyatu dengan badan mobil.
OBU berfungsi sebagai sensor saat mobil melintasi gerbang elektronik. Tarif ERP yang akan berlaku di Jakarta diperkirakan adalah Rp 20.000 untuk sekali lewat per kendaraan. Pada tahap awal, ERP akan diterapkan di sepanjang Jalan Sudirman hingga Jalan MH Thamrin.
Tarif tersebut kemungkinan berubah, tergantung situasi dan kondisi. Misalnya kalau penerapan tarif Rp 20.000 sekali lewat per kendaraan itu tak membuat jumlah pengguna kendaraan pribadi yang melintas berkurang, maka tarif bisa dinaikkan menjadi Rp 30.000 untuk sekali lewat per kendaraan. Bila tarif itu masih juga tak mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, tarifnya akan naik lagi menjadi Rp 40.000, dan seterusnya.
"Pokoknya sampai jumlah mobil pribadi di Jakarta mencapai jumlah ideal yakni 1.500 unit per jamnya," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Menurut Ahok lagi dengan pemberlakuan ERP nanti, maka kebijakan 3 in 1 yang selama ini diterapkan akan dihapus. Kata Ahok, penerapan 3 in 1 di beberapa ruas jalan di Jakarta sudah tidak efektif lagi. “Banyak penyimpangan yang terjadi misalnya pemilik kendaraan pribadi roda empat memanfaatkan jasa 'Joki',” akunya.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, ada 200 ribu unit mobil melintas per hari di jalan utama di ibukota ini. Jika tarif ERP yang diterapkan Rp 20.000 dikalikan 200.000 maka potensi pendapatan dari ERP mencapai Rp 4 miliar sehari.
Ahok menjelaskan uang yang didapat dari ERP disetorkan oleh Bank ke Badan Layanan Umum (BLU) yang akan berada di bawah Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta. Uang ini dapat dikelola BLU untuk memperkuat kondisi pelayanan angkutan umum di Jakarta dan fasilitas transportasi publik lainnya, seperti membeli bus angkutan umum baru dan lain sebagainya.
Selain itu, perbankan akan menyediakan jasa penjualan saldo di dalam chip di alat OBU. “Saldo uang di OBU ini akan dipotong setiap kendaraan melintas di area ERP. Dalam pembelian saldo ERP ini bisa saja melibatkan semua bank, karena masyarakat Jakarta ini memiliki rekening bank yang berbeda-beda,” jelasnya.
Staf Ahli Menteri Perhubungan, Iskandar Abubakar menghimbau penerapan tarif ERP perlu dicermati dengan belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih dulu menerapkan sistem ini. "Makin tinggi tarif dikenakan, maka akan semakin besar pengaruhnya.
Namun, pertimbangan keekonomian secara menyeluruh perlu dipertimbangkan pula," imbaunya. Penerapan ERP di Jakarta masih terhambat oleh ketersediaan transportasi massal. Padahal salah satu persyaratan sebuah kota menggunakan ERP adalah transportasi massal-nya sudah memadai, baik transportasi massal yang berbasis jalan atau berbasis rel, Mass Rapid Transit (MRT).
Namun menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Muhammad Akbar, penerapan ERP nanti tidak akan menunggu proses pembenahan sarana transportasi massal bagi masyarakat. Sistem transportasi seperti busway yang ada saat ini dinilainya sudah ideal untuk memenuhi pra syarat pelaksanaan ERP. "Busway sudah cukup ideal tapi tentu saja harus steril," ujarnya.
Kata Akbar, dulu sewaktu Singapura menerapkan ERP, transportasi massalnya lebih buruk dibanding busway.
Banyak keuntungan dengan menggunakan ERP. Menurut hasil penelitian di London, Inggris yang lebih dulu menerapkan ERP, sistem ini mampu mengurangi volume lalu lintas dan otomatis mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
Di London, ERP per kendaraan diterapkan sebesar 8 poundsterling atau sekitar Rp 120 ribu. “Tarif tersebut membuat arus lalu lintas turun hingga 15 persen dan kemacetan berkurang 30 persen," paparnya.
Berdasarkan pengamatan Travelplusindonesia, gerbang (gate) ERP akan dibangun Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan PT Kapsch, perusahaan swasta asal Swedia.
Salah satunya di depan gedung Panin Bank di Jalan Sudirman atau dekat halte bis Transjakarta, depan Mall Ratu Plaza, Jakarta Pusat.
Tinggi tiang gate diperkirakan sekitar 7 meter dengan lebar 14 meter, dilengkapi oleh tiga mesin canggih sudah terpasang di median Jalan Sudirman sejak awal Juni lalu.
Tiga mesin yang berada di ERP meliputi VDC Passage (sensor untuk mendeteksi jenis kendaraan), VR sensor (kamera yang bisa mengambil gambar plat nomor kendaraan kalau melanggar aturan atau sisi pengawasan), dan yang terakhir adalah Transceivers (penerima data dari OBU). Tiga mesin itu untuk satu set pendeteksi ERP.
Akankah ERP benar-benar ampuh mengurangi kemacetan di Jakarta? Dan apakah sistem tarif jalanan berbayar ini mampu mendorong warga Jakarta beralih ke angkutan umum? Semua itu bisa terjawab tahun depan.
Naskah & foto: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Captions:
1. Kemacetan Jakarta semakin parah, mungkinkah sistem ERP solusinya.
2. Pembangunan gate ERP di Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar